Mencari peluang cuan dari pembentukan SWF



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, Undang-Undang Cipta Kerja akan menjadi salah satu sentimen positif bagi IHSG, sekaligus game changers bagi ekonomi Indonesia. Penerapan aturan tersebut akan menarik investasi dari luar ke Indonesia.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah membentuk sovereign wealth fund (SWF) Indonesia. SWF akan menampung dan mengelola dana investasi yang masuk.

Dana yang dikelola oleh SWF digunakan untuk mendanai pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia. Tentu saja, hal ini menjadi peluang bagi saham-saham yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur Indonesia.


Dikutip dari Investopedia, SWF adalah badan pengelola dana investasi yang dimiliki oleh negara untuk kepentingan negara. Sebagai kendaraan finansial yang dimiliki negara, SWF memiliki atau mengatur dana publik dan menginvestasikannya ke aset-aset yang luas dan beragam. 

Fungsi SWF adalah untuk stabilisasi ekonomi, terutama meningkatkan investasi dan tabungan masyarakat. Melalui SWF, investasi dari luar negeri diharapkan dapat mengalir ke Indonesia dan akhirnya membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. 

Pembentukan SWF di Indonesia diatur oleh UU Ciptaker (pasal 165-172) paragraf kedua tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Dalam UU tersebut disebutkan pembentukan LPI untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai aset secara jangka panjang, dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. 

Struktur LPI nanti akan diisi oleh kombinasi pemerintah dan profesional. Dewan Pengawas terdiri dari Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan tiga orang profesional.

Sementara itu, Direktur akan diisi oleh lima orang dari profesional. Dengan kombinasi ini, LPI diharapkan menjadi lembaga yang profesional dan kuat. 

Dana LPI berasal dari dalam negeri dan luar negeri, yang nantinya dikelola untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Modal awal yang diberikan Rp 15 miliar dan secara bertahap akan dilakukan pemenuhan modal hingga mencapai Rp 75 triliun di 2021. 

Sampai saat ini ada beberapa negara yang tertarik dan berkomitmen untuk berinvestasi di SWF Indonesia. Negara tersebut antara lain Uni Emirat Arab yang berjanji menamkan modal US$ 22,8 miliar, Amerika Serikat yang siap berinvestasi US$ 2 miliar dan Jepang yang siap menaruh dana US$ 4 miliar. 

Salah satu segmen infrastruktur yang menjadi sasaran SWF adalah pembangunan jalan tol. Karena itu, pembentukan SWF akan memberi dampak positif pada saham pengelola jalan tol.

Investasi langsung melalui SWF dapat menjadi solusi untuk menjaga kekuatan dana bagi pengelola jalan tol dalam mengerjakan proyeknya. Apalagi di tahun depan pembangunan jalan tol masih menjadi proyek strategis nasional, dengan 54 proyek dari total 201 proyek strategis nasional yang disiapkan pemerintah.

Berikut ulasan mengenai saham-saham yang terkena sentimen positif pembentukan SWF.

JSMR

PT Jasa Marga Tbk (JSMR) saat ini memiliki konsensi jalan tol sepanjang 1.527 kilometer (km). Yang sudah beroperasi mencapai 1.191 km, atau 52% dari total jalan tol.

Bisnis jalan tol berkontribusi 90% terhadap total pendapatan JSMR. Walaupun sempat tertekan karena pandemi, saat ini pendapatan jalan tol sudah mulai pulih. 

Pendapatan tol JSMR di September naik 70,1% menjadi Rp 2,3 triliun. Buat perbandingan, pendapatan di Juni sebesar Rp 1,4 triliun.

Peningkatan ini mendorong pendapatan total JSMR pada September naik 45,2% menjadi Rp 3,8 triliun. Pendapatan sepanjang Januari–September sebesar Rp 6,3 triliun, turun 15% dibanding periode yang sama di 2019.

WSKT

Dibanding emiten konstruksi BUMN lainnya, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) nampaknya lebih fokus pada pembangunan jalan tol. WSKT saat ini memiliki 10% dari panjang tol yang beroperasi di Indonesia,  dengan nilai investasi Rp 169 triliun.

Saat ini lalu lintas tol WSKT mulai pulih, setelah terpuruk karena pandemi. Meski begitu, kinerja WSKT masih tertekan.

Pendapatan WSKT di September sebesar Rp 3,7 triliun, turun 4,3% dibanding pendapatan di Juni 2020. Secara kumulatif pendapatan hingga September sebesar Rp 11,7 triliun, turun 46,7% dibanding 2020. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata