Menakar prospek emiten pakan ternak



JAKARTA. Kinerja sektor pakan ternak di sepanjang tahun 2014 kompak mengalami penurunan. Hal ini lantaran emiten pakan ternak tertekan dengan kenaikan beban.

PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) mencatat penjualan Rp 29,1 triliun, naik 13,6% dari sebelumnya Rp 25,6 triliun. Namun, laba bersihnya turun 32% menjadi Rp 1,7 triliun.

Demikian juga dengan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Perseroan membukukan penjualan Rp 24,5 triliun atau tumbuh 14,5% dari sebelumnya Rp 21,4 triliun. Sementara laba bersihnya turun 44,16% menjadi Rp 332,4 miliar.


Hal serupa dialami oleh PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN). Penjualan MAIN tahun lalu naik 7,1% menjadi Rp 4,5 triliun. Sayangnya, perseroan menanggung rugi Rp 84,7 miliar. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2013 di mana perseroan mencetak laba sebesar Rp 241,6 miliar.

Michael Ramba, analis Buana Capital mengatakan, adanya kelebihan pasokan anak ayam usia sehari (DOC) dan ayam broiler menjadi penyebab menurunnya kinerja sektor pakan ternak. Hal ini terjadi sejak pertengahan tahun 2014.

Kala itu, produsen meningkatkan produksi DOC dan broiler untuk mengantisipasi permintaan menjelang hari raya Idul Fitri. "Setelah hari raya, ada kelebihan pasokan yang membuat harga turun jauh hampir 50%," ujar Michael kepada KONTAN, Senin (6/4).

Michael memaparkan, harga produksi DOC sekitar Rp 3.800 - Rp 4.000 per ekor. Sementara harganya turun hingga di bawah Rp 3.000 per ekor. CPIN sempat mengakalinya dengan menjual DOC bersama dengan pakan ternak. Namun demikian, perseroan tidak bisa menaikkan harga DOC.

Analis Reliance Securities, Robertus Yanuar Hardy mengatakan, penuruanan kinerja emiten poultry disebabkan oleh beberapa hal. Selain adanya kelebihan pasokan DOC dan broiler, emiten poultry tertekan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Maklum, bahan baku pakan ternak berasal dari jagung dan kedelai.

Untuk kedelai, produsen pakan ternak harus mengimpor dari luar negeri. Demikian juga dengan jagung, jika pasokan dari dalam negeri kurang. "Proses produksi yang lain juga mengalami kenaikan biaya, misalnya naiknya tarif listrik dan upah pegawai," ujar Robert.

Menurut Michael, harga jual pakan ternak mengalami peningkatan. Sayang, hal tersebut tak mampu mengompensasi penurunan harga DOC dan broiler. Di satu sisi harga komoditas bahan baku pakan ternak sedang turun. Namun, di sisi lain, rupiah terus melemah sehingga produsen tak bisa mengambil banyak untung dari penjualan pakan ternak.

Harga DOC dan ayam broiler saat ini sudah mulai beranjak naik. Hal ini sebagai dampak dari pembatasan produksi DOC dan broiler oleh para produsen. Namun, Michael melihat pasokan DOC belum akan kembali normal hingga semester I-2015.

 Jika pasokan kembali normal, maka emiten poultry bisa meningkatkan kinerja di semester II-2015. Apalagi, ada peluang naiknya permintaan menjelang hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli.

Sementara untuk harga pakan ternak, Michael memperkirakan tetap stabil hingga tahun 2016. Hal ini menjadi katalis positif bagi emiten poultry. Namun kembali lagi, pelemahan nilai tukar rupiah tetap menjadi tantangan di tahun ini.

Menurut Michael, CPIN sebagai pemain besar memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan harga bahan pakan ternak yang lebih murah. Hal ini lantaran CPIN langsung mengimpor dalam jumlah besar. Sementara bagi pemain yang lebih kecil seperti JPFA dan MAIN, bahan baku pakan ternak dibeli dari importir sehingga harganya lebih mahal.

Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) tahun lalu juga turut menggerus margin sektor poultry. Tahun ini, Robert melihat harga BBM cenderung turun meski tidak stabil. Robert memperkirakan, emiten poultry mampu meningkatkan penjualan tahun ini. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus membaik. Namun, margin emiten poultry belum bisa tumbuh signifikan.

"Tekanan rupiah belum selesai, demikian juga dengan masalah kelebihan pasokan," imbuhnya. Robert berharap pemerintah bisa turut andil dalam mengendalikan pasokan DOC di pasar sehingga harganya pun bisa membaik.

Baik Robert maupun Michael menyukai CPIN diantara emiten lainnya. Alasannya, CPIN merupakan market leader di sektor poultry. Menurut Robert, sebagai market leader CPIN memiliki kemampuan untuk mengendalikan harga. Selain itu, jangkauan pasar CPIN Juga lebih luas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto