Menakar porsi REIT atas pendapatan LPKR



JAKARTA. Iming-iming diskon pajak bagi para penerbitan dana investasi real estate (DIRE) hingga kini masih belum terang benar. Makanya PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) masih menjual aset ke DIRE alias real estate investment trust (REIT) di Singapura.

Sanni Satrio Dwi Utomo, analis Bahana Securities, mengatakan, masih banyak lubang di kebijakan ini yang membuat investor kurang tertarik. Padahal, mencontoh LPKR, DIRE bisa jadi salah satu sumber cuan.

Baru-baru ini LPKR berani menargetkan penjualan aset dengan skema REIT sebesar Rp 1,5 triliun. Tahun ini, LPKR berencana menjual salah satu aset REIT, yakni Lippo Mall Jogja. Penjualan ini diharapkan bisa mengakselerasi pendapatan LPKR tumbuh 21% secara tahunan.


Tapi, penjualan aset lewat REIT tidak lantas bikin kinerja meroket. Sebenarnya, margin yang dihasilkan kurang menarik. Marginnya kalah jauh dibanding margin proyek, apalagi bila menggunakan lahan sendiri.

"Memang tidak ada standar rata-rata margin dari REIT berapa lalu proyek sendiri berapa, tergantung segmen pasarnya juga," kata Sanni kepada KONTAN, kemarin.

LPKR juga masih terpapar lesunya daya beli. Ini terlihat dari banyaknya proyek LPKR yang ditunda. Sejauh ini, LPKR hanya mengandalkan proyek-proyek dari anak usahanya, PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK).

Namun, proyek perseroan ini juga banyak terfokus di Orange County. Sanni memprediksi, pendapatan LPKR tahun ini bisa naik 21% jadi Rp 11,12 triliun ketimbang tahun lalu.

Pendapatan ini banyak berasal dari penjualan REIT. Tapi, margin kotor LPKR menipis dari 45,8% pada tahun lalu menjadi 45,2% tahun ini. Untuk periode yang sama, laba bersih LPKR diprediksi masing-masing Rp 1,26 triliun dan Rp 1,89 triliun.

Maula Andini Putri, analis Ciptadana Securities, menambahkan, sama seperti pemain lain, LPKR masih belum sepenuhnya terbebas dari lesunya daya beli. Ditambah lagi kondisi ekonomi makro belum pulih, dan stimulus belum menunjukkan dampak signifikan.

Maula memprediksi kinerja LPKR bakal lebih rendah dari prediksi sebelumnya. Maula menurunkan prediksi pendapatan LPKR di 2015 dari Rp 11,21 triliun jadi Rp 10,49 triliun. Dia pun memangkas prediksi laba bersih LPKR tahun 2015 dari Rp 2,21 triliun menjadi Rp 1,65 triliun.

Sementara untuk 2016, pendapatannya diprediksi Rp 12,92 triliun dengan posisi laba bersih Rp 2,92 triliun. Kendati masih banyak sentimen negatif, masih ada sejumlah faktor yang bisa menopang kinerja LPKR. Salah satunya adalah bisnis rumah sakitnya yang terus tumbuh.

"Ini bisa menjadi mesin pertumbuhan baru bagi LPKR," ujar Maxi Liesyaputra, analis KDB Daewoo Securities dalam riset 12 Januari lalu.

LPKR sedang berada dalam tahap awal mengembangkan bisnis rumah sakit dengan bendera Rumah Sakit Siloam.

Sepanjang kuartal tiga tahun lalu, bisnis ini berkontribusi 45% terhadap pendapatan konsolidasi LPKR yang tercatat Rp 6,59 triliun. Bandingkan dengan kontribusi periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 39%.

Makanya, Maxi merekomendasikan trading buy LPKR dengan target Rp 1.175 per saham. Sanni merekomendasikan jual dengan target Rp 1.132 per saham. Maula memberi rekomendasi tahan dengan target Rp 1.250 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie