Menaker masih mengkaji MoU dan moratorium TKI ke Saudi



JAKARTA. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengungkapkan pemerintah tidak akan terburu-buru memutuskan melakukan moratorium dengan pemerintah Arab Saudi. Namun tak tertutup kemungkinan moratorium bakal dilakukan jika, Ternyata masalah penempatan TKI di Arab Saudi benar-benar sudah sampai pada titik yang tidak dapat ditoleransi.

Demikian disampaikan Muhaimin usai rapat koordinasi dengan BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, Senin, (22/11). Muhaimin menambahkan, keputusan dilakukan atau tidaknya moratorium masih dalam pengkajian.

Termasuk dalam pengkajian adalah soal perlu tidaknya membatasi jumlah TKI yang diberangkatkan ke Arab Saudi. Sekadar informasi, dalam sebulan TKI yang diberangkatkan ke Arab Saudi minimal berjumlah 20.000 orang.


Menanggapi desakan agar pemerintah membuat Nota Kesepakatan (MoU) dengan Arab Saudi terkait penempatan TKI, Muhaimin mengatakan hal tersebut juga masih dalam pengkajian. Apalagi selama ini rekrutmen hingga penempatan TKI ke Arab Saudi dilakukan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) dan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI).

“Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia mem-backup swasta melalui penyempurnaan dan pengawasan. Kalau MoU belum terlaksana, maka yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengatur swasta. Baik yang di sini maupun di Arab Saudi,” kata Muhaimin.

Sebelum pembahasan MoU dilakukan, ada beberapa hal mendesak yang segera dilakukan pemerintah. Pertama, menambah staf atase di negara-negara penempatan TKI, termasuk di Arab Saudi. Hal ini untuk memperkuat tenaga pengawas di luar negeri. Muhaimin mengakui bahwa selama ini jumlah tenaga pengawas kurang memadai.

Kedua, memperketat isi kontrak kerja TKI yang dibuat PPTKIS/PJTKI dengan agen di Arab Saudi. Nantinya di dalam kontrak kerja harus dicantumkan klausul mengenai kewajiban memberikan asuransi, pemeriksaan kesehatan secara rutin, kesempatan libur minimal seminggu sekali, dan kemudahan akses komunikasi ke luar oleh para TKI. Pemerintah meminta seleksi calon majikan juga diperketat. Calon majikan harus menunjukkan peta rumah, jumlah keluarga, dan jumlah penghasilan.

Menyoal MoU, Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat menambahkan, memperbaiki sistem perlindungan tidak melulu hanya dengan membuat MoU. Misalnya, dengan AS, Australia, Taiwan, dan Hongkong, Indonesia tidak punya MoU tapi perlindungan tenaga kerja Indonesia sudah bagus. "Kita dengan Malaysia punya MoU kenyataannya malah enggak bagus. MoU hanya salah satu instrument," papar Jumhur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.