Menakar saham Garuda saat diterpa badai skandal



JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk terkena turbulensi. Maskapai nasional ini terseret skandal suap yang dilakukan Rolls Royce dan diduga melibatkan mantan direktur utamanya, Emirsyah Satar.

Saham emiten berkode GIAA ini pun sempat anjlok gara-gara berita ini. Kamis (19/1), harga saham GIAA turun 2,26% dan turun lagi 2,31% sehari setelahnya. Kemarin, GIAA ditutup di Rp 340 per saham, naik 0,59% dibanding penutupan sebelumnya.

Toh, analis menilai fundamental GIAA tidak akan terganggu. "Sejauh ini tidak ada pengaruh signifikan karena kasusnya lebih berpengaruh secara personal dan tidak kepada perseroan," kata Zabrina Raissa, analis Ciptadana Securities, Selasa (24/1).


Analis Bahana Securities Gregorius Gary juga sepakat kasus yang menjerat Emirsyah tidak akan mempengaruhi performa GIAA. Meski demikian, kasus itu memungkinkan perseroan melakukan overstated asset.

Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Taye Shim juga menilai masih terlalu dini untuk menilai kasus suap tersebut terhadap kinerja perseroan. "Namun demikian, investor yang ingin masuk bisa melihat tata kelola perusahaan dan menilai dampak potensial dari risiko terhadap reputasi yang meningkat," papar dia.

Analis yakin fundamental emiten ini akan kembali mendongkrak harga saham. Terlebih manajemen GIAA optimistis kinerja di kuartal IV-2016 lebih mentereng ketimbang kuartal III-2016.

Pemicunya, libur panjang sekolah, Natal dan tahun baru. Berkat layanan haji dan peningkatan okupansi di rute-rute baru, kinerja GIAA di kuartal tiga cukup oke. Okupansi GIAA di rute baru, seperti penerbangan ke London, mencapai 70% di Oktober 2016.

Padahal di April okupansinya sekitar 40%-50%. Zabrina memprediksi pendapatan Garuda bisa mencapai US$ 4 miliar di akhir 2017. Angka ini naik 8,11% ketimbang proyeksi pendapatan GIAA di 2016 sebesar US$ 3,7 miliar. Sedang laba bersih diproyeksi naik hingga 220% dari US$ 5 juta jadi US$ 16 juta.

Editor: Yudho Winarto