JAKARTA. Ketidakstabilan yang mengguncang Libya mendorong harga minyak mentah naik. Harga rata-rata sepekan kontrak pengiriman minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di bursa berjangka New York untuk April 2011 sudah menyentuh US$ 97,88 per barel. Itu adalah harga rata-rata mingguan tertinggi sejak Januari 2009.Libya merupakan produsen terbesar kesembilan di antara 12 anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Sebagian besar minyak yang diproduksi di Libya merupakan minyak dengan kandungan sulfur rendah, atau biasa disebut light and sweet. Minyak jenis itu lebih mudah untuk diolah menjadi bensin atau bahan bakar untuk diesel. International Energy Agency (IEA) mengestimasi, selama krisis politik produksi minyak Libya merosot hingga 850.000 barel per hari dari kisaran normal, yaitu 1,6 juta barel per hari.Memang, situasi panas di Libya bukanlah satu-satunya penyebab harga minyak tinggi. "Pemulihan kondisi ekonomi dunia akan meningkatkan permintaan minyak mentah," ujar Reza Priyambada, Managing Research Indosurya Asset Management. Itu sebabnya, selain Reza, Satrio Utomo, Head of Research Universal Broker Indonesia memprediksi, rata-rata harga minyak mentah selama 2011 akan lebih tinggi daripada harga rata-rata di 2010.Reza memprediksi rata-rata harga minyak mentah untuk 2011 berkisar US$ 90-US$ 100 per barel, naik daripada harga rata-rata minyak mentah sepanjang 2010, yaitu US$80 hingga US$ 85 per barel. Sedang Satrio memproyeksikan rata-rata harga minyak tahun ini US$ 80-US$ 100 per barel, meningkat daripada kisaran harga untuk 2010, US$ 79 hingga US$ 80 per barel.Produksi minyakKenaikan harga minyak dunia memang tak otomatis membawa dampak positif terhadap emiten yang berbisnis emas hitam itu. Menurut Reza, tingkat produksi akan menentukan apakah emiten bisa menikmati rezeki dari kenaikan harga. "Saya memperkirakan produksi minyak di Indonesia tahun ini tumbuh berkisar 6%-7% daripada tahun sebelumnya," kata dia.Emiten minyak yang sudah menyiapkan agenda peningkatan produksi di tahun ini adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Dari total anggaran belanja modal berkisar US$ 400 juta-US$ 500 juta di tahun 2011, sebanyak US$ 254 juta dialokasikan mengembangkan blok-blok minyak dan gas (migas). Medco menggunakan capital expenditure (capex) yang tersisa untuk proyek nonminyak dan gas (migas), seperti membangun pembangkit listrik.Reza menilai rencana MEDC menambah produksi tidak akan berjalan mulus. Ia mencontohkan, produksi dari Libya yang bisa berkurang. “Para pekerja asing mulai pulang dari Libya. Produksi pasti akan terpengaruh dengan berkurangnya pekerja," kata Reza. Medco memiliki Blok Libya 47 yang diperkirakan memiliki cadangan minyak sebesar 175,85 juta barel ekuivalen minyak (MBOE).Satrio menambahkan, Blok 47 telah membawa dampak positif bagi pergerakan saham MEDC di bursa. Begitu kabar tentang pengoperasian ladang tersebut beredar di pasar, "Harga MEDC naik menjadi Rp 6.400 per saham dari kisaran Rp 1.500 hingga Rp 1.800," tutur dia.Namun Satrio belum bisa mengestimasi dampak krisis politik Libya terhadap harga MEDC dalam beberapa waktu mendatang. "Bukan tidak mungkin itu melemahkan saham MEDC," kata dia.Dua emiten migas di BEI, yaitu PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) turut mengagendakan penambahan kapasitas produksi tahun ini. ELSA sudah menganggarkan capex senilai US$ 100 juta untuk menaikkan kapasitas produksi minyak. Sedangkan ENRG, yang dikendalikan oleh grup Bakrie, menyatakan akan mulai menggarap blok yang belum menghasilkan.ENRG telah memulai produksi minyak di lapangan Pangerung Utara, Blok Kangean, Jawa Timur, sejak Januari 2011. Rata-rata produksi di blok Kangean berkisar 5.000 hingga 6.000 barel per hari. Untuk ukuran ENRG, penambahan itu terbilang besar mengingat, produksi minyak ENRG di tahun 2010 rata-rata 13.089 barel per hari.Reza memprediksi, ENRG dan ELSA bisa mendapatkan angin segar dari tren penguatan harga minyak yang terjadi belakangan ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menakar kinerja emiten dan saham perusahaan minyak
JAKARTA. Ketidakstabilan yang mengguncang Libya mendorong harga minyak mentah naik. Harga rata-rata sepekan kontrak pengiriman minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di bursa berjangka New York untuk April 2011 sudah menyentuh US$ 97,88 per barel. Itu adalah harga rata-rata mingguan tertinggi sejak Januari 2009.Libya merupakan produsen terbesar kesembilan di antara 12 anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Sebagian besar minyak yang diproduksi di Libya merupakan minyak dengan kandungan sulfur rendah, atau biasa disebut light and sweet. Minyak jenis itu lebih mudah untuk diolah menjadi bensin atau bahan bakar untuk diesel. International Energy Agency (IEA) mengestimasi, selama krisis politik produksi minyak Libya merosot hingga 850.000 barel per hari dari kisaran normal, yaitu 1,6 juta barel per hari.Memang, situasi panas di Libya bukanlah satu-satunya penyebab harga minyak tinggi. "Pemulihan kondisi ekonomi dunia akan meningkatkan permintaan minyak mentah," ujar Reza Priyambada, Managing Research Indosurya Asset Management. Itu sebabnya, selain Reza, Satrio Utomo, Head of Research Universal Broker Indonesia memprediksi, rata-rata harga minyak mentah selama 2011 akan lebih tinggi daripada harga rata-rata di 2010.Reza memprediksi rata-rata harga minyak mentah untuk 2011 berkisar US$ 90-US$ 100 per barel, naik daripada harga rata-rata minyak mentah sepanjang 2010, yaitu US$80 hingga US$ 85 per barel. Sedang Satrio memproyeksikan rata-rata harga minyak tahun ini US$ 80-US$ 100 per barel, meningkat daripada kisaran harga untuk 2010, US$ 79 hingga US$ 80 per barel.Produksi minyakKenaikan harga minyak dunia memang tak otomatis membawa dampak positif terhadap emiten yang berbisnis emas hitam itu. Menurut Reza, tingkat produksi akan menentukan apakah emiten bisa menikmati rezeki dari kenaikan harga. "Saya memperkirakan produksi minyak di Indonesia tahun ini tumbuh berkisar 6%-7% daripada tahun sebelumnya," kata dia.Emiten minyak yang sudah menyiapkan agenda peningkatan produksi di tahun ini adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Dari total anggaran belanja modal berkisar US$ 400 juta-US$ 500 juta di tahun 2011, sebanyak US$ 254 juta dialokasikan mengembangkan blok-blok minyak dan gas (migas). Medco menggunakan capital expenditure (capex) yang tersisa untuk proyek nonminyak dan gas (migas), seperti membangun pembangkit listrik.Reza menilai rencana MEDC menambah produksi tidak akan berjalan mulus. Ia mencontohkan, produksi dari Libya yang bisa berkurang. “Para pekerja asing mulai pulang dari Libya. Produksi pasti akan terpengaruh dengan berkurangnya pekerja," kata Reza. Medco memiliki Blok Libya 47 yang diperkirakan memiliki cadangan minyak sebesar 175,85 juta barel ekuivalen minyak (MBOE).Satrio menambahkan, Blok 47 telah membawa dampak positif bagi pergerakan saham MEDC di bursa. Begitu kabar tentang pengoperasian ladang tersebut beredar di pasar, "Harga MEDC naik menjadi Rp 6.400 per saham dari kisaran Rp 1.500 hingga Rp 1.800," tutur dia.Namun Satrio belum bisa mengestimasi dampak krisis politik Libya terhadap harga MEDC dalam beberapa waktu mendatang. "Bukan tidak mungkin itu melemahkan saham MEDC," kata dia.Dua emiten migas di BEI, yaitu PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) turut mengagendakan penambahan kapasitas produksi tahun ini. ELSA sudah menganggarkan capex senilai US$ 100 juta untuk menaikkan kapasitas produksi minyak. Sedangkan ENRG, yang dikendalikan oleh grup Bakrie, menyatakan akan mulai menggarap blok yang belum menghasilkan.ENRG telah memulai produksi minyak di lapangan Pangerung Utara, Blok Kangean, Jawa Timur, sejak Januari 2011. Rata-rata produksi di blok Kangean berkisar 5.000 hingga 6.000 barel per hari. Untuk ukuran ENRG, penambahan itu terbilang besar mengingat, produksi minyak ENRG di tahun 2010 rata-rata 13.089 barel per hari.Reza memprediksi, ENRG dan ELSA bisa mendapatkan angin segar dari tren penguatan harga minyak yang terjadi belakangan ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News