JAKARTA. Seiring dengan pemahaman masyarakat terhadap reksadana yang membaik dan pertumbuhan kelas menengah, pasar bagi produk reksadana masih terbuka lebar. Apalagi, penetrasi pasar reksadana masih rendah. “Dari pendapatan per kapita kita yang sebesar US$ 3.600, hanya US$ 71 per kapita yang ditempatkan di reksadana,” jelas Denny R. Thaher, Direktur Utama PT Trimegah Asset Management. Fakta tersebut membuat sejumlah perusahaan manajer investasi tetap percaya diri meluncurkan produk-produk reksadana baru di tengah kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu dan ancaman inflasi di dalam negeri. Tentu saja, mereka telah menyiapkan strategi penjualan dan kebijakan investasi untuk menarik minat calon investor. Jika Anda termasuk investor yang berniat membeli atau menambah investasi di reksadana, ada beberapa hal pokok yang mesti Anda cermati. Yang terpenting, cari tahu riwayat si manajer investasi (MI), baik perusahaannya maupun orang yang mengelolanya. Sebaiknya, pilih MI yang cukup berpengalaman dan terbukti menghasilkan kinerja yang baik. MI yang berpengalaman mengelola dana besar dan tetap menghasilkan kinerja baik bisa Anda jadikan pertimbangan utama.
Menghasilkan kinerja baik berarti, saat indeks yang menjadi acuan reksadana itu turun, kinerja produk tadi tidak turun terlalu jauh dari indeks atau bahkan lebih baik dari kinerja indeks. Sementara, di saat indeks naik, produk tadi bisa menghasilkan kinerja di atas indeks atau minimal sama. Selebihnya, pilihlah produk yang sesuai dengan tujuan investasi Anda dan kesanggupan Anda menanggung risiko yang terdapat pada produk tersebut. Tentu saja, untuk bisa memutuskan, Anda harus mencermati spesifikasi produk tersebut. Tanpa bermaksud merekomendasikan, berikut berberapa produk yang tengah dipasarkan dan akan meluncur pekan ini. - TRAM Infrastructure Plus TRAM Infrastructure Plus adalah produk racikan Trimegah Asset Management. Ini adalah reksadana tematik yang mengandalkan saham-saham infrastruktur. Penempatan di saham mencapai 80%-100% dari total portofolio. “Sebanyak 60% di antaranya ditempatkan pada saham berbasis infrastruktur dan turunannya. Antara lain jalan tol, industri dasar, konstruksi, properti, dan perbankan,” ujar Denny. Kebutuhan infrastruktur di Tanah Air, menurut Denny, bisa menjadi penggerak kinerja saham-saham infrastruktur. Apalagi, pemerintah telah membuat Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) hingga 2025. Program ini berpotensi mengundang investasi Rp 4.012 triliun atau Rp 267 triliun per tahun. Namun, analis riset PT Infovesta Utama Edbert Suryajaya, ragu, kinerja reksadana ini akan optimal jika murni menempatkan dana kelolaannya di saham sektor infrastruktur. “Makanya, diberi istilah ‘plus’ untuk memungkinkan MI masuk ke sektor lain,” seloroh Edbert. Pengamat pasar modal dan reksadana Rudiyanto menambahkan, klasifikasi sektoral di pasar modal Tanah Air sebenarnya tak pernah jelas. “Jadi, produk reksadana tematik seperti ini lebih banyak sisi marketing-nya ketimbang sebagai sebuah strategi investasi MI,” katanya. Meski begitu, Denny optimistis, produk baru ini bisa meraup dana kelolaan Rp 500 miliar dalam setahun ke depan. “Target return tahun ini 10%-15%,” kata Denny. Untuk mencapai target tersebut, Chief Investment Officer Trimegah Asset Management Cholis Baidowi mengaku, tak akan anti dengan saham lapis kedua. Porsi penempatan dananya 50:50 untuk saham berkapitalisasi besar atau big cap dan saham berkapitalisasi mini alias small cap. Kemudian, Trimegah mengalokasikan 30% dari dana kelolaanya untuk memanfaatkan peluang dari fluktuasi harga alias trading. Selebihnya, Trimegah menempatkan dana sebagai investasi jangka panjang. Seperti produk sebelumnya, produk ini memberi iming-iming asuransi jiwa dari PT Avrist Assurance. Syaratnya, saldo minimal harus Rp 5 juta. Nilai uang pertanggungannya tergantung besar kecil nilai saldo. Misal, saldo Rp 5 juta mendapat manfaat Rp 5 juta dan saldo Rp 1 miliar berhak atas uang pertanggungan Rp 400 juta. Sampai 29 Februari 2012, total dana kelolaan Trimegah Rp 3,9 triliun. Sebanyak Rp 1,4 triliun atau 37,05% berasal dari reksadana saham. Target total dana kelolaan Trimegah tahun ini adalah Rp 5,5 triliun. - Tiga opsi dari Jisawi Tak tanggung-tanggung, PT Jisawi Finas menyodorkan tiga produk baru sekaligus. Ketiganya merupakan produk reksadana konvensional, yakni reksadana saham Jisawi Progresif, reksadana campuran Jisawi Kombinasi, dan reksadana pendapatan tetap Jisawi Obligasi Plus. Mari kita bahas satu per satu ketiga produk ini. Jisawi Progresif menerapkan kebijakan investasi, 80%-98% dana ditempatkan di saham. Sisanya, 2%-20% ditempatkan di pasar uang. Jisawi mengalokasikan porsi cukup besar untuk trading, yakni bisa sampai 50%. Saham-saham incaran Jisawi adalah saham barang konsumsi, infrastruktur, dan perbankan. “Target dana kelolaan dalam setahun ke depan Rp 50 miliar,” ujar Sunggul Situmorang, Direktur Utama Jisawi. Direktur Eksekutif Jisawi Rofinus Pardede memprediksi, IHSG akan naik 13,5%-15% atau mencapai level 4.485 hingga akhir tahun ini. Dus, Jisawi menargetkan, return produk ini bisa mencapai 13,12%-14,55%. Untuk Jisawi Obligasi Plus, tahun ini, Jisawi akan lebih banyak masuk ke obligasi korporasi ketimbang Surat Utang Negara (SUN). “Soalnya, imbal hasilnya masih lebih tinggi obligasi pemerintah,” ujar Sunggul. Agar terhindarkan dari risiko gagal bayar, Jisawi akan lebih banyak membenamkan dana di obligasi terbitan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan peringkat minimal A. Mengenai pilihan sektornya, sektor perbankan akan mencuil 30%-35%.Tahun ini, Jisawi memperkirakan, imbal hasil obligasi korporasi akan mencapai 8%-8,5%. Tapi, Jisawi berani memasang target return 9,15%-9,42% per tahun untuk reksadana obligasinya tersebut. “Itu target konservatif kami,” imbuh Sunggul. Jisawi menargetkan, reksadana obligasi ini bisa meraup dana Rp 75 miliar setahun ke depan. Dari sisi tingkat kupon, Rudiyanto sepakat, kupon obligasi korporasi lebih menarik ketimbang SUN. Cuma, saat ini pasokan obligasi korporasi di pasar sekunder tidak begitu banyak. Jadi, MI harus gesit mengatur strategi agar mendapatkan instrumen yang bagus. Dari sisi risiko gagal bayar, risiko obligasi korporasi tentu lebih tinggi ketimbang SUN. Toh, sepengetahuan Edbert, belum ada reksadana di Tanah Air yang memiliki aset dasar obligasi yang kemudian gagal bayar. Itu karena kebanyakan MI memilih obligasi korporasi yang masuk investment grade. Pun demikian, investor tetap harus cermat dan hati-hati. Terakhir, untuk Jisawi Kombinasi, Jisawi bakal leluasa memutar dana di obligasi dan saham. Sebab, porsinya bisa masing-masing bisa berkisar 5%-75%. Adapun, sisa dana akan ditempatkan di pasar uang dengan porsi 2%-75%. Jisawi berharap, produk in bisa menghasilkan return 11,7%-12,75%. Strategi pemilihan aset reksadana ini merupakan gabungan dari strategi dua produk yang telah diulas sebelumnya. Setahun nanti, Jisawi berharap, dana kelolaan reksadana ini bisa mencapai Rp 50 miliar. Nah, agar ketiga produk tadi laris, Jisawi menggelar program Sentosa, yakni Setoran Investasi Masa Tua. Jadi, program ini dipromosikan sebagai dana pensiun bagi perorangan. “Dana ini bisa disimpan saja hingga seseorang masuk masa pensiun,” tutur Sunggul. Investor bisa memilih produk yang diinginkan. Agar gampang, investor bisa memakai program auto debet di bank yang ia pilih. Tapi, tidak ada keharusan dia harus berinvestasi rutin saban bulan. Jadi, ini semata program edukasi. Jika investor meninggal sebelum usia pensiun, ahli waris bisa mencairkan reksadana sesuai dengan kinerjanya pada saat itu. Hingga akhir 2012, Jisawi membidik dana kelolaan Rp 400 miliar. Per Rabu (21/3), Jisawi mengelola Rp 130 miliar. - NISP Proteksi Dinamis Seri 17 Berbeda dengan MI lain, NISP Asset Management menawarkan reksadana terproteksi. Jadi, masa penawarannya terbatas. Tenggatnya adalah 28 Maret ini. Nilai dana kelolaan pun terbatas. Targetnya cuma Rp 144 miliar. Reksadana ini adalah reksadana terproteksi NISP yang ke-20. “Reksadana terproteksi masih cukup menarik bagi investor yang ingin mendapatkan dividen secara berkala dan dengan risiko yang relatif rendah,” ujar Hanafi Himawan, Presiden Direktur NISP Asset Management. Secara industri, pangsa pasar reksadana terproteksi mencapai 25% atau sekitar Rp 39,8 triliun. “Kami harapkan, tahun ini reksadana terproteksi masih bertumbuh dengan pangsa pasar menjadi sekitar 30%,” kata Hanafi. Berbeda dengan reksadana terproteksi umumnya yang menempatkan minimal 80% dana di SUN, NISP Proteksi Dinamis Seri 17 menempatkan 100% dana di obligasi korporasi. Pilihannya ada dua obligasi perusahaan multifinance, yakni Obligasi Berkelanjutan I Adira Finance Seri C Tahun 2011 dengan porsi 11% dan Obligasi II SAN Finance Seri C Tahun 2012 dengan porsi 89%. Keduanya mempunyai jatuh tempo yang berbeda sehingga pencairan reksadana ini juga dalam dua tahap.
Sekadar informasi, Adira lebih banyak membiayai sepeda motor, sedangkan SAN Finance lebih banyak membiayai alat berat. Adira mendapat peringkat AA+ dari Pefindo dan SAN mengantongi peringkat AA dari Fitch Ratings. Jadi, kendati diputar di obligasi korporasi, reksadana ini relatif aman karena peringkat aset dasarnya cukup bagus. Tenor yang relatif pendek juga memperkecil risiko gagal bayar. Dengan strategi tersebut, NISP menargetkan, produknya bisa menghasilkan imbal hasil bersih 6,5% per tahun. Untuk reksadana terproteksi, Edbert menyarankan investor harus menghitung berapa besar return bersih yang sebenarnya didapat jika dia terpaksa mencairkan sebelum jatuh tempo. Asal tahu, NISP memberi dua kali kesempatan untuk mencairkan di tengah jalan. Namun, dendanya cukup besar. “Jadi, sebaiknya sudah harus dipikirkan sejak awal bahwa dana tersebut tidak akan dicairkan,” wanti-wanti Edbert. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie