Menangguk cuan dari larva lalat tentara hitam



KONTAN.CO.ID - Lalat mengalami fase metamorfosa, sama seperti kupu-kupu. Dalam proses metamorfosa tersebut, bagian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak adalah saat berbentuk larva. Saat ini, larva lalat atau yang lebih dikenal dengan istilah maggot inilah yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Ahmad Izzudin Alqosam atau yang akrab disapa Zaky, pemuda asal Depok, Jawa Barat sekaligus pemilik Maggie Farm mengatakan, larva lalat kini kian banyak peminatnya. Maggot berasal dari lalat jenis tentara hitam atau yang sering disebut black soldier flies (BSF).

“Tak semua jenis lalat, larvanya bisa dimanfaatkan jadi pakan ternak. Hanya BSF ini yang bisa karena lalat BSF siklus hidupnya tidak lama. Setelah bertelur, dia mati. Makanya, lebih baik maggotnya dimanfaatkan,” jelas Zaky. Ia sendiri membudidayakan maggot BSF dan lalat BSF sejak tahun 2016 lalu.


Zaky menuturkan, BSF tak hanya dimanfaatkan maggotnya, tapi juga prepupanya. Prepupa merupakan fase setelah larva BSF, kira-kira berumur 2-3 minggu, warnanya berubah menjadi kehitaman atau cokelat muda. Prepupa biasanya dijual sebagai bibit BSF.

Maggie Farm membanderol maggot BSF sekitar Rp 6.000–Rp 8.000 per kilogram (kg). Sedangkan untuk prepupa BSF dibanderol Rp 100.000 per kg. Harga jual tersebut bergantung pada kualitas dan ukuran maggot maupun prepupa. “Baik maggot dan prepupa, banyak permintaannya. Dalam sehari, saya bisa jual sampai 25 kg maggot dan 5-8 kg prepupa,” ujar Zaky. Konsumen Maggie Farm kebanyakan dari sekitar Jabodetabek dan Jawa Barat.   

Berkah maggot BSF juga mengalir pada Putu Dwi Eka Jaya Giri atau yang akrab disapa Jaya, pembudidaya BSF asal Tabanan, Bali. Ia baru membudidayakan maggot awal tahun ini. Meski belum setahun, pria dengan logat khas Bali ini mengatakan permintaan maggot terus meningkat.

“Saya tertarik budidaya maggot BSF ini karena saya sendiri juga ternak lele. Dan waktu itu lagi cari alternatif pakan ternak yang lebih murah. Nah, lalu saya bertemu teman yang juga peternak bebek dan ternyata dia sudah budidaya maggot ini,” terang Jaya.

Sama seperti Zaky, Jaya juga menjual prepupa, bibit maggot BSF, dan telur BSF. Harga prepupa ia patok Rp 75.000 per kg, sedangkan bibit maggot BSF dipatok Rp 150.000 per kg dan telur BSF harganya Rp 35.000–Rp 50.000 per gram.

“Harga bibit maggot di Bali memang mahal, karena saat ini maggot masih sangat langka di sini,” kata Jaya. Menurutnya, permintaan maggot BSF di sekitar Bali dan Lombok sangat menjanjikan. Dalam sebulan, ia bisa menjual prepupa, bibit maggot maupun telur BSF 10–14 ton.          

Maggot butuh sampah organik basah sebagai media hidup

Larva lalat tentara hitam atau sering disebut maggot black soldier flies (BSF) memiliki kandungan protein tinggi, sehingga banyak digunakan untuk alternatif pakan ternak. Selama ini, para peternak lele, ayam, maupun ikan memberi makan ternaknya dengan pelet. Hanya, harga pelet fluktuatif dan sering melambung tinggi, sehingga cukup menyulitkan kondisi para peternak.

Dengan harga yang lebih terjangkau dan kandungan protein yang lebih tinggi dari pelet, maggot BSF pun jadi buruan. Hal menarik lain dari maggot BSF adalah proses budidayanya mudah. Apalagi, seperti Ahmad Izzudin Alqosam, pemilik Maggie Farm bilang, budidaya maggot BSF tidak membutuhkan banyak biaya dan peralatan.

Peternak maggot BSF hanya membutuhkan sampah sebagai media agar maggot tetap hidup. "Budidaya maggot ini sangat sederhana dan saya yakin semua orang kalau mau mencoba pasti bisa. Medianya hanya sampah, tapi sampahnya adalah sampah organik yang basah, seperti sayur atau sisa makanan," kata Zaky, panggilan Ahmad.

Ia mengatakan, selain peternak bisa memperoleh keuntungan, budidaya maggot juga bisa mengurangi pasokan sampah organik yang selama ini menjadi persoalan di masyarakat. "Biasanya sampah organik itu mengeluarkan bau, karena cepat busuk. Nah, kalau digunakan buat media maggotm justru bau busuknya jadi tidak ada," tuturnya.

Dalam kotak berukuran 2x1 meter persegi yang digunakan sebagai tempat berkembangnya maggot, dibutuhkan sampah organik basah sebanyak 10 kilogram (kg) per harinya. Dalam wadah ukuran tersebut bisa menghasilkan sekitar 20 kg maggot.

"Maggot juga tidak bisa terkena sinar matahari langsung, bisa mati nanti. Jadi harus diletakkan di tempat tertutup. Dan satu lagi, usahakan tempatnya harus lembab," jelas Zaky.

Putu Dwi Eka Jaya Giri atau yang akrab disapa Jaya, pembudidaya BSF asal Tabanan, Bali turut menjelaskan bahwa budidaya maggot berawal dari bibit maggot atau yang disebut prepupa. Prepupa dikembangbiakkan dalam ruangan tertutup selama 14 hari hingga menjadi lalat BSF. Kemudian lalat BSF betina akan menghasilkan telur pada media kayu yang ditumpuk.

"Lalat BSF ini hanya hidup 7 hari saja, setelah bertelur dia mati. Bertelurnya pun di media kayu yang sudah ditumpuk, bukan makanan. Sepasang lalat bisa menghasilkan 500 sampai 900 butir telur,” terang Jaya. Selanjutnya, ratusan telur lalat BSF tersebut akan ditimbang sampai seberat 5 gram (gr) untuk dipindahkan ke media dedak dan ditetaskan dalam waktu 4 sampai 5 hari. Setelah telur-telur menetas, dipindahkan lagi ke kotak biopond yang medianya berupa sampah organik.

"Panen maggot bisa sekitar 15 hari, tergantung mau dapat spesifilasi maggot yang seperti apa. Ukuran yang bagaimana itu juga pengaruh ke waktu panennya," tandas Jaya.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.