KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebutuhan pusat data (data center) semakin krusial di tengah lompatan tren digitalisasi. Sejumlah perusahaan dari dalam dan luar negeri pun semakin ramai mengembangkan data center di Indonesia. Lalu, bagaimana prospek industri data center ke depan? Otto Toto Sugiri, Presiden Direktur PT DCI Indonesia Tbk (DCII) memaparkan tentang peluang dan tantangan data center di Indonesia. Dari sisi permintaan, Toto memperkirakan, kebutuhan data center bisa tumbuh rata-rata sekitar 20% per tahun. Sejalan dengan itu, kapasitas data center terus meningkat. Pada tahun depan, diprediksi kapasitas data center yang tersedia di Indonesia bisa tumbuh berganda dari posisi saat ini, menjadi sekitar 200 megawatt (MW).
"Kalau kita lihat dari sisi pembangunan yang saat ini sedang terjadi di Indonesia, marak pemain-pemain asing maupun lokal yang membangun data center," kata Toto dalam public expose DCII yang digelar secara virtual, Rabu (31/8).
Baca Juga: DCI Indonesia (DCII) Estimasikan Penggunaan Capex Hingga Rp 500 Miliar pada Tahun Ini Meski tidak membeberkan skema harga dalam kontrak data center, tapi Toto memprediksi bahwa harga data center di Indonesia akan semakin murah. Alasannya, semakin banyaknya pemain dan tambahan kapasitas membuat industri semakin kompetitif. "Dengan adanya kompetisi dan skala yang kita miliki, otomatis perseroan akan ditantang untuk memberikan harga yang lebih murah. Jadi secara tren harga saya prediksi akan turun dengan masuknya pemain-pemain baru," terang Toto. Dengan begitu, tantangan bagi perusahaan data center seperti DCII ke depannya adalah bagaimana menjaga tingkat margin EBITDA agar tetap bisa mencetak pertumbuhan laba secara sehat. Untuk itu, perusahaan data center juga dituntut lebih efisien agar bisa mencetak margin EBITDA di atas 50% sesuai dengan rata-rata dunia pada industri ini. Adapun, EBITDA margin DCII saat ini berada di angka 66%. Jika penurunan harga terjadi, Toto menyebut bahwa margin EBITDA akan terpangkas. Meski begitu, Toto optimistis dengan strategi operasional yang lebih efisiensi, DCII tetap bisa menjaga margin di atas 50%. "Ini menunjukkan bahwa kami cukup efisien dalam beroperasi. Kalau prediksi ke depan harga turun, terutama untuk customer besar, EBITDA margin akan menurun, tapi kami masih di atas standar rata-rata data center," terang Toto. Dengan total kapasitas 52 MW, saat ini DCII menjadi pemimpin pasar data center di Indonesia dengan market share 56%. Saat ini pun DCII terus gencar ekspansi pembangunan data center dan DCI Platform multiple locations dengan penggunaan energi bersih. Toto menyebut ada tiga tantangan utama yang dihadapi DCII dan industri data center secara umum. Pertama, permintaan pasar yang dinamis di tengah bertambahnya pemain baru di industri data center. Kedua, kenaikan harga listrik. Ketiga, komitmen untuk mengurangi emisi karbon. "Strategi menghadapi tantangan ini adalah meningkatkan efisiensi dalam menjalankan operasional data center, di antaranya mengimplementasikan teknologi artificial intelligence dan menerapkan hyperscale design, serta penggunaan green energy," jelas Toto. Payung hukum keamanan data Selain dari sisi bisnis dan operasional, Toto juga menyoroti soal keamanan data. Pria yang masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia 2021 versi Forbes ini menegaskan, pengelola data center dan masing-masing tenant menjaga keamanan data secara fisik maupun cyber.
Namun, industri juga membutuhkan payung hukum perlindungan data. Oleh sebab itu, Undang-undang Perlindungan Data atau General Data Protection Regulation (GDPR) menjadi penting sebagai instrumen legal dalam melindungi data konsumen. "Jadi secara framework hukumnya juga harus diperjelas di sana. Sisanya, industri menjaga masing-masing kerahasiaan data pelanggan, sementara menunggu payung hukum secara lebih jelas," tandas Toto.
Baca Juga: Capex DCI Indonesia (DCII) Tahun Ini Mayoritas untuk Ekspansi Data Center Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat