Menambah penerimaan negara via AEOI



Pemberlakuan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) di Indonesia secara efektif pada 2018 sudah sah diterapkan. Didukung perangkat hukum berupa Undang-undang Nomor 9 tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Hal ini sekaligus menandai berakhirnya era kerahasiaan perbankan khususnya untuk kepentingan perpajakan di Indonesia.

Sebelum berlakunya AEOI, untuk dapat mengakses informasi keuangan wajib pajak, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) harus mempunyai dugaan (allegation) dalam satu kasus tertentu sehingga memungkinkan dilakukan permintaan informasi ke otoritas pajak terkait (EOI by Request). Atau dalam hal secara khusus atas data wajib pajak Indonesia di negara lain dikirimkan secara spontan oleh otoritas pajak terkait (spontaneous EOI).


Kelemahan dari kedua jenis EOI tersebut adalah sifatnya yang tidak terstruktur dan sistematis. Sehingga wajib pajak masih dapat dengan mudah menyembunyikan hartanya terutama yang terkait dengan informasi keuangan di luar negeri tanpa dapat diketahui Ditjen Pajak.

Selain itu, permintaan informasi tersebut hanya dapat dilakukan apabila negara atau yurisdiksi yang menjadi sumber informasi tersebut merupakan mitra P3B Indonesia ataupun perjanjian pertukaran informasi (tax information exchange agremeent/TIEA) yang sifatnya bilateral. Saat ini, Indonesia mempunyai 65 negara mitra P3B yang berlaku secara efektif dan empat yurisdiksi mitra pertukaran informasi.

Dengan pemberlakuan AEOI, salah satu manfaat utama adalah terbukanya informasi keuangan dari otoritas pajak luar negeri secara otomatis (inbound) dengan platform seragam dengan lebih sistematis dan terstruktur. Data informasi keuangan yang diterima kemudian bisa digunakan bagi Ditjen Pajak sebagai salah satu alat untuk mengawasi wajib pajak termasuk dalam pembentukan profil dan tindakan pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan pajak.

Meskipun tidak menutup sepenuhnya, namun AEOI akan menutup sebagian besar peluang wajib pajak untuk menyembunyikan harta atau penghasilan baik yang ada di luar negeri maupun di dalam negeri (tax evasion).

Sampai dengan awal tahun 2018, sudah terdapat lebih dari 100 negara yang menyampaikan komitmen menerapkan AEOI ini kepada OECD dan Global Forum, bahkan beberapa negara atau yurisdiksi yang memiliki financial center atau sebelumnya dikenal memiliki tingkat kerahasiaan bank yang ketat seperti Swiss, Singapura, Hong Kong, Virgin Islands, Cayman dan Luksemburg.

Swiss bahkan mengesahkan undang-undang baru yaitu Federal Act on the International AEOI in Tax Matters pada Desember 2015 sebagai landasan berlakunya AEOI. Ini adalah terobosan bagi negara yang selama ini dikenal sangat sulit ditembus berbagai otoritas perpajakan dunia.

Untuk Indonesia, momentum ini menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi Ditjen Pajak sebagai administrasi perpajakan untuk dapat memanfaatkan hal tersebut sebaik-baiknya sebagai salah satu langkah strategis dalam reformasi perpajakan secara menyeluruh dengan tujuan akhir untuk menciptakan sistem perpajakan yang efektif dan kredibel.

Dengan dinyatakannya Indonesia siap untuk melakukan pertukaran informasi secara resiprokal karena telah selesai menindaklanjuti seluruh rekomendasi mengenai confidentiality and data safeguards yang diberikan oleh Global Forum. Era baru penggalian potensi dan intensifikasi pajak pun dimulai.

Indonesia telah resmi menjadi bagian dari transparansi informasi keuangan di dunia dan mencegah Indonesia masuk dalam kategori failing to meet their commitment to implement AEOI dan non-cooperative jurisdiction. Peringkat (rating) Indonesia di Global Forum akan menjadi baik dan dapat meningkatkan perbaikan iklim investasi yang sedang dibangun.

Harapan baru

Dapat dikatakan bahwa reputasi suatu negara terkait tingkat governance yang dimiliki termasuk governance sistem perpajakan dapat menjadi salah satu pertimbangan penting bagi investor dalam melakukan kegiatan usaha disuatu negara. Komitmen Indonesia dalam berbagai forum beserta penerapan yang telah dilakukan terkait transparansi keuangan dapat menjadi nilai lebih dalam meningkatkan reputasi Indonesia di dunia internasional.

Apabila hal ini terus konsisten dilakukan, baik kesesuaian dengan dunia internasional maupun penerapannya di dalam negeri, termasuk pemberlakuan AEOI, maka hal ini akan dapat meningkatkan reputasi dan kredibilitas Indonesia khususnya terkait transparansi informasi keuangan. Hal ini juga secara tidak langsung akan berdampak pada ease of doing business yang semakin baik.

Implementasi AEOI ini memberikan harapan baru bagi Ditjen Pajak karena data menunjukkan pertukaran informasi antar negara sangat efektif untuk mendongkrak penerimaan pajak. Sebagai contoh, di periode 20102014 Swedia membuat hampir 400 permintaan pertukaran informasi dengan jumlah total penerimaan pajak yang bisa dipungut mencapai 330 juta. Australia juga pernah mengajukan 400 permintaan dan pajak yang berhasil diselamatkan (tax recovered) mencapai 326 juta.

Data ini menunjukkan implementasi AEOI merupakan langkah strategis untuk memperbaiki sistem pengelolaan informasi keuangan di Indonesia dan mengurangi potensi terjadinya penyelewengan pada sektor penerimaan negara. Saat ini, Kementerian Keuangan juga sedang gencar mereformasi perpajakan yang melibatkan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai dengan lima pilar. Meliputi perbaikan di bidang struktur organisasi, SDM, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan. Targetnya selesai tahun 2020 dengan harapan bisa mengoptimalkan penerimaan pajak melalui institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel.

Sebagai informasi, penerimaan negara tahun 2018 diproyeksikan sebesar Rp 1.894,7 triliun, meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.618,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 275,4 triliun dan hibah sebesar Rp 1,2 triliun. Kontribusi penerimaan perpajakan memiliki peranan yang sangat dominan dan mengalami peningkatan 10,15% dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2017 atau meningkat 22,83% dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2017.

Dari data APBN, penerimaan pajak bulan JanuariFebruari tahun 2018 ini mencapai Rp 153,35 triliun (10,77% dari APBN 2018) atau tumbuh 14,81%. Hal ini memberikan sinyal positif bahwa terdapat perbaikan aktivitas ekonomi dari perspektif penerimaan pajak.

Namun demikian, tugas dan tantangan pada tahun 2018 ini tetap memerlukan strategi sebagai upaya penguatan reformasi di bidang perpajakan dan tentunya mengoptimalkan penerimaan pajak. Salah satu harapan adalah dengan adanya AEOI ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi