KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia telah resmi memenangkan sengketa biodiesel dengan Uni Eropa (UE). Panel Badan Penyelesaian Sengketa (DSB), organisasi perdagangan dunia (WTO) memenangkan enam gugatan Indonesia atas UE. Atas kemenangan tersebut, Indonesia akan kembali menggenjot ekspor ke benua biru itu. Sebelumnya ekspor Indonesia turun akibat dampak dari Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) tinggi yang diterapkan oleh UE. "Hal ini merupakan bentuk kemenangan telak untuk Indonesia yang tentunya akan membuka lebar akses pasar dan memacu kembali kinerja ekspor biodiesel ke UE bagi produsen Indonesia," ujar Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita dalam siaran pers, Jumat (26/1).
UE mengenakan BMAD atas produk biodiesel Indonesia sejak tahun 2013 dengan
margin dumping sebesar 8,8%-23,3%. Sejak saat itu, ekspor biodiesel Indonesia ke UE turun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode 2013–2016 ekspor biodiesel Indonesia ke UE turun sebesar 42,84%, dari US$ 649 juta pada tahun 2013 turun menjadi US$ 150 juta pada tahun 2016. Nilai ekspor biodiesel Indonesia ke UE paling rendah terjadi di tahun 2015 yaitu hanya sebesar US$ 68 juta. Kemenangan Indonesia atas sengketa ini memberikan harapan kepada produsen biodiesel Indonesia. Hal itu membuat pemerintah menargetkan kenaikan ekspor dengan melihat tren. "Nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai US$ 386 juta dan pada tahun 2022 akan mencapai US$ 1,7 miliar," terang Enggar. DSB WTO memenangkan gugatan Indonesia setelah melihat bahwa UE tidak konsisten dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO. Ketentuan Perjanjian Anti Dumping WTO yang dilanggar UE dalam sengketa Indonesia dan UE untuk biodiesel (DS480),
pertama, UE tidak menggunakan data yang telah disampaikan oleh eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi.
Kedua, UE tidak menggunakan data biaya-biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal untuk dasar penghitungan margin dumping.
Ketiga, UE menentukan batas keuntungan yang terlalu tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia.
Keempat, metode penentuan harga ekspor untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan dengan ketentuan.
Kelima, UE menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping.
Keenam, UE tidak dapat membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia mempunyai efek merugikan terhadap harga biodiesel yang dijual oleh industri domestik UE. Kemenangan sengketa BMAD ini dinilai bisa menjadi bukti bagi Indonesia untuk mengatasi tuduhan serupa dari negara lain. Asal tahu saja, Indonesia sebagai negara produsen biodiesel berulang kali mendapat tuduhan serupa seperti oleh Amerika sebelumnya. "Tentunya kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi agar berhati-hati saat menuduh Indonesia melakukan praktek
dumping,” jelas Direktur Jenderal Luar Negeri (Dirjen Daglu), Oke Nurwan.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan, Ditjen Daglu, Kemdag, Pradnyawati mengatakan bahwa sebagai konsekuensi kemenangan Indonesia dalam sengketa biodiesel dengan UE tersebut, maka putusan DSB WTO harus diimplementasikan sejalan dengan ketentuan WTO. “UE diwajibkan melakukan penyesuaian BMAD yang telah dikenakan sebelumnya agar sejalan dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO,” jelasnya. Indonesia memutuskan untuk menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan kasus. Selain pengajuan ke DSB WTO, Indonesia juga mengajukan gugatan ke pengadilan di UE. Indonesia mengajukan sebanyak tujuh klaim gugatan utama kepada UE. Pembelaan Indonesia juga disampaikan dalam sidang First Substantive Meeting (FSM) pada 29-30 Maret 2017 dan dilanjutkan dalam sidang Second Substantive Meeting (SSM) pada 4-5 Juli 2017. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati