Menanti Eksekusi Rencana Akuisisi Domba Mas



JAKARTA. Hingga kini, rencana PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) mengakuisisi aset-aset Grup Domba Mas masih belum bisa terwujud. Semula, UNSP menjanjikan proses akuisisi rampung paling lambat bulan Maret lalu. Tapi, sampai kini proses akuisisi belum rampung.

Padahal, UNSP telah menerbitkan saham baru atau rights issue untuk membiayai hajatan tersebut. Dalam aksi itu, UNSP melepas 9,47 miliar saham dengan harga Rp 525 per saham. Alhasil, anggota The Seven Brothers ini meraup dana Rp 4,97 triliun.

Analis Bahana Securities Alfi Fadhliyah memperkirakan, hasil akuisisi aset-aset Grup Domba Mas bisa dinikmati UNSP paling cepat tahun depan. Padahal, dalam setahun ke depan, UNSP harus menanggung beban bunga utang dari Domba Mas. Dus, hal ini berpotensi merongrong kinerja UNSP.


Sebagai gambaran, Domba Mas masih mempunyai total utang sebesar US$ 314 juta. Adapun jumlah pokok utang grup ini kepada Credit Suisse senilai US$ 151 juta, ke P&G US$ 40 juta, dan US$ 78 juta kepada Bank Mandiri.

Sementara itu, posisi keuangan UNSP makin terjepit lantaran harus menanggung beban utang US$ 150 juta dari Agri Resources BV (ARBV), perusahaan yang belum lama ini diakuisisinya. Saat ini, rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity (DER) UNSP cukup tinggi dibandingkan emiten sejenis.

Analis AAA Securities, Herman Koeswanto, menghitung DER UNSP sebesar 1,3 kali. Jumlah ini naik dari tahun lalu yang hanya 0,9 kali.

Meski demikian, analis Sinarmas Sekuritas, Alfiansyah, justru melihat beban utang dalam bentuk dollar AS masih bisa terjangkau dengan penguatan rupiah. Sehingga, depresiasi utang UNSP tak akan terlalu besar. "Saya melihat DER UNSP juga masih sangat nyaman," imbuhnya.

Menurut Alfi, jika akuisisi Domba Mas selesai tahun ini, kontribusinya ke UNSP masih sangat terbatas. "Itu pun kapasitasnya tidak penuh, tapi sangat kecil," ujarnya.

Harga CPO naik

Di sisi lain, kinerja UNSP tahun ini tidak hanya terselamatkan oleh penguatan rupiah. Kenaikan harga jual CPO tahun ini bakal menopang kinerja mereka. Alfiansyah menebak, harga CPO di 2010 bisa naik menjadi RM 2.565 per ton. Padahal, tahun lalu harga rata-rata CPO di Bursa Derivatif Malaysia (MDEX) hanya RM 2.200 per ton.

Selain berkah CPO, UNSP bisa mengintip peluang bisnis karet. "Dengan membaiknya perekonomian dunia dan permintaan ban, saya melihat harga karet juga bisa naik," tutur Lanang Trihardian, analis Syailendra Capital. Karena itu dia menyarankan beli saham UNSP dengan target harga Rp 580 per saham.

Rekomendasi serupa disampaikan Alfiansyah. Menurut dia, harga saham UNSP masih berpotensi naik signifikan. "Saya menduga harga saham UNSP bisa mencapai Rp 550 per saham sampai akhir tahun ini," katanya.

Sedangkan Alfi merekomendasikan jual saham UNSP. Risiko utang UNSP yang cukup besar jadi salah satu alasannya. "Harga saham UNSP saat ini sangat mahal dengan PER 13 kali," ungkapnya. Dus, Alfi mematok target Rp 280 per saham untuk saham UNSP. Kemarin (22/4), harga saham emiten ini stagnan di level Rp 495 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test