Menakar Prospek Pasar Saham di Era Suku Bunga Tinggi



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. The Fed diperkirakan masih akan menahan suku bunga pada pertemuan FOMC tanggal 19 – 20 September 2023. Suku bunga tinggi yang dipertahankan lebih lama bakal berimplikasi pada kebijakan moneter negara-negara dunia.

Senior Portfolio Manager Equity Senior Portfolio Manager Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma menilai, kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) saat ini berada pada level paling restriktif sejak 2009, setelah menaikkan suku bunga dari 0,25% ke 5,5% sejak tahun lalu.

Tekanan inflasi AS saat ini dinilai sudah lebih melandai serta tekanan di sektor tenaga kerja juga mulai mereda. Efek tertunda dari akumulasi kenaikan suku bunga juga mulai semakin terasa di ekonomi, sehingga The Fed diperkirakan sudah mencapai puncak dari kenaikan suku bunganya.  


Baca Juga: Catat Saham-Saham yang Paling Banyak Dikoleksi Asing Sepanjang Pekan Ini

Hanya saja, The Fed diperkirakan masih menahan suku bunga di level tinggi dalam jangka waktu lebih lama (higher for longer). Data ekonomi AS yang lebih baik dari ekspektasi akan memaksa The Fed untuk tidak buru-buru menurunkan suku bunga, terutama karena risiko inflasi dinilai lebih besar ketimbang risiko pelemahan ekonomi.

Bank Indonesia (BI) diproyeksi juga akan mempertahankan tingkat suku bunga di level saat ini 5,75%. BI mengindikasikan bahwa masih terdapat alat kebijakan moneter selain mengubah suku bunga acuan yang dapat digunakan BI untuk menjaga stabilitas Rupiah seperti melakukan intervensi valuta asing dan menjaga imbal hasil obligasi di level menarik.

“Potensi turunnya suku bunga The Fed akan mulai terlihat apabila terdapat pelemahan kondisi ekonomi AS,” jelas Samuel dalam siaran pers, Jumat (15/9).

Menurut Samuel, kondisi suku bunga tinggi dapat memberi tantangan bagi kebijakan moneter negara lain. Sebab posisi suku bunga AS sebagai acuan dunia dapat membatasi ruang gerak bank sentral negara lain untuk mengubah suku bunga.

Baca Juga: Cermati Saham-Saham yang Paling Banyak Dijual Asing Selama Sepekan

Selain itu, higher for longer dapat memicu apresiasi dolar AS yang bisa memberi tekanan terhadap mata uang negara lain. Pada akhirnya, penguatan USD akan memaksa bank sentral lain untuk menahan tingkat suku bunga di level tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Kondisi suku bunga tinggi juga akan mendorong perusahaan untuk lebih bijak dalam mengalokasikan modal. Era suku bunga tinggi akan menyebabkan biaya pendanaan lebih mahal dan mendorong perusahaan untuk mengalokasikan modal dengan lebih efisien dan efektif.

“Positifnya, kondisi ini dapat menghasilkan kinerja dan profil laba emiten yang lebih berkualitas karena didorong oleh meningkatnya produktivitas, bukan karena leverage dari utang,” kata Samuel.

Editor: Noverius Laoli