KONTAN.CO.ID - Senyum sumringah Asnawi Bahar terus mengembang. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) ini penuh semangat menjawab pertanyaan seputar rencana pemerintah menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) ke sektor pariwisata. “Tentu, kami pelaku usaha pariwisata sangat menyambut baik kebijakan tersebut,” kata Asnawi ke Tabloid KONTAN. Asnawi patut menarik nafas lega lantaran industri pariwisata sangat membutuhkan kemudahan dalam mengakses permodalan guna mengembangkan usaha mereka. “Selama ini kami cukup kesulitan mengakses permodalan,” bebernya.
Menurut Asnawi, ada banyak anggota Asita yang tertarik menikmati fasilitas KUR tersebut. Nah, supaya program ini maksimal untuk mendorong pengembangan pariwisata di dalam negeri, ada beberapa hal yang harus pemerintah lakukan.
Pertama, pemerintah mesti mempermudah prosedur penyaluran KUR ke sektor pariwisata.
Kedua, bunga KUR untuk sektor pariwisata tidak sama dengan bidang usaha lain yang saat ini ada di level 7%. “Minimal bunga 6%,” ujar dia.
Ketiga, penyaluran KUR tetap melibatkan Asita. “Untuk minta rekomendasi para penerima KUR. Ini buat memastikan para penerima benar-benar anggota kami,” ucapnya. Asnawi bilang, sudah sepatutnya pemerintah mempertimbangkan masukan tersebut, mengingat sektor pariwisata sangat besar sumbangannya terhadap perolehan devisa negara. Bahkan tahun ini, ia memprediksikan, sektor pariwisata akan menjadi kontributor devisa terbesar bagi Indonesia, yakni mencapai US$ 20 miliar atawa naik 20% dari tahun lalu yang sebesar US$ 16,8 miliar. Peningkatan devisa itu berasal dari kunjungan 17 juta wisatawan mancanegara (wisman) yang merupakan target pemerintah. Target ini naik 22% dari jumlah turis asing tahun lalu. “Itu baru wisman, belum lagi perputaran uang yang disumbang wisatawan lokal. Tahun ini ada 270 juta wisatawan domestik,” kata Asnawi. Tak bisa dipungkiri, sektor pariwisata memang sangat diandalkan sebagai penopang devisa tahun ini. Maka itu, pemerintah pun sangat berkepentingan mengembangkan sektor ini. Salah satunya, dengan menetapkan skema KUR khusus untuk sektor pariwisata. Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, pada 8 Agustus lalu. Skema KUR ini sengaja dirancang buat mendorong pelaku UMKM yang bergerak di sektor pariwisata. Dengan harapan, industri tersebut bisa berkembang sehingga defisit neraca transaksi pembayaran membaik. “Pemerintah sedang mengupayakan peningkatan penerimaan devisa. Salah satunya dengan mengembangkan sektor pariwisata,” sebut Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian. Untuk itu, pemerintah segera menerbitkan peraturan menteri koordinator bidang perekonomian sebagai payung hukum penyaluran KUR pariwisata. “Selama ini, kan, tidak ada beleid yang spesifik menyebut sektor pariwisata bisa dibiayai oleh KUR,” ungkap Iskandar. Jika tak aral melintang, beleid tersebut terbit akhir bulan ini. Setelah itu, bank dan lembaga keuangan pelaksana KUR bisa segera menggelontor kredit berbunga rendah itu kepada pelaku usaha pariwisata. Skema sama Tidak ada yang berubah dengan skema pembiayaan KUR. Iskandar menyebutkan, UMKM yang bisa menerima pinjaman ini mencakup seluruh bidang usaha pariwisata yang berlokasi di tempat-tempat wisata. Alhasil, KUR UMKM kategori mikro mendapat pinjaman hingga Rp 25 juta. Sedang kategori kecil menerima pinjaman mulai Rp 25 juta hingga Rp 500 juta. Individu atau kelompok usaha yang bergerak di sektor pariwisata berhak memperoleh KUR dengan bunga 7%, seperti bunga KUR pada umumnya. Setidaknya, ada 13 sektor UMKM pariwisata yang bisa menerima kucuran KUR. Misalnya, agen perjalanan wisata, sanggar seni, penyelanggaraan
meeting, incentive, convention, exhibiton (MICE), penyediaan akomodasi wisata serta makanan dan minuman di lokasi wisata. Lalu, jasa informasi pariwisata, pengelolaan tempat wisata, jasa pemandu wisata, industri kerajinan, juga pusat penjualan oleh-oleh. Hengky Manurung, Pelaksana Harian Asisten Deputi Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata, mengatakan, dari berbagai sektor tersebut, ada beberapa yang benar-benar potensial mendapatkan KUR. Sebut saja, penyediaan makanan dan minuman, industri kerajinan, pusat penjualan oleh-oleh, serta akomodasi wisata. “Proyeksi penyaluran KUR untuk pariwisata sekitar 1%–3% dari total plafon KUR,” ujar dia. Sektor pariwisata potensial memperoleh KUR, Hengky menjelaskan, karena risikonya terbilang rendah, mengingat pelancong asing yang pelesiran ke Indonesia terus meningkat setiap tahun. Sepanjang Januari hingga Juni lalu, kunjungan wisman tumbuh 13% jadi 7,52 juta orang. Bali dan Jakarta masih menjadi destinasi favorit wisatawan mancanegara. Yuana Sutyowati, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, menyatakan, pemerintah fokus menyalurkan KUR ke-10 destinasi pariwisata prioritas (DPP) dan 88 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Wilayah-wilayah tersebut sudah termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016. Ambil contoh, Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, Candi Borobudur (Jawa Tengah), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Danau Toba (Sumatra Utara). Lalu, Bromo-Tengger–Semeru di Jawa Timur, Mandalika Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan Tanjung Lesung (Banten). Saat ini, menurut Yuana, mayoritas KUR mengalir ke wilayah Jawa dengan porsi 54,9%, diikuti Sumatra 19,4%, Sulawesi 10%, Bali dan Nusa Tenggara 7,1%, kemudian Kalimantan 6,4%. Sementara Maluku dan Papua hanya kebagian 2,2%. “Untuk itu, kami akan mengarahkan KUR pariwisata di wilayah Timur,” ucap dia. Kendati demikian, pemerintah tidak bisa menutup peluang penyaluran KUR pariwisata di Jawa. Sebab, permintaan di Jawa dan Sumatra lebih besar ketimbang wilayah Timur. Demi memaksimalkan penyaluran KUR pariwisata, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal menetapkan ketentuan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sebesar 30%. “Kami juga akan membebaskan aturan pendirian kantor cabang berdasarkan modal inti di kawasan pariwisata, jika ada bank yang ingin menyalurkan kredit pariwisata di 10 kawasan khusus pariwisata,” tambah Heru Kristiyana, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK. Perbankan siap Kebijakan KUR pariwisata dapat sambutan baik dari kalangan perbankan. Hery Gunardi, Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan Bank Mandiri, menuturkan, itu jadi peluang banknya untuk memaksimalkan pencapaian target KUR 2018. Sebab, pariwisata merupakan sektor baru dalam KUR dan Bank Mandiri belum memiliki produk khusus kredit tersebut. “Meskipun secara portofolio kami sudah menyalurkan KUR di 10 lokasi DPP dan 88 lokasi KSPN,” ungkap Hery. Untuk tahap awal, Bank Mandiri akan fokus ke beberapa bidang usaha pariwisata. Contohnya, penyedia akomodasi serta makanan dan minuman, industri kerajinan, serta pusat oleh-oleh. “Kami sudah memiliki portofolio KUR di bidang-bidang itu,” imbuh Hery. Sebagai bank penyalur KUR terbesar, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga bakal menggenjot distribusi KUR pariwisata. Priyastomo, Direktur Kredit Mikro dan Ritel BRI, mengaku, banknya sudah banyak menyalurkan KUR ke daerah wisata. Melihat respons perbankan dalam menyalurkan KUR pariwisata, tak heran aliran kredit ini tahun depan berpotensi naik jadi Rp 140 triliun. Untuk tahun ini, penyaluran KUR bisa mencapai Rp 123,53 triliun, melebihi target Rp 120 triliun.
Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, menilai tepat kebijakan pemerintah yang ingin fokus mengembangkan UMKM pariwisata. Pengembangan pelaku usaha di sektor ini penting agar wisman yang berkunjung ke negara kita bisa lebih bayak mengeluarkan uang (
spending). “Selama ini, khusus di daerah wisata yang baru berkembang, turis asing sedikit spending karena saat mau belanja seperti beli suvenir, tak ada pusat penjualannnya. Nah, usaha-usaha seperti ini yang harus ditumbuhkan,” imbuh Faisal. Semoga tepat sasaran. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan