Menanti detik-detik posisi baru IHSG



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinilai masih akan bisa mencetak rekor-rekor baru pada tiga bulan terakhir tahun ini. Peluang menangkap keuntungan dari pertumbuhan harga saham pun masih besar.

Bahkan, Mirae Asset Sekuritas Indonesia memasang target tinggi untuk IHSG. "Kami optimistis IHSG bisa mencapai level 6.241 pada akhir tahun ini," tandas Taye Shim, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, Senin (16/10).

Selain didukung oleh sisi teknikal, pertumbuhan IHSG di kuartal akhir juga masih didorong dari fundamental makro Indonesia. Taye menilai, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di akhir tahun akan lebih tinggi.


Ia menargetkan, PDB tahun ini bisa mencapai 5,1%. Meski sejauh ini belanja pemerintah masih belum agresif, sejumlah proyek infrastruktur bisa menyokong pergerakan IHSG. Selain itu, industri jasa juga cukup kuat menyetir pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

VP Research & Analyst Valbury Asia Futures Nico Omer Jonckheere mengatakan, pertumbuhan laba emiten juga akan menjadi pendorong IHSG untuk menembus level 6.000 di kuartal IV-2017. "Saat ini IHSG sudah kurang dari 1% dari level 6.000, sehingga sentimen kecil bisa jadi pendorong indeks," ujarnya.

Nico memasang target IHSG di level 5.950 tahun ini. Tapi, jika IHSG bisa menembus 6.000, ada kemungkinan IHSG bisa terus menghijau ke level 6.200 di akhir tahun nanti.

Masih ada tantangan

Di sisi lain, masih ada kemungkinan IHSG bergerak fluktuatif sebelum menyentuh rekor barunya. Pasar masih dihantui aksi jual yang dilakukan investor asing. Selain karena kondisi geopolitik pasar global, investor asing sedikit khawatir dengan tingkat inflasi dan serapan belanja pemerintah. Sepanjang tahun ini nilai jual bersih (net sell) investor asing di saham sudah mencapai Rp 15,64 triliun.

Taye melihat adanya korelasi antara belanja pemerintah dengan aksi jual investor asing. Ia mencermati, ketika belanja pemerintah mulai meningkat, investor asing mulai melakukan aksi beli. Namun, ketika belanja pemerintah menurun, asing cenderung melakukan aksi jual di pasar modal.

Tingkat inflasi juga mempengaruhi keputusan investor asing dalam berinvestasi di pasar saham dalam negeri. "Jadi jika belanja pemerintah masih rendah, ada kemungkinan net sell asing masih akan terus terjadi," katanya.

Aksi jual asing ini pun bisa membuat emiten enggan mempercantik laporan keuangan alias window dressing secara agresif. Banyaknya dana asing yang keluar membuat emiten akan menyesuaikan laporan keuangan mereka dengan kemampuan investor lokal.

Tapi, dalam jangka panjang, Taye menilai ruang pertumbuhan IHSG masih besar. Hal ini disokong jumlah populasi Indonesia yang tinggi. Sebagian besar masyarakat Indonesia pun terdiri dari usia produktif yang terlihat dari usia median masyarakat Indonesia, yaitu 29,9 tahun.

Sebaliknya, Nico justru ragu IHSG akan terus menguat pada tahun depan. Ia menilai, kondisi pasar modal di tahun depan tidak akan sebaik tahun ini dari sisi ekonomi maupun politik. "Secara teknikal, indeks pasar modal domestik saat ini sudah mencapai gelombang naik terakhir. Sehingga di 2018, IHSG nampaknya akan bertahan di level 6.200," tutur Nico.

Meski IHSG masih berpotensi mencapai rekor baru, Taye menyarankan investor tetap mengambil langkah konservatif di sisa tahun ini. Salah satunya dengan membeli saham secara selektif.

Ia menilai, ada beberapa saham masih layak koleksi. Misalnya saja, saham-saham sektor perbankan yang terus menunjukkan pertumbuhan laba positif. Selain saham bank, ia juga merekomendasikan saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini