JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) terus berupaya meningkatkan produksinya. Caranya dengan melakukan penambangan timah ke lepas pantai. Tahun ini, TINS telah mulai memodifikasi dua kapal keruk berteknologi Bucket Line Dredge (BLD) menjadi Bucket Wheel Dredge (BWD). Targetnya, pada 2015 nanti mereka telah memodifikasi 12 unit kapal keruk. Rencana tersebut merupakan jalan keluar yang ditempuh TINS untuk mengatasi kendala penambangan darat (on shore) selama ini. Wachid Usman, Direktur Utama TINS, dalam rapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, pekan lalu, menyatakan, keberadaaan tambang dan kolektor bijih timah ilegal menyebabkan sebagian cadangan tambang rusak dan tak bisa ditambang secara teratur. Padahal, permintaan timah dunia sedang menanjak. Harga timah di pasar London Metal Exchange (LME) sudah mencetak rekor tertinggi di posisi US$ 19.200 per ton pada Kamis (20/4) pekan lalu. Ini merupakan harga tertinggi sejak enam bulan terakhir.TINS ingin memanfaatkan momentum itu dengan menggenjot produksinya. Mereka mengalokasikan dana hingga Rp 200 miliar untuk memodifikasi satu unit kapal keruk.
Harapannya, TINS bisa memproduksi timah sebanyak 50.000-60.000 metrik ton per tahun pada tahun 2015. Saat ini, kontribusi tambang laut TINS baru sebesar 47% dari total produksi. Modal tinggi Metty Fauziah, Analis Danareksa Sekuritas, melihat TINS harus berusaha keras meningkatkan kapasitas produksi. "Caranya, mau tidak mau mereka harus menambang di lepas pantai itu," imbuhnya. Hanya saja, menurut Herman Koeswanto, analis AAA Securities, penambangan lepas pantai membutuhkan modal besar. Yaitu, sekitar US$ 9.000 per ton. Nah, TINS bakal tekor jika harga jual nantinya di bawah biaya produksi. Sedangkan biaya penambangan di darat juga dapat membengkak. "Kalau on shore, mereka (TINS) harus membayar social cost yang akhirnya harganya bisa jauh lebih mahal," katanya. Dia menilai, harga wajar timah TINS 70% dari harga LME. Herman mencermati, saat harga jual LME turun, para penambang tidak mau menurunkan harga jual mereka. Akibatnya, TINS harus membayar lebih mahal.