Menakar strategi utang Alfamart



JAKARTA. PT Sumber Alfaria Tbk (AMRT) berniat menerbitkan obligasi Rp 2 triliun dengan masa jatuh tempo tiga tahun. Di tahap pertama, pengelola gerai Alfamart ini akan menerbitkan obligasi senilai Rp 1 triliun.

Sebanyak 70% dana obligasi untuk membayar utang. Sisanya ke modal kerja, seperti menambah pasokan barang. Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri, menilai, strategi refinancing AMRT adalah tanda fundamental tak sehat.

Reza Nugraha, analis MNC Securities, bilang, AMRT memiliki beban utang tinggi. Debt to equity ratio 3,6 kali. "Sebaiknya AMRT mencari utang berbunga lebih rendah dari utang terdahulu," katanya.


Di kuartal I 2014, pendapatan AMRT naik 23% year-on-year (yoy) menjadi Rp 9 triliun. Tapi laba bersih merosot 68% (yoy) menjadi Rp 10 miliar. Margin laba usaha AMRT hanya 1,1%, adapun margin laba bersih hanya 0,11%. "Berarti perusahaan tak bisa mencetak untung," kata dia.

Kiswoyo menilai, AMRT kalah bersaing dengan peritel yang lebih besar, seperti Hypermart atau Carrefour. Dari ritel sejenis, AMRT bersaing sengit dengan Indomaret. Peritel kebutuhan konsumsi biasanya meraup sedikit laba. Di sisi lain, dengan gerai menyebar, biaya transportasi pengiriman barang tinggi. "Biaya transportasi ritel yang lebih besar rendah karena lokasi sedikit," ujar Kiswoyo.

Tomin Widian, Direktur AMRT, menjelaskan, meski kupon obligasi lebih besar dari bunga bank, pihaknya tetap bisa menghemat beban keuangan. Dengan menerbitkan obligasi, jatuh tempo menjadi lebih panjang dan bunganya tetap (Harian KONTAN, 20 Mei 2014).

Sektor ritel menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Kiswoyo optimistis sektor konsumsi masih bertumbuh, didukung daya beli masyarakat.

Tahun ini, AMRT akan menambah empat distribution channel (DC) berupa gudang di Karawang, Pontianak, Lampung dan Gunung Sindur. Kehadiran DC untuk menunjang seluruh gerai baru Alfamart. Pada 2014, AMRT ingin membangun 1.200 gerai.

Tapi AMRT perlu lebih hati-hati menggelar ekspansi. Reza khawatir, gerai di luar Jakarta, apalagi luar Jawa sulit untung. Tak semua daerah punya kebutuhan sama.

Secara industri, Kiswoyo memprediksi pendapatan ritel konsumer tumbuh 10%-15%. Menurut dia, AMRT hanya akan menambah omzet, tanpa menaikkan laba jika gagal memanfaatkan peluang.

Kiswoyo merekomendasikan sell AMRT dengan target Rp 450 per saham. Reza menyarankan hold dengan target Rp 545 per saham. Analis HSBC, Permada Darmono merekomendasikan neutral dengan target Rp 560 per saham. Selasa (1/7), harga saham AMRT naik 0,97% menjadi Rp 520 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro