KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat
wait and see, emiten tampak kembali ramai mencari pendanaan menjelang tutup tahun 2024. Aksi emiten cukup semarak menjaring dana di pasar modal, penerbitan obligasi maupun pinjaman dari perbankan. Di pasar saham, sejumlah emiten menambah modal lewat
rights issue maupun
private placement. Sedangkan penawaran umum perdana saham alias
Initial Public Offering (IPO) di akhir tahun ini punya nilai emisi yang cukup jumbo. Saat ini ada PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) alias Mr. DIY yang berada di daftar IPO, dengan potensi dana terhimpun masing-masing di atas Rp 4 triliun. Sepanjang tahun 2024, sudah ada 39 emiten baru yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Investment Analyst Syailendra Capital, Daffa Hartadi mengamati pada tahun ini emiten cenderung selektif dalam menjaring pendanaan. Perusahaan tampak berhati-hati menghimpun dana dalam jumlah besar mempertimbangkan risiko ketidakpastian yang ditimpulkan dari tahun politik.
Baca Juga: Lewat Pendanaan IPO, MR DIY Percepat Ekspansi Bisnis di Industri Ritel Pada saat yang sama, tingginya tingkat suku bunga menjadi pertimbangan dalam menghimpun dana. "Emiten cenderung selektif memilih pendanaan, yang mana penggunaanya condong untuk refinancing dan menjaga leverage. Hal ini terjadi akibat beberapa hal, namun yang kami soroti tingginya cost of fund bagi perusahaan," kata Daffa kepada Kontan.co.id, Senin (25/11). Meski begitu, Senior Vice President & Head of Retail Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan melihat penerbitan obligasi dan pinjaman dari pihak ketiga, terutama perbankan masih menjadi opsi yang dilirik perusahaan. Sebab, risiko ketidakpastian dan volatilitas di pasar modal masih cukup tinggi. Reza menilai secara umum emiten tidak begitu agresif dalam menghimpun dana. Kecuali, pada sektor tertentu yang masih punya ruang untuk tumbuh pesat seperti energi. Catatan Reza, setiap opsi pendanaan punya peluang dan risiko, yang akan disesuaikan dengan strategi dan prioritas masing-masing emiten. Dari sisi biaya, pinjaman bank menjadi pilihan yang cepat tetapi memiliki beban bunga. Obligasi cocok untuk kebutuhan dana besar dengan peringkat kredit yang baik. Sementara pasar modal lebih diminati untuk memperluas basis pemegang saham, meskipun ada risiko dilusi. Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy menimpali, pilihan pendanaan emiten juga terkait dengan strategi dan momentum ekspansi. Di tengah situasi ekonomi domestik dan global, serta tingkat suku bunga saat ini, pembiayaan ekspansi melalui instrumen keuangan berbasis utang akan sangat membebani perusahaan. Abdul Haq menilai skema IPO bisa menjadi pilihan yang menarik bagi perusahaan untuk memburu dana segar. Dia pun memandang peluang untuk mencapai 43 emiten baru hingga akhir tahun 2024 masih terbuka. Sementara itu, sudah ada lebih dari 25 emiten yang melakukan
rights issue dan
private placement. Baca Juga: Simak Jadwal Penawaran Umum Pemegang Saham Adaro Andalan (AADI) oleh Alamtri (ADRO) Menurut Abdul Haq, pada tahun ini perusahaan cenderung ekspansif menggunakan skema aksi korporasi yang tidak berbasis utang berbunga. Meski begitu, pinjaman bank masih relevan untuk kebutuhan dana jangka pendek dengan proses yang relatif cepat. "Secara keseluruhan, perusahaan sering mengombinasikan instrumen ini untuk mendiversifikasi risiko, mengoptimalkan struktur modal dan memanfaatkan peluang pasar yang tersedia," kata Abdul Haq. Sementara itu, Founder & CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto menyoroti tahun ini bisa menjadi momentum yang krusial bagi emiten untuk memperkuat struktur permodalannya. Fendi menekankan pentingnya persiapan menghadapi ketidakpastian yang masih mengintai pada tahun depan. Menimbang faktor ekonomi dan geo-politik, terjadinya VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity & Ambiguity) semakin terbuka, setidaknya pada paruh pertama 2025. Dus, para emiten perlu mengamankan dana untuk membiayai belanja modal atau proyek-proyek ekspansi dalam menjaga stabilitas kinerja sekaligus menangkap peluang dalam momentum tersebut. Menurut Fendi, pendanaan melalui instrumen pasar modal akan menawarkan opsi yang lebih menarik ketimbang dari pinjaman.
"Meski dari sisi suku bunga The Fed arahnya cenderung turun, tetapi adanya VUCA akan membuat perbankan tidak sertamerta menurunkan suku bunga," tandas Fendi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari