Menakar prospek saham BUMI selagi masih defisiensi modal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tak pernah lepas dari perhatian pasar. Pelaku pasar kini mempertanyakan posisi keuangan BUMI yang masih mengalami defisiensi modal.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2018, defisiensi modal BUMI tercatat US$ US$ 378,57 juta. Angka itu naik 32% dibanding Desember 2017 US$ 286,35 juta.

Meski demikian, dalam kondisi restrukturisasi utang yang sudah berjalan, defisiensi modal itu justru menjadi peluang. "Disarankan beli BUMI sebelum defisit berbalik menjadi surplus," ujar Robertus Yanuar Hardy, analis Kresna Sekuritas, Selasa (22/5).


Defisiensi itu muncul karena laporan keuangan BUMI memasukkan faktor jumlah utang. Karena restrukturisasi utang sudah berjalan, maka tinggal masalah waktu angka utang tersebut berbalik menjadi positif.

BUMI tengah memproses pembayaran tranche A dan B. Keduanya punya nilai US$ 1,2 miliar. Pembayarannya diperkirakan memakan waktu sekitar 60 bulan. Tapi, jika harga batubara tetap oke, prosesnya bisa dipercepat menjadi hanya 18 bulan hingga 24 bulan.

Robertus menambahkan, berkurangnya beban utang BUMI secara bertahap juga sudah mulai terlihat. Hal itu sudah terbukti dari kenaikan laba bersih 2% jadi US$ 90,16 juta di kuartal I-2018.

Kenaikannya memang hanya 2%. Tapi, perlu dicatat, kenaikan itu bukan karena efek pencatatan manfaat tax amnesty dan revaluasi aset dalam laporan keuangan. "Itu artinya ada pertumbuhan kinerja operasional berupa volume produksi, penjualan dan harga batubara yang naik signifikan," jelas Robertus.

Analis menilai kinerja BUMI mulai membaik. Valuasi sahamnya juga masih murah, yakni setara dengan price to earning ratio (PER) 3,23 kali.

Jadi, menurut Robertus, defisiensi modal BUMI saat ini justru menjadi peluang tambahan untuk masuk ke BUMI. "Kalau sudah surplus, nanti book value jadi positif, valuasinya naik," ujar dia.

Robertus merekomendasikan buy saham BUMI dengan target harga Rp 560 per saham. Kemarin, saham BUMI turun 6 poin ke level Rp 252 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati