KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik kepada sejumlah negara, Indonesia mencoba bernegosiasi agar persentase tarif yang dikenakan AS yaitu sebesar 32% bisa melandai. Sebagai salah satu 'barang' negosiasi, Indonesia melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut telah menawarkan kerja sama terkait dengan mineral strategis atau critical mineral ke negara Paman Sam itu. Menurut Anggota Pemangku Kepentingan Dewan Energi Nasional (DEN) Agus Puji Prasetyono potensi mineral kritis di Indonesia sangat besar, mengingat negara ini memiliki banyak gunung berapi aktif. Baca Juga: Mineral Kritis Jadi Alat Tawar Indonesia dengan AS, Perhapi Bilang Begini "Mineral kritis itu muncul di sekitar gunung berapi. Dan kita ini memiliki deretan gunung berapi yang sangat banyak, sehingga cadangan mineral-mineral yang kritis juga banyak," ungkap dia saat dihubungi, Minggu (20/04). Salah satu kategori mineral kritis yang diincar AS kata dia adalah Logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Elements (REE). Karena LTJ digunakan dalam berbagai bidang industri, terutama untuk membuat sesuatu yang memiliki nilai tambah tinggi. Contohnya untuk pembuatan magnet, layar gadget, baterai, lampu LED, kendaraan listrik, hingga berbagai peralatan militer. "Banyak kegunaannya, untuk bahan semikonduktor, batre, komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan lain sebagainya," jelas dia. Namun Agus mengakui, eksplorasi Indonesia di sektor mineral kritis masih sangat terbatas karena belum terbentuknya ekosistem yang jelas terhadap penggunaan mineral-mineral tersebut. "Materialnya di-explore, terus kemudian nanti berbagai material yang ada di dalamnya itu seperti silikon, litium, dan lainnya itu kan harus diurai satu-satu. Nah ini kita belum sampai lah di situ," jelasnya. Baca Juga: Indonesia - Arab Saudi Sepakat Kerja Sama Pengembangan Mineral Kritis Ekosistem penggunaan mineral kritis di AS menurutnya sudah lebih jelas, sehingga jika kerja sama di sektor ini terjalin, Indonesia juga akan mendapatkan keuntungan. Meski begitu, Agus menekankan bahwa Indonesia harus memastikan kerja sama sektor mineral kritis tetap berfokus pada hilirisasi, sehingga tidak diekspor dalam bentuk mineral mentah. Indonesia menurutnya juga bisa mencoba menarik AS untuk berinvestasi di dalam negeri untuk mendukung eksplorasi dan pengembangan sektor ini lebih lanjut. "Kita mengundang Amerika datang ke sini, kerja sama ya, bukan kerja sama tapi mereka menekan kita," katanya. Potensi Indonesia Masuk dari Sektor Mineral Kritis Selain tawaran dari Airlangga kepada AS di sektor mineral kritis. Proyek yang menggunakan mineral juga akan ditawarkan kepada AS, salah satunya proyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV). Sebelumnya dalam catatan Kontan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding pertambangan Mining Industry Indonesia (MIND ID) mengungkap akan menawarkan proyek EV mereka ke AS setelah kerjasama dengan perusahaan Korea, LG Energy Solution batal dilaksanakan. Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno mengatakan langkah ini dibuat sebagai salah satu proyek dengan daya tawar di tengah menekan surplus neraca perdagangan Indonesia dengan negara tersebut.
Menakar Peluang Mineral Kritis Indonesia Jadi Alat Tawar dalam Perang Tarif Trump
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik kepada sejumlah negara, Indonesia mencoba bernegosiasi agar persentase tarif yang dikenakan AS yaitu sebesar 32% bisa melandai. Sebagai salah satu 'barang' negosiasi, Indonesia melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut telah menawarkan kerja sama terkait dengan mineral strategis atau critical mineral ke negara Paman Sam itu. Menurut Anggota Pemangku Kepentingan Dewan Energi Nasional (DEN) Agus Puji Prasetyono potensi mineral kritis di Indonesia sangat besar, mengingat negara ini memiliki banyak gunung berapi aktif. Baca Juga: Mineral Kritis Jadi Alat Tawar Indonesia dengan AS, Perhapi Bilang Begini "Mineral kritis itu muncul di sekitar gunung berapi. Dan kita ini memiliki deretan gunung berapi yang sangat banyak, sehingga cadangan mineral-mineral yang kritis juga banyak," ungkap dia saat dihubungi, Minggu (20/04). Salah satu kategori mineral kritis yang diincar AS kata dia adalah Logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Elements (REE). Karena LTJ digunakan dalam berbagai bidang industri, terutama untuk membuat sesuatu yang memiliki nilai tambah tinggi. Contohnya untuk pembuatan magnet, layar gadget, baterai, lampu LED, kendaraan listrik, hingga berbagai peralatan militer. "Banyak kegunaannya, untuk bahan semikonduktor, batre, komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan lain sebagainya," jelas dia. Namun Agus mengakui, eksplorasi Indonesia di sektor mineral kritis masih sangat terbatas karena belum terbentuknya ekosistem yang jelas terhadap penggunaan mineral-mineral tersebut. "Materialnya di-explore, terus kemudian nanti berbagai material yang ada di dalamnya itu seperti silikon, litium, dan lainnya itu kan harus diurai satu-satu. Nah ini kita belum sampai lah di situ," jelasnya. Baca Juga: Indonesia - Arab Saudi Sepakat Kerja Sama Pengembangan Mineral Kritis Ekosistem penggunaan mineral kritis di AS menurutnya sudah lebih jelas, sehingga jika kerja sama di sektor ini terjalin, Indonesia juga akan mendapatkan keuntungan. Meski begitu, Agus menekankan bahwa Indonesia harus memastikan kerja sama sektor mineral kritis tetap berfokus pada hilirisasi, sehingga tidak diekspor dalam bentuk mineral mentah. Indonesia menurutnya juga bisa mencoba menarik AS untuk berinvestasi di dalam negeri untuk mendukung eksplorasi dan pengembangan sektor ini lebih lanjut. "Kita mengundang Amerika datang ke sini, kerja sama ya, bukan kerja sama tapi mereka menekan kita," katanya. Potensi Indonesia Masuk dari Sektor Mineral Kritis Selain tawaran dari Airlangga kepada AS di sektor mineral kritis. Proyek yang menggunakan mineral juga akan ditawarkan kepada AS, salah satunya proyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV). Sebelumnya dalam catatan Kontan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding pertambangan Mining Industry Indonesia (MIND ID) mengungkap akan menawarkan proyek EV mereka ke AS setelah kerjasama dengan perusahaan Korea, LG Energy Solution batal dilaksanakan. Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno mengatakan langkah ini dibuat sebagai salah satu proyek dengan daya tawar di tengah menekan surplus neraca perdagangan Indonesia dengan negara tersebut.