Menangguk omzet besar dari tepung mocaf



Menjamurnya berbagai usaha pengolahan makanan, meningkatkan kebutuhan tepung terigu. Sayangnya, kenaikan permintaan ini tak diimbangi oleh ketersediaan tepung terigu.

Sekadar informasi, tepung terigu yang kita konsumsi dibuat dari bahan baku gandum. Nah, produsen terigu masih mengimpor gandum dari luar negeri karena tanaman padi-padian ini belum bisa dibudidayakan secara besar-besaran di Tanah Air. Maklum, gandum adalah tanaman subtropis.

Karena bahan baku terigu masih impor, harga terigu pun sering fluktuatif mengikuti harga gandum internasional. Salah satu solusi untuk menekan ongkos pembelian terigu, banyak pengusaha makanan atau roti yang kini beralih ke tepung mocaf alias modified cassava flour.


Itulah sebabnya kebutuhan mocaf pun dari tahun ke tahun terus menanjak. Melihat ceruk bisnis ini, pengusaha asal Bogor, Darmanto, menjajal bisnis pembuatan tepung mocaf tersebut. "Saya membeli lisensi teknologi produksi tepung mocaf pada tahun 2009," ujarnya.

Tahun lalu, dengan mengusung merek Good Health, Darmanto pun melakukan uji coba. Namun baru 2011 ini, ia memasarkan mocaf secara komersial.

Menurut Darmanto, peluang pasar tepung mocaf sangat besar. Apalagi, pemerintah berniat untuk mengurangi impor gandum sehingga tepung mocaf memiliki potensi besar sebagai pengganti tepung terigu. Selain itu, pemain di bisnis tepung mocaf ini tidak terlalu banyak.

Darmanto menjual tepung mocaf buatannya dengan harga Rp 7.500 untuk kemasan 1 kg dan Rp 187.500 untuk kemasan 25 kg. Sebagai bahan baku tepung mocaf, Darmanto membeli singkong segar dari petani di wilayah Bogor seharga Rp 1.200 per kg.

Saban hari, Darmanto mampu memproduksi tepung mocaf sebanyak 600 kg. Dalam sebulan, jumlah tepung mocaf yang berhasil diproduksi mencapai 14.400 kg. Ini berarti, tiap bulannya Darmanto berhasil mendulang omzet hingga Rp 108 juta. "Kami banyak menjual tepung mocaf untuk industri dan produsen kue," kata Darmanto.

Selain Darmanto, Cahyo Handriadi juga memproduksi tepung mocaf. Berbeda dengan Darmanto, Cahyo adalah petani singkong di Trenggalek, Jawa Timur. Namun, selain menanam singkong, Cahyo juga mengolah singkong menjadi mocaf. "Sebab nilai jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan singkong mentah. Selain itu prospek bisnis tepung mocaf juga cerah," katanya.

Dalam sebulan, Cahyo mampu memproduksi 10 ton mocaf. Untuk memproduksi tepung sebanyak itu, ia membutuhkan bahan baku singkong sebanyak 400 ton.

Dengan harga jual tepung mocaf sebesar Rp 6.500 per kg, Cahyo mampu meraup omzet hingga Rp 65 juta per bulan. "Kami menyuplai industri makanan ringan dan mi instan di kawasan Jawa Timur dan Jawa Tengah," kata Cahyo.

Kendala bisnis ini sederhana, yakni pasokan singkong yang sering terlambat lantaran singkong sangat tergantung musim. Jika musim cukup bagus, yakni di musim kemarau, pasokan tepung mocaf tak akan tersendat.

Cahyo menceritakan, hanya singkong kering yang bisa diolah menjadi tepung mocaf berkualitas. Tahun lalu, karena banyak hujan, tak banyak singkong yang bisa dijadikan bahan baku mocaf. "Tahun lalu, kami tidak memproduksi dalam jumlah besar karena susah mendapatkan pasokan singkong yang sudah kering," kata Cahyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi