Menanti kenaikan saham sektor kebun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham sektor perkebunan tahun lalu menjadi sektor pemberat IHSG. Tahun ini, sejak awal tahun, indeks saham sektor perkebunan mulai naik dan mencetak pertumbuhan tipis 0,93%.

David Sutyanto, Kepala Riset Ekuator Swarna Sekuritas, memprediksi, saham sektor perkebunan masih punya peluang tumbuh, meski terbatas. Pasalnya, masih ada sejumlah tantangan yang membayangi sektor perkebunan.

Salah satunya, adanya larangan ekspor komoditas ke Eropa. Hal ini turut menekan pasar minyak sawit mentah (CPO). Selain itu, musim penghujan juga turut memberatkan kinerja sektor ini. "Harga di Bursa Malaysia juga tidak terlalu bagus," kata dia, Selasa (13/2).


Thennesia Debora, analis BNI Sekuritas, juga masih memberikan pandangan netral untuk sektor perkebunan sampai akhir 2018. Sektor ini masih bergantung dengan sejumlah kebijakan negara konsumen. Misal, pemerintah India menaikkan bea masuk. "Pajak dinaikkan 15% dari sebelumnya 7,5%," ujar dia.

Dalam jangka pendek, Thennesia menilai, ada potensi harga CPO naik menjadi RM 2.600 per ton. Jadi, dalam waktu dekat, ada potensi kenaikan harga saham perkebunan, meski hanya sesaat.

Selain itu, penguatan ringgit Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat juga masih menjadi sentimen yang mempengaruhi saham sektor perkebunan "Kalau ringgit menguat, maka harga jadi kurang menarik," ujar Thennesia.

Harga CPO

Yosua Zisokhi, Analis Senior Henan Putihrai Sekuritas, mengatakan, sektor ini masih menghadapi tantangan dari rendahnya penyerapan CPO di kawasan Eropa dan Amerika. Selain itu, adanya substitusi minyak kedelai membuat penyerapan melemah.

Tambah lagi, pasokan CPO sedang meningkat. Sehingga, harga jual CPO cenderung tertekan. "Tapi kalau dibilang ada over supply saya kurang setuju, saya lebih setuju mengatakan, harga kembali normal," kata Yosua.

Pasalnya, pada tahun lalu, rata-rata harga CPO berkisar di RM 2.600-RM 2.700 per ton. Hal ini merupakan imbas penurunan pasokan karena adanya efek El-Nino di awal tahun. Lalu, harga CPO di 2016 kurang lebih ada di kisaran RM 2.600 dan di RM 2.300 per ton pada 2015.

Setelah efek El-Nino hilang dan permintaan kembali tumbuh perlahan, maka harga CPO di kisaran sekarang RM 2.400-RM 2.500 dinilai wajar.

Yosua masih memandang positif sektor ini. Permintaan yang masih tinggi dari China, India dan dalam negeri, terutama untuk biofuel, akan menopang sektor ini.

Biofuel seperti biodiesel akan cukup diminati seiring dengan kenaikan yang terjadi pada harga minyak mentah dunia. Apalagi, adanya CPO fund yang diusung oleh pemerintah juga membuat penyerapan biofuel seharusnya cukup baik.

Dari sisi produksi, Yosua menilai tidak ada masalah dari cuaca ekstrem seperti La-Nina. Namun, masih diberlakukannya moratorium pembukaan lahan, membuat produksi CPO dari emiten akan cenderung stagnan.

Pada pekan ini, harga CPO cenderung meningkat dan memasuki level RM 2.500. Berbeda dengan awal bulan Februari yang berada di bawah RM 2.500 per ton.

Yosua masih merekomendasikan saham AALI dan LSIP karena keduanya merupakan emiten yang memiliki luas lahan paling banyak dibandingkan emiten lain. "Buy AALI dengan target harga Rp 18.050 dan LSIP dengan target Rp 1.710," katanya. Lalu, Thennesia merekomendasikan buy LSIP dengan target harga Rp 1.920 dan AALI dengan target Rp 19.100.

Sementara itu, David merekomendasikan AALI dengan target Rp 14.500, SGRO dengan target Rp 3.000, dan LSIP dengan target Rp 1.500.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati