KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri jasa Testing, Inspection dan Certification (TIC) diperkirakan akan semakin prospektif di tengah fokus mencapai aspek
Environment, Social and Governance (ESG). Bursa Efek Indonesia (BEI) pun akan kedatangan emiten baru yang bergerak di jasa TIC, yakni PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU). Dalam prospektusnya, MUTU menggelar penawaran umum perdana saham alias
Initial Public Offering (IPO) dengan menawarkan sebanyak 942,85 juta saham. Jumlah itu setara 30% dari modal ditempatkan dan disetor dengan nilai nominal Rp 25 setiap saham. MUTU mematok harga penawaran sebesar Rp 108 per saham. Dengan begitu, MUTU berpotensi meraih dana segar sebesar Rp 101,82 miliar lewat aksi IPO ini. Bersamaan dengan IPO, MUTU juga menerbitkan sebanyak 235,71 juta Waran Seri I.
Setelah melalui masa
book building pada 12-24 Juli 2023, proses IPO MUTU berlanjut ke masa penawaran umum yang berlangsung pada 2-7 Agustus 2023. Sedangkan tanggal pencatatan saham dan Waran Seri I MUTU di BEI dijadwalkan pada 9 Agustus 2023. MUTU merupakan afiliasi PT Mitra Investindo Tbk (MITI). Hubungan afiliasi terjadi lewat PT Inti Bina Utama (IBU) secara langsung dan PT Baruna Bina Utama (BBU) secara tidak langsung melalui PT Prime Asia Capital yang merupakan pemegang saham MITI. BBU dan IBU terhubung melalui PT Sentra Mutu Handal yang merupakan pemegang saham MUTU.
Baca Juga: Perdagangan Karbon Jadi Modal Mutuagung Lestari (MUTU) Kembangkan Pilar Green Economy Prospek dari Pemenuhan ESG
PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU International) mengklaim sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon yakni sudah diakreditasi sebagai Lembaga Validasi dan Verifikasi (LVV) Gas Rumah Kaca (GRK) oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kegiatan validasi dan verifikasi ini adalah salah satu dari bisnis utama MUTU. MUTU International telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada tahun 2022. Kini, MUTU sudah melayani lebih dari 4.000 pelanggan untuk layanan TIC yang tersebar di China, Vietnam, Malaysia, Timur Tengah, Jepang dan beberapa negara Asia Pacific. MUTU International juga melakukan verifikasi terhadap Laporan Emisi Tahunan yang dibuat oleh maskapai penerbangan melalui program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), sebuah skema yang dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam upaya dunia internasional dalam mengurangi gas buang CO2 pada penerbangan internasional. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan bursa perdagangan karbon yang ditargetkan meluncur September 2023 dan akan dilakukan di BEI. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia mencapai target
nationally determined contribution (NDC) sebesar 29%–41% pada 2030 serta
net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada 2060.
Baca Juga: Bakal IPO, Mutuagung Lestari Incar Dana Hingga Rp 103 Miliar Pemerintah memperkirakan potensi perdagangan karbon dalam negeri mencapai US$ 1 miliar - US$ 15 miliar atau setara Rp 225,21 triliun per tahun. Estimasi merujuk keterangan yang pernah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi potensi perdagangan karbon Indonesia bisa mencapai Rp 350 triliun. Indonesia juga mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon. Estimasi itu diperoleh dari luas hutan hujan tropis (25,18 miliar ton karbon), hutan mangrove (33 miliar ton karbon), dan luas lahan gambut (55 miliar ton karbon). Perdagangan karbon di Indonesia diperkirakan dapat mencapai US$ 300 miliar per tahun. Pakar pasar modal yang juga CEO Daksanaya Manajemen, Pardomuan Sihombing, menyampaikan perusahaan yang berfokus pada ESG, perdagangan karbon, dan ekonomi hijau berbasis sumber daya alam memiliki potensi bisnis yang apik. Hal ini juga tercermin dari indeks saham berbasis ESG di BEI yang terus meningkat di atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Baca Juga: Gencar Ekspansi, Mutuagung Lestari (MUTU) Akan Bangun 5 Laboratorium Anyar “Saham-saham berbasis ESG bisa menjadi pilihan menarik investor saat ini dan berpotensi memberi keuntungan pada masa mendatang atau
capital gain," ungkap Pardomuan lewat keterangan tertulis yang disiarkan Senin (31/7). Tingginya minat investor untuk saham-saham berbasis ESG seiring dengan dinamika dan kebutuhan global yang semakin menyadari isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola berkelanjutan. Dalam hal ini, Pardomuan melihat industri jasa TIC memiliki peran penting dalam proses strandardisasi. "Apalagi kebutuhan sertifikasi terkait dengan ESG ke depan semakin tinggi. Di Indonesia sendiri perusahaan dituntut menerapkan pembangunan berkelanjutan baik menyangkut
green economy di
natural resources, sharia economy dan
digital economy," tandas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati