Menakar Tiga Pilar Sejahtera usai menjual bisnis beras



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) menjadi sorotan pasar. Selain ada perubahan komposisi kepemilikan saham AISA, sejumlah pihak berniat mengambilalih unit bisnis emiten tersebut.

Belum lama ini, sebuah perusahaan investasi asing, Fidelity Funds-Pacific, menambah kepemilikan sahamnya di AISA dari semula 5,62% menjadi 6,14%. Transaksi tersebut berlangsung pada 6 Februari dan 7 Februari 2018 (KONTAN, 15 Februari 2018).

Fidelity terus menambah kepemilikannya di AISA. Pada 15 Februari, perusahaan yang berbasis di Luksemburg ini kembali membeli saham AISA. Transaksi sebanyak dua kali, yakni 16,10 juta saham dan 16,35 juta saham atau totalnya 32,45 juta saham. Dengan harga pembelian Rp 541,57 per saham, Fidelity mengeluarkan dana Rp 17,57 miliar. Pasca transaksi, porsi saham Fidelity di AISA bertambah menjadi 6,65% saham.


Selain itu, kabar yang beredar di pasar menyebutkan, Grup Salim dan Grup Sinarmas tertarik mengambilalih bisnis beras AISA. Bahkan, proses pengambilalihan bisnis beras AISA ini konon telah memasuki proses due diligence. Keputusan mengenai hal ini kabarnya diumumkan pada Maret nanti. Grup Sinarmas maupun Grup Salim belum mengkonfirmasi kebenaran kabar tersebut.

Manajemen AISA memang masih terus menjajaki rencana divestasi lini bisnis beras. Seiring rencana itu, harga saham AISA menanjak. Pada Jumat (23/2) lalu, harga AISA ditutup melonjak 22,02% menjadi Rp 665 per saham.

Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Nainggolan menilai, harga saham AISA saat ini terbilang murah. Dia mencatat, valuasi bisnis makanan ringan AISA di Rp 400 per saham.

Lalu bisnis beras yang akan didivestasikan dengan nilai estimasi Rp 3 triliun, menurut Alfred, memiliki valuasi sebesar Rp 200 per saham. Jika nanti bisnis beras ini diminati, perhitungan harga ini bagi Alfred bisa disebut fair value. “Kalau bisnis beras bisa dijual, sudah pasti harga saham AISA tidak bisa di bawah Rp 500 per saham,” kata Alfred.

Analis Infinitum Advisory Ibrahim menyebutkan, valuasi AISA cukup murah setelah menurun signifikan terkait kasus beras. Sebelum kasus tersebut, dia mencatat harga AISA masih bertengger di level Rp 1.605 per saham. “Cukup layak dikoleksi,” tutur Ibrahim, Jumat (23/2) lalu.

Analis NH Korindo Sekuritas Joni Wintarja mencatat, saat ini AISA diperdagangkan pada price to earning ratio (PER) estimasi 2018 sebesar 5,7 kali. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata PER AISA dalam tiga tahun terakhir, yakni 16,9 kali.

Saat ini Joni memasang target Rp 550 per saham. Target harga ini mengimplikasikan PER 6,4 kali di 2018. Menurut dia, Jika AISA berhasil melepaskan anak usahanya, yaitu PT Dunia Pangan dan melunasi obligasinya, target harganya bisa naik menjadi Rp 750 per saham, dengan estimasi forward PER sebesar 5,4 kali.

Sebagai gambaran, pada 2016, Ibrahim mencatat divisi beras AISA menyumbang 55,98% laba bersih AISA. Sementara itu, Alfred menyebutkan, pada akhir September 2017, divisi beras AISA berkontribusi Rp 10 miliar atau 5,76% dari total laba bersih.

Sepanjang 2017, Ibrahim mengestimasikan total laba bersih AISA menurun 40%, yang dipicu kasus beras. “Tahun 2018 AISA akan diuntungkan bila divestasi berhasil. Mereka bisa fokus ke divisi makanan dan bayar utang. Saya merekomendasikan buy AISA dengan target Rp 765,” tutur Ibrahim.

Alfred memperkirakan bisnis makanan AISA tahun ini mencatat laba bersih Rp 220 miliar-Rp 230 miliar.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati