Menakar prospek bisnis dan saham PT Timah



JAKARTA. Harga komoditas masih menghantui sektor pertambangan. Tapi, PT Timah Tbk (TINS) sepertinya tetap mendorong produksi timah. Emiten ini bahkan sudah menyiapkan dana Rp 1,1 triliun untuk belanja modal di tahun ini. TINS ingin mempertahankan produksi antara 25.000-30.000 ton di tahun ini.

Analis Panin Sekuritas Fajar Indra dalam riset 31 Oktober 2014 mengatakan, TINS mampu menggenjot produksi timah menjadi 26.095 ton di tahun ini, dengan volume penjualan naik ke 25.131 ton. Namun, TINS harus berhadapan dengan penurunan harga jual timah.

Fajar memperkirakan, rata-rata harga jual atau average selling price TINS tahun ini adalah US$ 21.257 per ton. Sedangkan di tahun lalu, US$ 22.623 per ton. Saat ini TINS masih harus berjibaku menghadapi melemahnya permintaan timah dunia. Di tahun ini, harga timah dunia diperkirakan berada di angka US$ 20.966 per ton.


Andy Wibowo Gunawan, Analis Sucorinvest Central Gani, dalam riset 10 Desember 2014, yakin, harga jual rata-rata TINS tahun ini akan meningkat menjadi US$ 25.440 per ton. Ini bisa terjadi jika permintaan komoditas timah meningkat. Seiring membaiknya kondisi ekonomi di Amerika Serikat dan stimulus European Central Bank (ECB) dapat meningkatkan kegiatan manufaktur Eropa.

Jika ini terjadi, Kepala Riset Woori Korindo Securities Reza Priyambada memproyeksikan, harga timah bisa lebih dari US$ 25.000 per ton dengan volume penjualan 24.220 ton. Namun, jika harga timah tidak sesuai ekspektasi, Fajar memproyeksikan, TINS menunda penjualan timah untuk menggenjot laba bersih. Tapi ini bakal menurunkan likuiditas TINS. "TINS berpotensi mengalami kesulitan likuiditas modal kerja dalam setahun sampai dua tahun ke depan," kata dia.

Kinerja keuangan TINS bakal terangkat dengan adanya pabrik percobaan rare earth mineral yang bakal rampung di kuartal I-2015. Rare earth mineral ini akan menghasilkan bahan pembuatan layar televisi, laptop, handphone dan sebagainya.

Karena itu Andy memproyeksikan, penjualan TINS tahun ini tumbuh 11,3% dari estimasi pendapatan tahun lalu yang sekitar Rp 6,19 triliun menjadi Rp 6,89 triliun. Laba diproyeksikan melejit 58,49% dari estimasi 2014 di Rp 696,5 miliar menjadi Rp 1,1 triliun. Asumsinya, TINS menjaga efisiensi, karena penurunan harga minyak mentah dan gas alam.

Sekitar 15%, biaya produksi TINS berasal dari bahan bakar. Sementara menurut Fajar, tahun ini TINS akan meraup pendapatan Rp 6,53 triliun dan laba Rp 608 miliar. Andy menyarankan, beli di Rp 1.550. Reza merekomendasikan, hold dengan target Rp 1.210.

Dan Fajar merekomendasikan netral dengan target Rp 1.225. Harga TINS melemah 1,32% di Rp 1.120 per saham, Kamis (5/2). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa