Menakar prospek emiten BUMN di proyek kereta cepat



JAKARTA. Prospek dua emiten pelat merah di Konsorsium BUMN yang ditunjukkan pemerintah menggarap proyek kereta api cepat Jakarta- Bandung yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Jasamarga Tbk (JSMR) masih cukup positif.

Keduanya bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Perkebunan Nusanatra VIII( PTPN VIII) tergabung dalam konsorsium BUMN akan menggarap proyek tersebut bersama Konsorsium enam perusahaan Tiongkok yang dipimpin China Railway Corporation (CRC).

Meskipun tak didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta tidak mendapat jaminan pemerintah, Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana proyek tersebut.


Presiden telah mengizinkan konsorsium BUMN mencari pendanaan melalui penerbitan obligasi, pinjaman dari lembaga keuangan dan pendanaan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

Sesuai proposal yang diajukan CRC, kebutuhan investasi proyek kereta api cepat tersebut mencapai US$ 5,5 miliar atau setara dengan Rp 78 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300.

Sebesar 60% atau US$ 3,3 miliar atau Rp 47,19 triliun kebutuhan dana akan dipenuhi konsorsium BUMN dan 40% sisanya dipenuhi CRC.

Namun, Suradi Wongso, Sekretaris Perusahaan WIKA mengungkapkan, nilai proyek dan porsi kepemilikan dalam proyek tersebut masih dibahas kedua konsorsium.

"Nilai dan share-nya belum final tapi yang pasti akan lebih banyak menggunkan lokal konten," katanya pada KONTAN baru-baru ini.

Sebelumnya, Menteri BUMN telah menginstruksikan agar konsorsium BUMN menggunakan 25% kas internal untuk mendanai proyek tersebut dan 75 % bisa menggunakan pinjaman perbankan.

Jika mengacu pada nilai proposal CRC maka dana eksternal yang harus disediakan konsorsium BUMN mencapai Rp 35,3 triliun.

Baru-baru ini, keempat perusahaan BUMN yang telah ditunjuk menggarap proyek tersebut telah membentuk perusahaan patungan yakni PT Pilar Sinergi BUMN.

WIKA menggengam kepemilikan mayoritas yakni 38% dan JSMR mengempit 12%. Sementara KAI dan PTPN VIII masing-masing memiliki porsi 25%.

Dengan demikian WIKA membutuhkan dana eksternal sekitar Rp 13,4 triliun dan JSMR Rp 4,22 triliun.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri menilai kedua emiten BUMN tersebut masih memiliki ruang yang cukup jika hendak mengandalkan pinjaman untuk menggarap proyek tersebut.

Pasalnya, rasio utang terhadap ekuitas (DER) masih dibawah 2 kali. Per Juni 2015, DER WIKA tercatat 1,82 kali dan JSMR 1,76 kali.

Menurutnya, konsorsium BUMN tersebut tidak akan kesulitan mendapat pinjaman dalam jumlah jumbo karena bisa menjalin kerjasama dengan tiga bank BUMN yang baru-baru ini mendapat pinjaman dari China Development Bank (CDB) sebanyak US$ 3 miliar.

"Mereka bisa pinjam ke bank BUMN tersebut dengan bunga yang lebih rendah," kata Hans.

Namun, dia melihat pendanaan proyek Kereta api cepat tersebut lebih baik menggunakan penerbitan obligasi dollar AS.

Pasalnya, bunga USD bond saat ini jauh lebih rendah dari pada obligasi rupiah sementara prospek rupiah satu hingga dua tahun ke depan menurutnya akan semakin membaik.

Sehingga saat proyek rampung sesuai target tahun 2018, bunga yang akan dibayarkan akan lebih rendah.

Hans melihat prospek WIKA setelah masuk proyek tersebut masih cukup positif.

Menurutnya, perseroan tidak akan terganggu dalam melakukan pendaan pada proyek lain karena telah disetujui mendapat PMN tahun 2016 sebesar Rp 4 triliun.

Kendati sama-sama mendapat PMN tahun 2016, Hans melihat prospek JSMR tidak terlalu positif setelah masuk pada proyek kereta api cepat.

Pasalnya, dengan beroperasinya proyek tersebut akan mengurangi traffic tol yang dikelola perseroan saat ini.

“Sebaiknya, dia konsen saja di jalan tol karena masih banyak proyek tol yang bisa dia bidik,” kata Hans.

William Suryawijaya, Analis Asjaya Indosurya mengatakan prospek kedua emiten BUMN tersebut masih cukup positif setelah masuk proyek Kereta Api Cepat.

Pasalnya, proyek tersebut memiliki prospek yang cukup menjanjikan.

“Selanjutnya yang penting adalah bagaimana komitmen keduanya menyelesaikan proyek tersebut,” katanya.

Menurutnya, pendanaan proyek tersebut tidak akan mengganggu ekpansi keduanya di proyek-proyek lain.

Dengan strategi menagemen JSMR dan WIKA masih tetap mampu mencari pendanaan untuk menggarap proyek lain.

William merekomendasikan buy untuk saham WIKA dan JSMR dnegan target harga masing-masing Rp 3.800 dan Rp 6.400.

Demikian juga Hans masih mempertahankan buy untuk keduanya.

Hanya saja, dia menurunkan target WIKA dari Rp 3.900 menjadi Rp 3.200 karena tekanan nilai tukar terhadap sektor kontruksi.

Sendangkan target JSMR Rp 5.500.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto