KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Proyek Smelter Pomalaa senilai US$ 4,5 miliar dipastikan bakal masuk dalam dokumen Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Vale Indonesia Tbk (
INCO). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, proyek High-Pressure Acid Leach (HPAL) Blok Pomalaa bakal menjadi syarat yang tertuang untuk perpanjangan izin operasi INCO. "Sekarang kan kita kasih perpanjangan usaha tambangnya, dengan catatan dia mesti bangun smelter yang dengan Ford, kalau enggak bangun batal (IUPK-nya)," kata Arifin di Gresik, dikutip Minggu (3/3).
Asal tahu saja, INCO memiliki empat izin Kontrak Karya (KK) dengan tahapan operasi produksi yang akan berakhir pada 27-28 Desember 2025. Pasca divestasi 14% saham INCO ke holding industri pertambangan, MIND ID, pemerintah berniat memberikan perpanjangan izin operasi dari KK menjadi IUPK bagi INCO. Sinyal perpanjangan izin sebelumnya disuarakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan pada pekan lalu.
Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Geber 3 Proyek Hilirisasi Nikel Senilai US$ 9 Miliar Menurut Luhut, perpanjangan berbagai izin termasuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perlu diberikan untuk mendukung proses divestasi berjalan dengan lancar. "Juga saya terakhir minta kepada teman-teman menteri, semua perizinan-perizinan yang masih belum keluar segera diselesaikan. Terutama IUPK bisa dikeluarkan dalam minggu ini, sehingga proses transaksi akuisisi ini bisa dituntaskan segera," kata Luhut di Hotel Pullman Jakarta, Senin (26/2). Arifin menambahkan, pemerintah bakal melakukan evaluasi secara rutin terkait perkembangan proyek-proyek hilirisasi INCO pasca pemberian perpanjangan izin. "Masuk di perjanjian itu, nanti kita tahu setiap tahun kita periksa, jangan lagi seperti bauksit," tegas Arifin. Asal tahu saja, INCO dan Zhejiang Huayou Cobalt Co. (Huayou) China menjalin kesepakatan dengan produsen mobil global Ford Motor Co untuk menciptakan kolaborasi tiga pihak. Upaya ini dilakukan untuk memajukan produksi nikel berkelanjutan dan membantu pengembangan baterai kendaraan listrik (EV) lebih terjangkau.
Ketiga perusahaan tersebut melakukan penyertaan modal di Proyek HPAL Blok Pomalaa melalui kesepakatan definitif yang juga disaksikan serta dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (30/3). Febriany Eddy, CEO PT Vale Indonesia menyatakan, perjanjian ini menunjukkan bahwa Perusahaan bukan hanya peduli soal tambang, melainkan juga aspek keberlanjutan lingkungan dan bagaimana Vale melaksanakannya. “Kami menanamkan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola kami ke dalam semua yang kami lakukan, dan hasilnya adalah kolaborasi unik dengan pembuat mobil global Ford dan pemroses mineral global Huayou untuk berinvestasi bersama dalam proyek ini,” jelas Febriany. Proyek HPAL Blok Pomalaa akan mengolah bijih yang dipasok oleh Vale Indonesia dari tambang Blok Pomalaa untuk menghasilkan nikel dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP). MHP merupakan produk nikel berbiaya rendah yang digunakan dalam baterai EV dengan katoda yang kaya akan nikel. Pabrik HPAL ini akan beroperasi di bawah naungan PT Kolaka Nickel Indonesia di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan dapat menghasilkan hingga 120 kiloton MHP per tahun.
Baca Juga: Tambah 14% Saham, MIND ID Jadi Pemegang Saham Terbesar Vale Indonesia (INCO) Persiapan lokasi awal Proyek HPAL Blok Pomalaa telah dimulai, dan konstruksi penuh diharapkan dapat dimulai tahun ini. Ditargetkan operasi komersial dimulai pada 2026. Kolaborasi ini akan menyediakan bahan-bahan penting untuk peralihan industri otomotif ke EV, meningkatkan industri manufaktur EV Indonesia, dan mendukung rencana Ford untuk menghasilkan laju produksi 2 juta EV pada akhir 2026 dan skala lebih lanjut secara bertahap. Melansir laman resmi Huayou, setelah proyek ini selesai, Huayou Cobalt akan memasok sekitar 84.000 ton produk bahan baterai setara nikel ke Ford Motor setiap tahunnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari