Menakar potensi dan prospek saham GoTo ketika IPO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pencatatan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) GoTo menjadi salah satu perhelatan yang ditunggu-tunggu banyak pihak. Nah, beredar kabar bahwa GoTo hanya akan melepas porsi saham ke publik sebanyak 7,5% saja saat IPO nanti.

Sebenarnya, hal ini sah-sah saja mengingat Bursa Efek Indonesia (BEI) memang menerapkan aturan minimum jumlah saham publik yang beredar atau free float sebesar 7,5%. Hanya memang, besaran tersebut tetap tergolong kecil. Sebagai perbandingan, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) melepas 25,76 miliar saham atau setara 25% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.

Pengamat Pasar Modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengungkapkan, meski porsi saham publik GoTo kemungkinan hanya 7,5%, hal ini tidak akan mempengaruhi daya tarik GoTo di mata calon investor.


Untuk saat ini, GoTo jelas masih dalam posisi keuangan yang merugi. Namun, untuk jangka panjang, saham GoTo ketika resmi IPO nanti jelas berprospek positif. Sebab, baik Gojek maupun Tokopedia sama-sama berstatus sebagai pemimpin pasar di bidangnya masing-masing.

Baca Juga: Peta ekosistem keuangan digital meluas ke sektor ritel offline

“Mungkin dari situ, para investor awal dan founder GoTo tidak benar-benar ingin melepas saham karena prospeknya menarik, sehingga mereka hanya melepas 7,5% saham ke publik,” ungkap dia, Selasa (12/10).

Kendati potensi saham publik yang beredar hanya 7,5%, hampir bisa dipastikan bahwa saham GoTo tetap likuid dan ramai diperdagangkan oleh banyak investor. Sebab, biar bagaimanapun jumlah lembar saham yang dilepas GoTo bakal tetap besar.  “Jadi, bisa saja ada lebih dari ratusan miliar saham yang dilepas oleh GoTo biarpun secara porsi hanya 7,5%,” tutur Teguh.

GoTo digadang-gadang akan melantai di bursa saham Indonesia pada tahun 2022 mendatang. Setelah itu, GoTo juga akan menggelar IPO di bursa saham Amerika Serikat.

Teguh berpendapat, sukses tidaknya IPO GoTo kelak juga akan dipengaruhi oleh kondisi pasar saham Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.

Sebagai perbandingan, kesuksesan BUKA meraup dana segar dari IPO hingga Rp 21,9 triliun dipengaruhi oleh kondisi pasar saham domestik yang sedang tertekan akibat dampak pandemi Covid-19. Emiten-emiten big caps tradisional pun banyak yang mengalami penurunan harga saham, termasuk penurunan kinerja keuangan.

“Investor kemudian beralih ke saham-saham berkaitan dengan teknologi atau bank digital. Makanya, Bukalapak mendapat momentum yang tepat,” terang Teguh.

Saat ini, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berangsur pulih sehingga investor kembali memburu saham-saham big caps yang telah lama beredar. Ini menjadi pertanda bahwa investor mulai percaya lagi terhadap aspek fundamental.

Dari situ, fenomena serupa kemungkinan akan kembali terjadi manakala GoTo hendak mengeksekusi rencana IPO di Indonesia. Oleh karena itu, Teguh menilai bahwa Manajemen GoTo pasti akan benar-benar cermat dan selektif memilih waktu yang tepat untuk IPO.

“Kalau sekarang, pasar saham balik lagi ke fundamentalnya, saham teknologi masih sekadar hype saja. Faktor kondisi pasar ini bisa mempengaruhi seberapa sukses GoTo IPO,” pungkas Teguh.

Selanjutnya: GoTo Resmi Menguasai 4,8% saham MLPL

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi