Mencari keseimbangan hidup sampai Baduy (3)



KONTAN.CO.ID - Rumah warga Baduy dalam selalu terbuka bagi para pengunjung. Para pemandu yang merupakan warga asli Baduy, biasa menyiapkan rumahnya untuk bermalam. Mereka tak mematok biaya menginap, namun pengunjung diharapkan memberi sumbangan sukarela.

Fasilitas bermalam yang disediakan pun sangat sederhana. Tak ada kasur empuk untuk tidur, hanya ada lantai bambu yang beralaskan tikar. Para pengunjung pun hidup menyatu dengan tradisi warga Baduy dalam.  

Rumah adat warga Baduy berbentuk rumah panggung dari bambu dan kayu. Atapnya terbuat dari perpaduan kayu, ijuk dan daun sulah atau daun rumbia. Suku Baduy memanfaatkan hasil alam untuk bertahan hidup. "Pohon sulah ini banyak tumbuh di sekitar sini. Bentuk pohonnya seperti palem begitu," ujar Yayat. warga Baduy.


Suku Baduy biasanya membangun rumah mereka dengan gotong royong. Selain rumah, mereka juga membangun lumbung padi yang letaknya agak jauh dari rumah mereka. Lumbung padi tiap warga terkumpul dalam satu kawasan khusus lumbung padi. Di kawasan itulah warga Baduy menyimpan bahan makanan mereka. "Setelah kami panen, hasilnya di simpan di sini," kata Yayat sambil menunjuk deretan lumbung padi milik warga.

Sensasi bermalam di perkampungan Baduy sangat berbeda dengan penginapan di perkotaan. Benar-benar menyatu dengan alam dan kembali pada dasar cara hidup manusia secara natural. Tak ada listrik di perkampungan Baduy dalam. Warga hanya mengandalkan lampu minyak kala pekat malam datang.  

Tak ada kamar mandi di dalam rumah. "Kalau mau mandi bisa di sungai atau di pancuran dekat sini," ujar Idong. Ternyata, pancuran yang dimaksud adalah bilik sederhana yang sekatnya berupa anyaman bambu. Di dalam bilik tesebut terdapat wadah untuk menampung air berupa lumpang kayu yang bentuknya mirip lesung.  

"Di sini mandi tidak boleh menggunakan sabun. Hanya menyiram air saja. Kalau laki-laki biasanya mandi di sungai, yang perempuan di bilik pancuran ini," kata Idong. Tal dipakainya sabun tersebut merupakan tradisi turun-temurun sejak nenek moyang.

Rumah suku Baduy dalam terbagi menjadi dua bagian, yakni ruangan biasa yang digunakan untuk tidur, ngobrol dan makan serta ruangan khusus yang disekat untuk memasak. Beberapa peralatan makan sudah mulai modern, warga Baduy dalam kini sudah menggunakan sendok dan piring. Sedangkan gelasnya masih berupa gelas bambu.

Biasanya warga tidur sekitar jam 10 malam. Suasana kampung pun berangsur sepi. "Kalau saya sendiri tidurnya malam, jam 12 kadang baru tidur dan bangun jam 4 pagi," jelas Idong. Dalam berdialog sehari-hari, baik Baduy dalam maupun Baduy luar menggunakan bahasa Sunda.           

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.