KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten
consumer non-cyclicals (barang konsumen primer) punya potensi yang besar untuk bersinar di tahun ini. Meski begitu, investor perlu mencermati sejumlah tantangan yang berpeluang mengadang sektor berkarakter defensif ini. Secara sektoral, IDX
consumer non-cyclicals tumbuh 7,89% sepanjang tahun 2022. Berlanjut di 2023, kinerja sektor barang konsumen primer ini cemerlang di awal tahun. Pada perdagangan perdana, Senin (2/1), IDX consumer non-cyclicals naik paling tinggi meski dengan gerak terbatas 0,59%. Sedangkan pada hari ini (3/1) melesat 1%. Analis Samuel Sekuritas Pebe Peresia menyoroti, emiten yang bergerak di bisnis konsumsi pokok (
consumer staples) punya prospek yang positif di tahun ini. Meski dihalangi laju inflasi yang tinggi, tapi Pebe melihat emiten di sektor ini punya daya tahan.
Pebe menyoroti beberapa katalis yang bisa mendorong kinerja sektor ini. Antara lain kenaikan upah minimum, kenaikan anggaran bantuan sosial, serta mulai bergulirnya tahun politik.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Rio Febrian menambahkan, tingkat konsumsi mulai kembali pulih ke arah sebelum pandemi. Sebagai gambaran, rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sepanjang 2022 berada di 119,8.
Baca Juga: IHSG Diramal Menguat Lagi pada Rabu (4/1), Ini Rekomendasi Saham dari Analis Kondisi ini menunjukkan pemulihan konsumsi masyarakat ke level pra-pandemi, dengan rata-rata IKK ada di 124,5. Di sisi lain, laju inflasi memang bisa menjadi penghambat. Inflasi Indonesia naik menjadi 5,51% secara tahunan (YoY) pada Desember 2022. Data inflasi itu lebih tinggi dari perkiraan di angka 5,39%. Level tersebut juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi pra-pandemi di kisaran 2%-3%. Hanya saja, tingkat inflasi yang cenderung terjaga di bawah 6% YoY pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada September 2022. Tingkat inflasi yang terjaga itu dapat menjadi sentimen positif bagi pertumbuhan ekonomi. "Selain itu, harga komoditas minyak yang cenderung turun beberapa bulan terakhir berpotensi mendasari penyesuaian harga BBM terutama non-subsidi, sehingga bisa memicu laju inflasi cenderung menurun," terang Rio kepada Kontan.co.id, Selasa (3/1). Research Analyst MNC Sekuritas Raka Junico dalam risetnya pada 29 Desember 2022 juga menganalisa beberapa faktor pendorong sektor konsumen. Pertama, daya beli masyarakat yang relatif terjaga. Ditopang oleh kenaikan upah minimum, kenaikan anggaran subsidi, dan efek domino tahun politik. Kedua, meningkatnya perdagangan di tempat perbelanjaan modern yang dapat mendongkrak penyerapan produk seperti
food and beverage (F&B) hingga produk perawatan diri. Ketiga, harga komoditas yang melandai, sehingga bisa memperbaiki margin laba dari harga bahan baku.
Baca Juga: PPKM Dicabut, Ini Rekomendasi Saham Pilihan Analis Sedangkan risiko yang perlu dicermati pada sektor barang konsumsi secara umum terkait kebijakan perpajakan. Misalnya saja terkait pajak cukai tembakau, produk plastik, dan minuman manis. Kemudian, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat menghambat pemulihan margin. Dari eksternal, Rio menyoroti pelonggaran kebijakan "zero covid case" di China berpotensi meningkatkan kembali
demand crude palm oil (CPO). Meski, sentimen ini mesti dicermati lebih lanjut, lantaran terjadi kenaikan kasus Covid-19 di China pasca pelonggaran. Selain itu, kebijakan ekspor CPO dari pemerintah Indonesia juga harus menjadi perhatian. Menurut Rio, CPO masih menjadi industri yang menarik diperhatikan pada sektor non-cyclicals. Bersamaan dengan saham emiten ritel yang ditaksir akan lebih banyak menghirup angin segar pasca usainya PPKM. Rekomendasi Saham Saham jagoan Rio dari emiten yang bergelut di bisnis tersebut adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (
AMRT), PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI), PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (
LSIP), dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (
SSMS). Secara teknikal, Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis Tambolang melihat MA10 dan MA20 pada gerak saham AMRT membentuk
golden cross menjadi sinyal awal
rebound. Target harga AMRT ada di level Rp 2.940. Pertimbangkan stop loss jika anjlok ke bawah Rp 2.600. Berikutnya, untuk saham AALI,
resistance breakout Rp 8.125 memvalidasi sinyal
rebound. AALI bisa dibeli dengan target harga ke level Rp 8.750 - Rp 8.850. Pertimbangkan
stop loss jika ambles ke barah Rp 7.800. Sedangkan MA10 dan MA20 LSIP berpotensi membentuk
golden cross yang menjadi sinyal awal
rebound. Bisa terkonfirmasi jika
resistance breakout Rp 1.050 dengan volume yang solid. Target harga di Rp 1.105, dan
stop loss jika anjlok ke bawa Rp 1.000.
Sementara itu, Pebe menyematkan rekomendasi buy untuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP). Raka juga menjagokan duo Indofood, yakni ICBP dengan target harga Rp 12.200 dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) dengan target harga Rp 8.050. Raka memperkirakan, rugi kurs emiten Grup Salim itu bisa diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dengan proyeksi pertumbuhan sekitar 7,7% dan 4,1% di 2023. "Mengingat kekuatan harga yang solid dan pemimpin dalam industri FMCG," kata Raka. Kemudian, Raka memberikan rekomendasi hold untuk saham PT Unilever Indonesia Tbk (
UNVR). Saham UNVR masih layak dimiliki dengan mempertimbangkan target harga Rp 4.900. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari