JAKARTA. Pemerintah boleh sedikit bernafas lega. Angka inflasi bulanan November yang dilansir Badan Pusat Statistik pada Senin (1/12) lalu cukup jinak, cuma 0,12%. Rupanya, efek kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada 22 Juni 2013 lalu sudah semakin luntur. Usai pengumuman kenaikan harga tersebut, pergerakan inflasi memang terbilang liar. Meski sempat mengalami deflasi 0,03% pada Mei, begitu terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi, inflasi bulanan Juni langsung melambung 1,03%. Memasuki Juli pergerakan harga semakin liar. Maklum, selain efek kenaikan harga BBM, pada Juli lalu kita mengarungi musim liburan sekolah dan Ramadan. Akibatnya, inflasi bulanan Juli menembus 3,29%. Per Agustus, inflasi agak melandai meski masih terbilang tinggi, yaitu 1,12%. Setelah itu boleh dibilang efek kenaikan harga BBM terhadap kenaikan harga barang dan jasa memudar. Malah, pada September terjadi deflasi 0,35%. Kendati Oktober inflasi datang kembali, dia hanya membawa angka 0,09%. Grafik Inflasi bulanan tahun 2013 Ramalan bahwa efek kenaikan harga BBM terhadap kenaikan harga barang dan jasa akan singkat, terbukti benar. Namun, inflasi tinggi selama Juni, Juli, dan Agustus jelas berandil besar terhadap lonjakan inflasi tahunan hingga akhir 2013 nanti. Jika kita hitung sejak awal tahun, sampai November lalu inflasi sudah mencapai 7,79%. Malah, kalau periode perhitungan kita undur sejak November 2013, inflasi tahunan sudah mencapai 8,37%. Dibandingkan dengan inflasi tahunan 2012 yang hanya menyentuh 4,3%, jelas kita bisa bilang bahwa inflasi tahun ini “terbang”. Bukan cuma menjauh dari inflasi tahun lalu, tapi juga melayang dari proyeksi awal pemerintah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013, pemerintah hanya memasang target inflasi 4,9%. Seiring dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, target inflasi itu direvisi melalui APBN Perubahan (APBN-P) 2013 menjadi 7,2%. Nah, mengingat inflasi kalender hingga November sudah sedemikian tinggi, maka satu-satunya jalan agar target inflasi APBN-P 2013 itu terpenuhi adalah apabila Desember ini terjadi deflasi setidaknya sedalam 0,7%. Mungkinkah? Desember, bulan inflasi tinggi Rupanya Bank Indonesia lebih realistis. Bank sentral memperkirakan inflasi tahunan 2013 nanti kurang dari 9%. Sebelumnya, BI sempat memasang proyeksi kisaran inflasi 9%-9,8%. Namun, BI pun menurunkan perkiraan inflasi dari sebelumnya 9%-9,8% menjadi di bawah 8,5% di tahun 2013. Bahkan, Menteri Keuangan Chatib Basri optimistis, hingga akhir tahun inflasi bisa berada di level 8,4%. Keyakinan Chatib itu dilandasi hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis ini (12/12) yang mempertahankan tingkat suku bunga acuan alias BI rate di level 7,50%. Menurut Chatib, kebijakan BI sudah sesuai dengan tingkat inflasi saat ini yang relatif mengecil.
Nah, agar proyeksi BI terpenuhi, berarti inflasi Desember ini tidak boleh lebih dari 0,63%. Sebab, menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, setiap bulan Desember selalu terjadi inflasi. Bank Indonesia (BI) melihat di bulan Desember 2013 ini akan terjadi inflasi dengan kisaran 0,4%-0,7%. Sejumlah harga bahan pokok seperti cabai dan beras akan mengalami kenaikan. Selain itu, angkutan udara pun akan mengalami kenaikan mengingat di akhir tahun akan banyak masyarakat yang bepergian merayakan hari raya Natal dan Tahun Baru.
Lagi-lagi, mungkinkah terjadi? Berdasarkan penelusuran Biro Riset KONTAN, dalam kurun tahun 2000 hingga 2012, rata-rata inflasi bulanan Desember mencapai 0, 87%. Dalam periode tersebut juga terjadi enam kali inflasi di atas 1%, yaitu pada tahun 2000, 2001, 2002, 2004, 2006, dan 2007. Untunglah, selama lima tahun terakhir sejak 2008, inflasi bulanan Desember selalu kurang dari 1%. Dalam periode tersebut juga pernah terjadi dua kali deflasi, yaitu pada 2005 dan 2008. Pada tahun 2005 deflasi Desember terjadi karena maraknya pemberitaan bahan makanan yang menggunakan bahan pengawet formalin. Dari 45 kota yang disurvei BPS dalam penyusunan Indeks Harga Konsumen (IHK) saat itu, sebanyak 25 kota mengalami deflasi. Deflasi juga terjadi pada Desember 2008. Pemicunya, saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dua kali menurunkan harga BBM. Pada 1 Desember 2008 presiden menurunkan harga premium bersubsidi dari Rp 6.000 per liter menjadi Rp 5.500 per liter. Dua minggu kemudian, pada 15 Desember, presiden kembali menurunkan harga premium bersubsidi menjadi Rp 5.000 per liter. (Tabel inflasi setiap Desember sejak tahun 2000) Tahun | Inflasi |
2000 | 1.94 |
2001 | 1.62 |
2002 | 1.2 |
2003 | 0.94 |
2004 | 1.04 |
2005 | -0.04 |
2006 | 1.21 |
2007 | 1.1 |
2008 | -0.04 |
2009 | 0.33 |
2010 | 0.92 |
2011 | 0.57 |
2012 | 0.54 |
Tetapi, naga-naganya, sulit kita mengharapkan terjadi deflasi pada Desember 2013 ini. Bahkan inflasi di bawah 1% pun tidak mudah untuk terwujud. Selain tiba hari raya Natal, tahun baru, dan musim liburan; lonjakan harga barang dan jasa bisa tersulut oleh kenaikan harga Elpiji 12 kg. Perubahan pola distribusi oleh Pertamina sejak 1 Desember 2013 lalu telah menyebabkan harga eceran Elpiji di tingkat agen naik dari Rp 72.000-Rp 75.000 per tabung menjadi Rp 78.000-Rp 80.000 per tabung. Inflasi yang cukup tinggi semakin mungkin terjadi pada Desember ini manakala kita pikirkan kemungkinan pemerintah bakal menggenjot tingkat belanja di akhir tahun. Maklum, menurut Data Kementerian Keuangan, realisasi belanja pemerintah hingga 23 Oktober 2013 lalu baru mencapai Rp 1.266, 2 triliun, setara dengan 67.56% % target belanja pemerintah dalam APBN-P 2013 (Rp 1.726, 2 triliun). Sebagian orang menjadikan angka 10% sebagai batas psikologis inflasi. Nah, berapa pun angka inflasi bulanan yang muncul Desember ini, batas itu semakin kita dekati. (Tabel realisasi belanja pemerintah). Belanja Negara | 1726.2 | 1022.7 | 1166.2 |
I. Belanja pemerintah pusat | 1196.8 | 654.9 | 763.5 |
1. Belanja K/L | 622 | 311 | 351.8 |
2. Belanja Non-K/L | 574.8 | 343.9 | 411.7 |
II. Transfer ke Daerah | 529.4 | 367.8 | 402.7 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan