Permintaan gelas kertas alias paper cup semakin meningkat. Kesadaran akan lingkungan oleh produsen dan konsumen membuat bisnis
paper cup kian menjanjikan. Apalagi, di tanah air, pemain di bisnis ini belum terlalu banyak. Saat memutuskan untuk membawa kopi atau teh dari sebuah kafe atau minimarket, hampir pasti pesanan Anda akan tersaji di sebuah gelas berbahan kertas alias
paper cup. Para penjaja kopi atau teh dari kelas global hingga tingkat usaha kecil menengah (UKM) secara sadar sudah mulai mengurangi kemasan bahan plastik. Isu lingkungan bahwa plastik memiliki sifat sulit terdegradasi (
non-biodegradable) telah tertanam betul di kepala para pelaku usaha. Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 tahun–500 tahun agar bisa terdekomposisi atau terurai dengan sempurna.
Belum lagi ada ketentuan baru dari pemerintah soal kemasan. Rasio Ridho Sani, Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Sampah, mengatakan, akan ada peraturan menteri lingkungan hidup yang mewajibkan produsen harus menggunakan bahan dan kemasan produk yang ramah lingkungan seperti kertas. Bukan hanya soal lingkungan, kemasan juga bukan lagi sekadar dipandang sebagai tempat penyimpanan atau membungkus suatu produk. Seiring perkembangan zaman, baik konsumen maupun produsen menganggap kemasan menjadi faktor penting untuk keberhasilan suatu produk. Makanya, berbagai inovasi pun dilakukan pada kemasan. Kemasan menarik juga merupakan kunci utama agar produk dilirik. UKM mulai sadar Nah, dari sini tampak potensi bisnis membangun pabrik
paper cup memang masih cerah. Catur Jatiwaluyo, Direktur PT Paperocks Indonesia, produsen
paper cup di Cikarang, Jawa Barat, bilang, peluang bisnis ini memang masih bagus. Apalagi, di dalam negeri isu lingkungan memang masih tergolong awam. "Namun, UKM di Indonesia pelan-pelan mulai sadar soal pentingnya kemasan berbahan kertas," ujarnya. Tambah lagi, pemain paper cup belum terlalu banyak. Catur mencatat, baru ada sekitar 10 perusahaan
paper cup yang saling bersaing. Alhasil, persaingan di pasar
paper cup cukup ketat. Ada juga, sih, pemain lain tapi tidak memproduksi sendiri melainkan impor
paper cup. Sehingga, "Prospeknya masih bagus ke depan," ujar Catur yang juga salah satu pemilik Paperocks Indonesia. Ariana Susanti, Direktur Pengembangan Bisnis Federasi Pengemasan Indonesia (IPF), menambahkan, saat ini memang sudah ada produsen yang menggunakan kemasan yang ramah lingkungan. Tapi, jumlahnya belum banyak. Meski begitu, berbagai industri lain akan terus menyiapkan kemasan ramah lingkungan. "Dan, paper cup salah satu kemasan ramah lingkungan," kata Ariana. Catur menjelaskan, paper cup memang bukan menyasar konsumen langsung. Kebanyakan pemain paper cup membidik pengusaha restoran, kafe, atau minimarket. Ini berarti, para pemain bisnis ini tidak melayani dalam skala kecil saja. "Jumlahnya pasti dalam partai besar," ungkap Catur. Contoh, dalam seminggu Paperock Indonesia menjual sekitar 10 juta paper cup. Jika dihitung, omzet yang masuk kantong mencapai Rp 2,5 miliar per pekan. Nah, karena dalam pesanan banyak ini yang membuat margin keuntungan pun menjadi tidak terlalu besar. Lioe Susanto Widjaja, Presiden Direktur PT Indo Right Pack (IRP), produsen
paper cup di Jakarta, mengatakan, dalam sebulan pabriknya bisa memproduksi hingga 2,5 juta
paper cup. “Kalau dulu saya bisa untung sampai 20%, tapi karena semakin banyak pemain di usaha ini, keuntungan pun hanya 8%,” ungkapnya. Dibanding kemasan dari plastik, harga paper cup memang jauh lebih mahal. Perbedaan harganya bisa mencapai 40%.
Paper cup tersedia dengan ragam varian, seperti
single polyethylene (PE),
coated paper cup, dan
double PE coated paper cup. Ukurannya juga bermacam-macam, dari yang kecil 2,5 ounces (oz)–16 oz. Adapun harga
paper cup mulai Rp 175 per item–Rp 500 per item. • Modal usaha Memulai usaha pasti membutuhkan modal uang. Begitu juga memulai bisnis pembuatan
paper cup. Kalau ditanya ke para pelakunya, untuk memulai usaha pabrik
paper cup yang paling mahal adalah lahan pabrik dan bangunannya. "Karena tanah, kan, mahal," ujar Catur. Susanto memperkirakan, untuk merintis usaha ini, modal yang dibutuhkan minimal Rp 1 miliar. Modal itu digelontorkan untuk membeli bahan baku awal dan mesin serta sewa tempat. Susanto bilang, ada dua mesin yang digunakan untuk membuat
paper cup. • Alat produksi Yang paling utama dalam bisnis
paper cup adalah mesin produksi. Mesin pertama ialah mesin pemotong. Alat ini biasa digunakan untuk industri percetakan. Saat ini, harganya sekitar Rp 100 juta per unit dan bisa diimpor dari China. Mesin kedua yaitu mesin khusus
paper cup. Jadi, lembaran kertas yang sudah dipotong sesuai dengan ukuran yang dimau dimasukkan ke dalam mesin. Hasilnya, paper cup yang biasa Anda temui di kafe atau resto. “Paper cup terdiri dari bagian bodi dan bottom (bagian bawah), harus menempel agar tidak bocor,” ujar Susanto. Selain China, ada beberapa negara yang memproduksi mesin
paper cup. Misalnya, Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Korea Selatan. Menurut Catur, harga mesin sangat bervariasi tergantung dari kecepatan kerja. Untuk mesin dengan kualitas top, Anda bisa memesan dari Jerman seharga € 1 juta. Mesin ini bisa menghasilkan 350 paper cup per menit. Sementara harga mesin dari AS yakni US$ 700.000 per unit, dengan kecepatan produksi sekitar 150 cup per menit. Catur mengisahkan, sejak memulai bisnis paper cup tahun 2011 lalu, kini pabriknya sudah memiliki 20 mesin dengan berbagai kualitas. Yang paling banyak berasal dari Jerman. Adapun Susanto menuturkan, ketika merintis usaha, ia membeli dua mesin
paper cup dari Korea seharga Rp 300 juta–Rp 400 juta per unit. Dengan dua mesin itu, pabriknya bisa memproduksi 600.000
paper cup per bulan. Kini, ia punya delapan mesin paper cup. • Bahan Baku Bahan baku paling penting dalam pembuatan sudah pasti adalah kertas. Catur mengatakan, banyak negara yang menghasilkan kertas bagus. Contoh, Finlandia, AS, China, dan sejumlah negara Eropa lain. Tapi, dari semua negara ini Catur memilih Finlandia. "Harganya cukup kompetitif dibandingkan dengan negara lain," ucapnya. Kelebihan lainnya dari Finlandia adalah, pemerintahan negara tersebut sangat mendukung industri kertas. Makanya, kertas-kertas dari Negeri Skandinavia ini bisa bebas dari isu lingkungan. Pemerintah Finlandia hanya membolehkan bahan baku kertas merupakan hasil dari hutan industri, bukan hutan alam. "Makanya, konsumen saya yang berstatus global mau memakai produk
paper cup saya karena dari negara yang peduli lingkungan," ujar Catur. Hanya, persoalan bahan baku terkadang menjadi kendala. Selain harga yang yang cukup mahal, pembeliannya pun harus dalam jumlah banyak. Jika order bahan baku hanya sedikit, ongkos kirimnya menjadi beban yang tinggi bagi pelaku usaha paper cup. Biasanya, pembelian bahan baku minimal satu kontainer atau sekitar 15 juta metrik ton. Harga belinya sekitar Rp 300 juta. Tiap satu metrik ton kertas PE bisa digunakan untuk membuat sekitar 100.000 pape cup seukuran 8 oz. Lalu, bagaimana dengan bahan baku lokal? Catur menceritakan, sebenarnya ada perusahaan dalam negeri yang bisa menyediakan bahan baku
paper cup. Tapi, karena ada isu lingkungan yang pernah menerpa industri kertas membuat hambatan bagi produsen
paper cup saat bertemu dengan calon konsumen. Cuma ke depannya, mungkin saja para pemain industri paper cup akan menggunakan bahan baku lokal. • Perizinan dan lokasi Pastinya, membangun pabrik tidaklah semudah saat mendirikan rumah. Ada beberapa persyaratan perizinan yang mesti dilengkapi. Contohnya, izin usaha dan izin perdagangan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat. Selain itu, pabrik paper cup juga harus mengantongi izin analisis dampak lingkungan (amdal) dan izin upaya pengelolaan lingkungan (UPL), izin prinsip, izin usaha, serta izin gangguan. Pemilihan lokasi pabrik juga bisa menjadi salah satu strategi dalam menyedot cuan. Kebanyakan pabrik
paper cup berada di daerah yang memang sudah menjadi kawasan industri. Catur memiliki pabrik di Kawasan Industri Newton Technopark, Lippo Cikarang, Bekasi. Dengan pabrik yang berada di kawasan industri, tentu saja membuat segala perizinan lebih mudah. Selain itu proses distribusi produk juga lebih gampang lantaran biasanya kawasan sudah terhubung dengan jalan yang bisa dilalui oleh mobil atau truk dengan kapasitas yang lebih besar. • Karyawan dan pemasaran Lalu, berapa banyak karyawan yang dibutuhkan untuk memulai bisnis
paper cup? Tentu saja tergantung dari skala produksi. Catur menyebutkan, sekarang ia memiliki karyawan mulai dari bagian marketing hingga bagian produksi sebanyak 250 orang. Dengan jumlah itu, pabriknya bisa menghasilkan 10 juta cup seminggu. Dari pemotongan, membentuk
paper cup, hingga kontrol kualitas dikerjakan tenaga manusia. Tapi, karena kebanyakan mesin yang bekerja, biasanya memang tak membutuhkan pelatihan yang khusus. Untuk staf marketing, Catur menuturkan, saat memulai bisnis ia tidak mau membajak tenaga pemasaran dari perusahaan
paper cup lain. Sebab, gaji yang dikeluarkan lebih mahal dibandingkan dengan karyawan biasa. "Jadi, saya mengajarkan bagaimana menembus perusahaan-perusahaan," katanya.
Strategi pemasaran dari masing-masing perusahaan jelas bermacam-macam. Tapi, yang paling terpenting dari pemasaran paper cup adalah sertifikat ISO 9001:2008 dan sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Sertifikat ini yang biasanya diminta oleh berbagai calon konsumen terutama perusahaan yang kelasnya sudah internasional. Jika sudah mempunyai sertifikat ini, menjual paper cup ke berbagai perusahaan jadi lebih mudah. Sudah barang tentu, konsumen paper cup bukan cuma ada di Jakarta dan sekitarnya, di luar Ibukota RI juga banya. Misalnya, kedai atau kafe jaringan waralaba atau kemitraan yang banyak tersebar di luar Jakarta. "Saya banyak menemukan franchise-franchise yang tak saya temukan di Jakarta," ujar Catur. Merekalah yang juga menjadi target pasar sangat empuk dari
paper cup. Anda siap membangun usaha pabrik
paper cup? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi