KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah melemah di tahun lalu, pada awal tahun ini pelaku pasar bisa mulai menadah saham-saham
blue chip. Barisan saham lapis pertama ini berpotensi menjadi penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tengah peluang hadirnya january
effect. Berkaca dari performa tahun lalu, indeks yang berisi saham
blue chip, yakni LQ45 dan IDX30 terjun lebih dalam dibandingkan IHSG yang ambles 2,65%. Sedangkan LQ45 mengakumulasi pelemahan 14,83%, dan IDX30 anjlok 14,48% sepanjang tahun 2024.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menyoroti sejumlah faktor yang menjadi penekan saham blue chip. Mulai dari arus dana keluar (
capital outflow) dari investor asing, depresiasi nilai tukar rupiah, iklim suku bunga yang masih tinggi, serta sentimen ekonomi seperti penurunan daya beli.
Vice President Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menimpali, pelemahan
blue chip pada tahun lalu juga akibat sentimen makro ekonomi global dan tensi geopolitik. Apalagi, ada tahun politik dengan pemilihan presiden di Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Sektor Konsumsi Dipandang Positif, Simak Rekomendasi Sejumlah Sahamnya "Hal ini mendorong adanya
shifting allocation investment ke dalam aset yang beresiko rendah, sehingga investor kecenderungan melepas saham, termasuk juga saham
blue chip yang menjadi penggerak IHSG," ungkap Audi kepada Kontan.co.id, Minggu (5/1). Memasuki tahun 2025, performa LQ45 dan IDX30 relatif sejalan dengan IHSG pada dua perdagangan awal. Audi meyakini saham
blue chip bakal menjadi penggerak pasar. Dengan tidak terjadinya
window dressing di akhir tahun lalu, realokasi investasi di awal tahun ini kemungkinan akan kembali bergeser ke saham
blue chip. Technical Analyst BRI Danareksa Sekuritas Reyhan Pratama melihat potensi bangkitnya saham-saham
blue chip akan membuka peluang hadirnya january
effect, yang bakal mendongkrak IHSG. "Dari aspek psikologis, optimisme awal tahun, akumulasi saham
undervalue dan penyesuaian portofolio dengan saham-saham
blue chip berpotensi menjadi pendorongnya," terang Reyhan.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menambahkan, sebagian saham-saham
blue chip sudah berada di titik harga yang menarik secara valuasi. Situasi ini membuka peluang untuk terjadinya
technical rebound, setidaknya dalam jangka pendek. Bagi investor yang berorientasi jangka menengah hingga panjang, saham
blue chip bisa menjadi pilihan dengan mempertimbangkan pembagian dividen usai rilis kinerja setahun penuh 2024. "Investor dapat mulai akumulasi
buy pada saham-saham
blue chip saat harga mengalami koreksi. Mempertimbangkan potensi dividen yang menarik dalam beberapa bulan ke depan, ini menjadi peluang strategis," terang Ekky. Ratih sepakat, pelaku pasar bisa memanfaatkan peluang
capital gain dan
dividend yield pada kuartal I-2025. Peluang akumulasi saham
blue chip menjadi lebih menarik saat IHSG sedang dalam posisi
undervalue. Baca Juga: Hujan Sentimen Positif, Emiten Kesehatan Bakal Makin Sehat di 2025 Hanya saja, investor juga perlu mencermati faktor eksternal. Terutama ketika secara global pelaku pasar cenderung
wait and see akibat sinyal hawkish The Fed dan kebijakan Donal Trump usai nanti dilantik menjadi presiden AS. "Perlu mempertimbangkan risiko, seperti depresiasi nilai tukar rupiah dan iklim suku bunga tinggi yang berpotensi masih terjadi. Oleh karena itu, strategi akumulasi dengan
money management yang baik dapat dilakukan, misalnya
buy on weakness dan
dollar cost averaging," jelas Ratih. Dalam jangka menengah, IHSG berpotensi rebound pada kuartal I-2025. Apalagi jika nilai nilai tukar rupiah serta harga komoditas energi dan tambang mineral-logam mengalami apresiasi. Sementara untuk jangka pendek hingga sepekan ke depan, Ratih memprediksi IHSG akan bergerak
mixed cenderung menguat dalam rentang 7.050 - 7.250. Ratih menyarankan untuk selektif mengoleksi saham
blue chip. Sektor yang bisa dipertimbangkan adalah keuangan, khususnya saham big bank, telekomunikasi serta energi. Pelaku pasar bisa memperhatikan
trading plan untuk sepekan ke depan. Ratih merekomendasikan
buy on weakness PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada harga Rp 4.150 dengan target
resistance di Rp 4.350. Kemudian,
buy PT Medco Energi Internasional Tbk(MEDC) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dengan target masing-masing di Rp 1.180 dan Rp 2.850. Audi menyematkan rekomendasi
buy untuk saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) PT United Tractors Tbk (UNTR) dan TLKM. Target harga masing-masing berada di Rp 7.200, Rp 1.900, Rp 31.900 dan Rp 3.200. Sedangkan Reyhan menyarankan saham big bank yakni BBRI, BMRI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk (BBNI). Kemudian, buy atau hold saham yang sedang uptrend seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
Baca Juga: Cara Bijak Investasi di Pasar Saham: Tips dari BNI Sekuritas Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati