KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks yang mengukur 30 saham emiten dengan kinerja pertumbuhan yang bagus, yakni IDX Growth30, berkinerja apik sepanjang tahun ini. Sejak awal tahun atau secara
year-to-date (ytd), IDX Growth30 menguat 2,93%. Penguatan ini mengalahkan dua indeks lain yang biasa menjadi acuan investasi, yakni Indeks LQ45 dengan penguatan 1,42% dan IDX 30 yang hanya menguat 0,30% sejak awal tahun. Secara kinerja pun, emiten penghuni ÌDX Growth 30 punya kinerja yang oke, setidaknya per kuartal ketiga 2021. Misalkan saja PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) yang berhasil mengantongi laba sebesar Rp 23,2 triliun sampai dengan September 2021 atau naik 15,8%
year on year (yoy).
Baca Juga: Kinerja Kalbe Farma (KLBF) tidak bergantung pada kondisi pandemi Covid-19 PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) juga berhasil mencetak kinerja positif. Emiten pelat merah ini mencatatkan laba bersih senilai Rp 19,07 triliun triliun hingga kuartal ketiga 2021, naik 34,74% yoy dibandingkan posisi yang sama tahun lalu Rp 14,15 triliun. Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai, IDX Growth30 cukup bagus dijadikan acuan investor dalam memilih saham untuk dimasukkan ke dalam portofolio. Sebab, indeks ini punya kriteria seperti memiliki valuasi harga yang rendah dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik. “Prospek indeks ini ke depannya bagus, mengingat saham-saham di dalamnya berhasil mencatatkan kinerja yang tumbuh secara mayoritas,” terang Sukarno kepada Kontan.co.id, Kamis (4/11).
Baca Juga: Tower Bersama Infrastructure (TBIG) terbitkan surat utang US$ 400 juta Prospek konstituen indeks ini, seperti sektor emiten perbankan dinilai masih bisa bertumbuh. Sukarno bilang, kredit perbankan masih berpotensi berada dalam tren kenaikan seiring dengan kondisi suku bunga rendah guna mendukung ekonomi yang ekspansif. Senada, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Setya Ardiastama menilai, distribusi kredit masih akan naik hingga akhir tahun seiring dengan perbaikan dari kinerja industri. Asal tahu, penyaluran kredit perbankan per September 2021 tumbuh 2,21%. Realisasi ini naik dari tingkat penyaluran kredit pada Agustus yang hanya naik 1,16%. Kinerja dua emiten pertambangan nikel, yakni PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) juga diproyeksikan dapat lebih baik dari tahun lalu. Hanya saja, Okie melihat kenaikan dari komoditas nikel juga sudah terbatas, sehingga risiko fluktuasi harga hingga akhir tahun lebih kecil.
Baca Juga: Terbebani utang, Waskita Karya (WSKT) akan lepas seluruh aset jalan tol hingga 2025 Emiten lain penghuni indeks ini yang punya potensi bertumbuh adalah PT Erajaya Swasembada Tbk (
ERAA). Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan memproyeksikan adanya kenaikan volume penjualan perangkat seluler seiring dengan ekspektasi kenaikan tingkat kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan. Selain itu, kinerja ERAA juga disokong oleh peluncuran sejumlah produk baru seperti Samsung Galaxy Z Flip3, iPhone 13, Xiaomi Redmi 10, dan Realme GT ME. Ke depan, Henan Putihrai Sekuritas mengekspektasikan ERAA masih dapat menjaga pertumbuhan pendapatannya. “Hal ini seiring dengan proyeksi masih kuatnya permintaan terhadap produk smartphone dan perangkat berteknologi tinggi lainnya,” kata Steven.
Baca Juga: Kinerja Ace Hardware lesu, ini rekomendasi saham ACES PT Surya Citra Media Tbk (
SCMA) juga masih punya ruang bertumbuh. Steven mengekspektasikan peningkatan lebih lanjut dalam kinerja keuangan emiten media tersebut pada 2022 dan 2023, menyusul proyeksi kenaikan permintaan belanja iklan dan bisnis digital seiring ekspektasi pemulihan ekonomi. Tahun ini, SCMA diproyeksikan membukukan pendapatan senilai Rp 5,64 triluun dan akan naik menjadi Rp 6,26 triliun di tahun depan. Sementara untuk PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (
TBIG), Steven menilai emiten ini memiliki keunggulan di margin EBITDA yang paling tinggi di antara
peers-nya, seperti PT Sarana Menara Nusantara Tbk (
TOWR) dan Mitratel (anak usaha TLKM). “Artinya, TBIG sudah sangat efisien dalam pengelolaan biaya-biaya infrastruktur menaranya,” sambung Steven. Secara umum, Steven menilai prospek emiten menara masih cukup baik, apalagi ditambah dengan adanya teknologi fiberisasi (fiber-to-the-tower). Hal ini membuat adopsi teknologi 5G dapat lebih cepat. Hanya saja, secara valuasi saat ini sahamTBIG dinilai lebih mahal dibandingkan TOWR. Dengan kata lain, TOWR masih punya potensi keuntungan dari potensi kenaikan harga sahamnya yang masih bisa dinikmati pelaku pasar ketimbang TBIG. Ditambah, margin laba bersih TOWR juga lebih bagus daripada TBIG.
Baca Juga: Berpeluang koreksi, simak proyeksi IHSG dan rekomendasi saham untuk Jumat (5/11) Henan Putihrai Sekuritas merekomendasikan beli saham ERAA dengan target harga Rp 800. Saham ERAA masih cukup atraktif, salah satunya didukung dengan valuasi ERAA yang cukup murah. Untuk SCMA, Steven mempertahankan peringkat
hold dengan merevisi naik target harga menjadi Rp 480, karena tingginya pertumbuhan pada bisnis media digitalnya. Sementara saat ini Okie masih merekomendasikan beli pada saham sektor perbankan khususnya BBCA dan BBRI. Target harga BBCA berada di Rp 8.350 dan target harga BBRI di Rp 4.670.
Sedangkan untuk ANTM dan INCO, Okie merekomendasikan
hold kedua saham ini. “Dimana
upside pada saham tersebut lebih terbatas hingga akhir tahun,” pungkas Okie. Target saham INCO dan ANTM masing-masing berada di harga Rp 4.900 dan Rp 2.450. Sukarno merekomendasikan beli saham INCO dan
hold saham ANTM. INCO dan ANTM berpeluang mencetak kinerja yang lebih baik untuk tahun ini dibandingkan tahun lalu seiring kenaikan harga komoditas nikel.” Tetapi mungkin sedikit naiknya, karena harga emas juga turun dibandingkan tahun lalu,” pungkas dia.
Baca Juga: Punya outlook yang positif, Panin Sekuritas beri rating buy untuk saham MIKA Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati