Menang di WTO, kemasan rokok polos berlaku di negara ini



KONTAN.CO.ID

KONTAN.CO.ID -  Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia menyambut gembira keputusan banding Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menyatakan kemasan polos bungkus rokok bukanlah pelanggaran aturan WTO. Keputusan ini menyusul adanya kebijakan kemasan rokok polos yang telah diberlakukan oleh Australia,

“Keputusan WTO ini menandai berakhirnya hampir satu dekade pertengkaran hukum atas kebijakan kesehatan masyarakat yang penting ini. Lebih penting lagi, ini membuka jalan bagi negara-negara lain di dunia untuk mengikuti jejak Australia,” kata Tubagus Haryanto, koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia dalam pernyataan tertulis kepada KONTAN, Senin (22/6).

Merujuk laporan ChannellNewsAsia, WTO telah mengeluarkan fatwa terakhir tentang dibolehkannya penggunaan kemasan rokok polos di Australia. Salah satu peneliti di Sydney bilang, peristiwa ini bisa membuat banyak negara sadar akan kesehatan dan menerapkan kebijakan yang sama.

Keputusan banding ke WTO ini muncul setelah Australia menerapkan undang-undang kemasan bungkus polos pada rokok tahun 2012. Pemerintah Australia beranggapan, industri rokok telah menggunakan kemasan atau bungkus rokok sebagai salah satu strategi pemasaran sekaligus merusak informasi peringatan kesehatan. 

“Industri rokok telah lama mengakui peran penting desain kemasan dalam menarik konsumen dan memperkuat citra merek,” kutip Tubagus. Ada banyak bentuk kemasan rokok yang dinilai Tubagus mampu menarik konsumen. Mulai dari pemakaian kemasan, sentuhan lembut, embos, atau dengan tekstur tertentu.

Regulasi dari Australia tersebut telah mendapat perlawanan dari produsen rokok. Salah satunya mencari dasar adanya dugaan pelanggaran aturan perdagangan yang diatur oleh WTO. Pelaku industri mengajukan perselisihan ke WTO lewat empat negara penghasil tembakau, yaitu:;Kuba, Honduras, Indonesia, dan Republik Dominika.

Namun pada tahun 2012, pengadilan tinggi mendukung pemerintah Australia, dan tahun 2015 pengadilan perjanjian investasi menolak klaim Philip Morris Asia. WTO juga memutuskan mendukung Australia pada tahun 2018.

Namun kemudian muncul banding baru dari Republik Dominika dan Honduras, hingga akhirnya banding tersebut juga ditolak WTO. “Dengan kemenangan telak ini, tidak ada lagi halangan dari industri rokok terhadap regulasi kemasan polos produk tembakau. Badan banding WTO yang menyetujui undang-undang kemasan polos cenderung meningkatkan kesehatan masyarakat dan bahwa kebijakan ini tidak membatasi perdagangan secara tidak adil,” tegas Tubagus.

Bercermin dari putusan WTO ini,  Tubagus bilang, pemerintah Indonesia bisa menerapkan kebijakan kemasan polos ini untuk mengurangi dampak kesehatan terhadap rokok. Terlebih di masa Pandemi Covid-19, dimana rokok bisa memperparah kerentanan terhadap virus ini.  “Prioritas terhadap pendidikan dan proteksi kesehatan publik telah menjadi the New Normal,” kata Tubagus.

Dari beragam hasikl riset, adanya peringatan kesehatan bergambar pada rokok di Indonesia tidak mampu mengurangi prevalensi rokok.

Editor: Asnil Amri