Menakar potensi reksadana indeks



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi yang semakin menunjukkan perbaikan mendorong penguatan di pasar saham. Terlebih lagi, tren musiman di akhir tahun yang dikenal dengan window dressing juga menjadi katalis positif dan berpeluang melanjutkan tren positifnya hingga Januari yang dikenal dengan January Effect.

Infovesta Utama dalam keterangan mingguannya yang dirilis pada Senin (13/12), mengatakan dampak kedua hal tersebut telah menguatkan kinerja indeks acuan IHSG. Meskipun sempat tertekan imbas rencana PPKM level 3 dan kekhawatiran penyebaran varian Omicron. Meredanya sentimen tersebut berhasil mengangkat kembali IHSG (+11,27% ytd) ke level Rp6,653.

Tren positif pasar saham tentunya memberikan efek terhadap indeks saham yang mana kinerjanya berjalan dengan meniru indeks acuannya. Berikut merupakan sejumlah indeks saham yang diperdagangkan di pasar.


Baca Juga: Seluruh indeks kembali menghijau, semua reksadana catat kinerja apik

Nama  YTD 1 Tahun
Indeks Harga Saham Gabungan  11.27% 12.12%
Indeks IDX30 0.97% 0.49%
Indeks SMinfra18  1.32% 5.09%
Indeks SRI-KEHATI 1.32% 1.07%
Jakarta Islamic Index -9.19% -8.92%
LQ45 1.47% 1.75%
Sepanjang 2021, mayoritas kinerja indeks mengalami penguatan dengan indeks LQ45 yang berisi saham berkapitalisasi besar paling likuid memimpin pergerakan indeks (+1,47%). Kenaikan diikuti oleh indeks IDX30 (+0,97%), SMInfra18 (1,32%) dan SRI-KEHATI (1,32%). Hanya indeks saham syariah yang membukukan kinerja negatif (JII -9,19%). Tren yang sama tampak pada kinerja indeks secara tahunan.

Infovesta Utama menyebut hal tersebut tidak serta-merta berpengaruh pada kinerja reksadana indeks. Per November 2021, dana kelolaan reksadana indeks berdenominasi rupiah mengalami penurunan dari Rp9,39 triliun menjadi Rp9,15 triliun (-2,66% ytd). Hal ini disebut disebabkan oleh pergerakan harga yang cenderung fluktuatif. 

“Ke depannya, reksadana indeks berpeluang melanjutkan kenaikan seiring dengan pulihnya ekonomi dan saham-saham blue chip yang kembali menarik perhatian para pelaku pasar di tengah menurunnya pamor saham-saham yang masuk dalam kategori new economy digital,” tulis Infovesta Utama dalam rilis mingguannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi