KONTAN.CO.ID - BUNGO. Masih ada desa yang terbilang sulit untuk mencari sinyal telekomunikasi. Misalnya saja lima desa yang mendapat mandat menjadi pengelola hutan desa Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) di Bathin III Ulu, Muara Bungo, Jambi. Lima dusun, sebutan desa di wilayah tersebut adalah Sungai Telang, Buat, Laman Panjang, Lubuk Beringin dan Senamat Ulu. Saat tim KONTAN menyambangi lima dusun tersebut medio Maret kemarin, ada satu kesulitan krusial saat melakukan peliputan. Yakni susahnya mengirimkan informasi karena keterbatasan sinyal telekomunikasi.
“Disini memang susah sinyal,” kata M Shofwan, Sekretaris Dusun Sungai Telang dan Ketua Forum Komunikasi Hutan Berbasis Masyarakat Bujang Raba belum lama ini. Meski begitu, keterbatasan tersebut membuat para warga di lima dusun tesebut patah arang. Kepemilikan gadget menjadi hal lumrah di dusun tersebut. Tetapi ketika harus bisa berkomunikasi dengan dunia luar, harus ada upaya ekstra untuk bisa menemukan sinyal telekomunikasi. Maklum, menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bungo, lima dusun tersebut nihil menara BTS. Kalaupun ada hanya ada di beberapa dusun yang berdekatan dengan lima dusun tersebut. Salah satunya Dusun Muara Buat. Di dusun inilah biasanya para warga lima dusun Bujang Raba bisa dengan leluasa mendapatkan sinyal dari perusahaan telekomunikasi dengan gampang. “Makanya untuk mencari sinyal memang perlu usaha ekstra,” sebut Shofwan.
Baca Juga: Petani Jeruk Desa Sejiram Semakin Cuan Karena Ada Internet INSANAK Sebetulnya di beberapa dusun pengelola hutan Bujang Raba, warga bisa mendapatkan sinyal telekomunkasi. Tetapi lokasinya tertentu. Misalnya ada warga yang menyebut sebagai pohon sinyal yang berlokasi di Dusun Buat. Di salah satu pohon dekat persawahan, beberapa kaum muda mengelilingi sebuah pohon yang diyakini bisa menangkap sinyal. “Mereka menyebutnya sebagai pohon sinyal,” kata salah seorang warga Dusun Laman Panjang. Sebetulnya, masih ada lagi beberapa titik yang diyakini bisa menangkap sinyal operator seluler. Tipikalnya serupa dengan pohon sinyal, yakni berada di bawah pohon besar. Upaya lainnya adalah dengan membeli voucer internet yang tersedia di beberapa warung kelontong di setiap desa. Rupanya internet desa sudah masuk di lima dusun tersebut. Harga voucer internet terbilang beragam. Yakni mulai dari Rp 5.000 per enam jam hingga Rp 6.500 per 10 jam.
Apakah lancar? Tidak juga. Tim KONTAN sempat memanfaatkan internet desa tersebut. Namun koneksi untuk bisa membuka layanan digital tergolong kurang optimal. Bahkan harus juga mencari titik atau spot yang tepat untuk bisa mendapatkan sinyal yang memadai. Sepertinya, ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan setempat dan tentu saja perusahaan telekomunikasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Markus Sumartomjon