Menakar Panasnya Nikel INCO



JAKARTA. Seiring kejatuhan harga komoditas, kinerja PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) pada tahun lalu merosot tajam. Laporan keuangan 2009 INCO yang belum diaudit menunjukkan, pendapatan emiten ini anjlok 42% menjadi US$ 760,95 juta. Laba bersihnya juga melorot drastis sebesar 52,57% menjadi US$ 170,42 juta.

Meredupnya kinerja INCO dipicu oleh volume penjualan nikel perusahaan yang menurun. Sepanjang 2009, INCO hanya mampu menjual nikel sebanyak 67.782 ton. "Angka ini turun 8,4% dari penjualan tahun 2008 sebanyak 74.000 ton," kata Sekretaris Perusahaan INCO, Indra Ginting, dalam surat keterbukaan informasinya kepada Bursa Efek Indonesia, belum lama ini.

Tak hanya itu, harga jual nikel INCO juga jeblok. Tahun lalu, INCO hanya mampu menjual US$ 11.227 per metrik ton nikel. Angka ini anjlok 36,66% dari harga jual 2008 yang US$ 17.724 per ton.


Meski demikian, realisasi kinerja INCO tahun lalu masih lebih baik dari prediksi para analis. Herman Koeswanto, analis AAA Securities, bilang, pendapatan INCO lebih tinggi 15% dari konsesus analis. Laba bersihnya 24% di atas konsesus. Herman pun melihat, volume penjualan nikel INCO hanya turun tipis, yakni 8,4%. Ini menandakan permintaan nikel tetap stabil.

Kepala Riset Bhakti Securities, Edwin Sebayang, melihat permintaan nikel dari China dan India masih akan mengalir. Dus, volume penjualan INCO sepanjang 2010 berpeluang naik 15% dari realisasi 2009. "Harga jual rata-rata nikel 2010 bisa meningkat ke US$ 19.500 per ton," ujarnya.

Hitungan Herman, tahun ini INCO mampu menggenjot produksi menjadi 71.000-72.000 ton. Harga jual rata-rata nikelnya tahun ini diprediksi US$ 17.500 per ton. "Sedangkan tahun 2011 senilai US$ 18.500 per ton," ujarnya.

Selain itu, INCO tergolong perusahaan yang getol melancarkan aksi korporasi demi menggenjot produksinya. Misalnya, INCO tengah merampungkan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Karebbe senilai US$ 410 juta. Proyek ini akan selesai semester kedua 2011.

Selanjutnya, kapasitas produksi INCO bisa meningkat. Herman menghitung, pendapatan INCO di tahun ini bakal naik 30% jadi US$ 986 juta. Laba bersihnya juga berpeluang naik 68% ke US$ 287 juta.

Edwin melihat, harga saham INCO masih lebih murah daripada emiten sejenis, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). "PER INCO hanya 12,6 kali, sedangkan ANTM sudah 19,64 kali," katanya.

Dus, mereka merekomendasikan beli saham INCO. Edwin menargetkan Rp 4.700, dan Herman memasang Rp 4.500 per saham. Kemarin, harga sahamnya turun 1,95% ke Rp 3.775 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan