Menakar potensi budidaya pohon ulin (bagian 2)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. EUSIDEROXYLON zwageri atau yang akrab disebut pohon ulin atau bisa juga pohon bulian merupakan jenis tanaman dipterocarpaceae yang tumbuh di kawasan hutan Kalimantan.

Ulin sendiri merupakan salah satu jenis kayu hutan tropis basah yang tumbuh secara alami di wilayah Sumatra bagian selatan serta Kalimantan. Adapun tinggi pohon ulin bisa mencapai 50 meter (m) dengan diameter pohon bisa mencapai sekitar 120 centimeter (cm).

Supardi, penjual bibit sekaligus pembudidaya pohon ulin asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur menjelaskan, bahwa proses budidaya pohon ulin tergolong agak rumit dan butuh ketelatenan. Pasalnya, bibit alami pohon tropis ini mulai sulit ditemukan di alam alias sudah mulai langka. Tak heran jika proses budidaya pohon itu, terutama proses pembuatan bibitnya cukup rumit.


Adapun bibit pohon ulin sendiri berasal dari biji buah ulin. Biasanya, buah pohon ulin berbuah di periode tertentu, yakni mulai bulan Juli hingga Oktober. Setelah berbuah, daging buah akan lepas dari biji memalui proses pembusukan selama satu bulan sampai dua bulan. "Biji berwarna putih gading dengan kulit biji yang cukup keras itulah yang menjadi calon bibit," jelas Supardi kepada KONTAN.

Nah, untuk memecahkan kulit biji yang keras dapat dilakukan skarifikasi dengan merendam dalam air selama 2 jam. Setelah itu biji ulin dikeringkan dan dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari. Cara skarifikasi juga bisa dilakukan dengan menggunakan bantuan alat yang tajam untuk merusak kotilendon.

Setelah kulit biji terkelupas, biji ulin bisa dipindah ke media lain untuk mengembangkan proses perkecambahan. Agar proses perkecambahan berhasil, Supardi menyarankan supaya bibit pohon ulin perlu disiram secara rutin, dua hari sekali.

Selain itu, pemberian pupuk juga harus diberikan secara rutin. "Faktor kelangkaan pohon ulin biasanya disebabkan pertumbuhan yang lambat, tingkat keberhasilan perkecambahan yang kecil, serta pembalakan hutan liar," tutur Supardi.

Sedangkan proses perkecambahan ulin dapat dilakukan langsung dengan menggunakan kantong plastik atau melalui bedeng tabur. Biasanya benih mulai berkecambah pada hari ke 33 sampai siap sapih pada hari ke 69 (umur 8 minggu). Dengan cara tersebut diperoleh hasil prosentase kecambah di atas 95%.

Abdul Muidz, pembibit asal Majalengka, Jawa Barat mengungkapkan penyiraman secara rutin harus dilakukan selama proses pemeliharaan bibit agar menghasilkan bibit unggul. Penyiraman dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu hari.

Sedangkan untuk proses pemupukan, lebih baik dilihat dulu pertumbuhannya setelah disapih. "Kalau pertumbuhannya kurang baik baru diberi pupuk jenis NPK dengan dosis 10 gram per kantong plastik," jelasnya.

Pohon ulin sendiri bisa tumbuh subur di dataran rendah mulai dari lima meter hingga ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut. Medan tanam pun beragam, bisa miring atau juga datar. "Biasanya tumbuh terpencar atau berkelompok dalam hutan campuran, tapi sangat jarang dijumpai di habitat rawa-rawa," ucapnya.

Di Kalimantan sendiri, kayu ulin sering dipakai sebagai bahan utama untuk membuat rumah, khususnya bagi kalangan suku Dayak. Adapun kayu ulin yang bagus untuk dijadikan bahan baku rumah ialah kayu ulin yang sudah tua. Semakin tua umur kayu ulin, semakin keras kayunya.

Penggunaan kayu ulin tersebut terjadi lantaran tahan banting terhadap perubahan suhu, kelembapan, dan yang tidak kalah penting anti rayap karena kayunya yang sangat berat dan keras. Efeknya, "Harganya mahal juga karena langka, kalau sudah dijual dalam bentuk kayu, harganya bisa sampai Rp 200.000 per meter," kata Abdul.

Meski kayu ulin memiliki nilai jual tinggi dan banyak dibutuhkan oleh industri konstruksi, Abdul maupun Supardi mengatakan bahwa pohon ulin butuh waktu lama hingga bisa dipanen. Minimal 0 tahun. "Pertumbuhannya lambat, dalam setahun diameter bertambah 10 cm," ujar Supardi.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon