KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan kasus covid-19 varian omicron melanda Indonesia pada beberapa pekan terakhir. Tak seperti sebelumnya, gelombang ketiga penyebaran covid kali ini tampaknya tidak berdampak secara signifikan bagi peningkatan pasien di rumah sakit. Kinerja saham emiten rumah sakit pun tampaknya tak terpapar sentimen positif. Bahkan, lebih banyak yang terkapar di zona merah. Sejumlah emiten rumah sakit yang harga sahamnya ditutup turun pada perdagangan Kamis (10/2) ini meliputi PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (
SAME) yang merosot 2,73% ke Rp 356. Lalu ada PT Medikaloka Hermina Tbk (
HEAL) yang turun 2,74% ke Rp 1.065. Saham PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (
MIKA) juga terpantau turun 2,59% ke Rp 2.260.
Selanjutnya PT Bundamedik Tbk (
BMHS), yang mencatatkan penurunan 3,27% ke Rp 740. Kemudian PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (
SRAJ) yang merosot 2,07% ke Rp 284, serta PT Siloam International Hospitals Tbk (
SILO) yang sahamnya turun 0,62% ke Rp 7.950. Nasib berbeda didapat oleh PT Royal Prima Tbk (
PRIM) yang sahamnya justru naik 1,53% ke Rp 398, meski secara
year to date (ytd) masih turun 0,50%.
Baca Juga: Omicron Meningkat, Begini Dampaknya untuk Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) Head of Investor Relations MIKA Aditya Widjaja menyampaikan, manajemen rumah sakit Mitra Keluarga telah menyiapkan sekitar 660 bed untuk perawatan covdi-19 dan mengantisipasi lonjakan kasus omicron. Seiring penambahan jumlah kasus secara nasional, volume rawat inap pasien terjangkit covid-19 dalam beberapa minggu terakhir mengalami peningkatan. Namun, Aditya mengatakan bahwa sejauh ini kenaikannya masih cukup terkendali. "Melihat kasus yang ada saat ini rata-rata gejalannya kebanyakan ringan-sedang. Beda dengan waktu delta varian dimana kasusnya cukup banyak yang sedang dan berat," kata Aditya kepada Kontan.co.id, Kamis (10/2). Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya mengungkapkan bahwa katalis positif bagi emiten rumah sakit kali ini tidak akan sesignifikan saat gelombang kedua pada pertengahan tahun lalu. Sebab, gelombang ketiga akibat varian omicron ini terbuka alternatif untuk melakukan isolasi mandiri di rumah, dengan tingkat keparahan yang dinilai tidak setinggi seperti varian delta.
Baca Juga: Pendapatan Itama Ranoraya (IRRA) Naik di 2021, Ditopang Produk Rapid Test Covid-19 Cheryl menilai peluang emiten rumah sakit untuk menumbuhkan kinerja pendapatan masih terbuka. Namun, peluang peningkatannya tidak akan sesignifikan pada tahun lalu. Menimbang kondisi saat ini, pelaku pasar pun disarankan untuk mencermati terlebih dulu pergerakan saham emiten rumah sakit. "Beberapa hari terlihat menguat, namun hari ini pelemahannya cukup signifikan. Sebaiknya wait and see dulu hingga penurunan selesai," kata Cheryl saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (10/2). Hal senada juga disampaikan oleh Analis Panin Sekuritas William Hartanto. Secara bisnis, tidak adanya lonjakan pasien bisa menjadi sentimen negatif bagi kinerja emiten rumah sakit. Namun, kondisi ini menandakan bahwa situasi sekarang tidak sedang dalam ancaman besar seperti pada 2020 dan pertengahan 2021 lalu. Bagi pelaku pasar, William pun menyarankan untuk wait and see. "Sebagian besar mengarah pada pelemahan, jadi rekomendasi saya wait and see untuk emiten rumah sakit," sebutnya.
Baca Juga: Strategi Bundamedik (BMHS) Hadapi Gelombang Ketiga Pandemi Covid-19 Sementara itu, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat prospek kinerja rumah sakit dengan lebih optimistis. Andhika mengamini, Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit saat ini tidak setinggi ketika gelombang kasus covid-19 saat varian delta melanda. Meski begitu, bukan berarti emiten rumah sakit tidak disertai katalis positif pada tahun ini. Andhika menilai, anggaran senilai Rp 256 triliun atau 9,4% dari total anggaran belanja negara menjadi wujud keseriusan pemerintah untuk terus membenahi sektor kesehatan. Selain itu, masih adanya pasien covid-19 di samping pasien non-covid tetap bisa memberikan dampak positif untuk menjaga raihan pendapatan. "Jadi menurut kami untuk kinerja emiten rumah sakit selama tahun 2022 akan tetap terjaga," kata Andhika. Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei juga berpandangan bahwa pendapatan emiten rumah sakit pada tahun ini tetap bisa tumbuh, meski tidak setinggi pada tahun lalu. Jono memperkirakan kontribusi dari pasien covid akan jauh lebih sedikit, dengan estimasi 25%-30% di 2021, menjadi tidak sampai 5%.
Baca Juga: Saham Emiten Rumah Sakit Hijau, Begini Rekomendasi HEAL, MIKA, & SILO Namun di sisi lain, jumlah pasien non-covid sudah hampir sama dengan saat sebelum terjadinya pandemi pada 2019. Jono pun menggambarkan, jika pada tahun 2021 pendapatan emiten rumah sakit bisa tumbuh di level double digit, maka pada tahun ini kemungkinan hanya berada di tingkat
single digit.
Dari sisi pengembangan usaha, emiten rumah sakit diprediksi tetap akan gencar melakukan ekspansi secara organik maupun anorganik. "Di tahun ini rumah sakit juga kembali ke bisnis dasarnya yang melayani lebih banyak pasien non-covid. Juga melakukan digitalisasi untuk efisiensi proses bisnis, sehingga kami melihat kinerja emiten rumah sakit akan terus bertumbuh," sebut Jono. Jono pun merekomendasikan
buy pada MIKA dengan target harga di Rp 2.750 per saham dan HEAL dengan target harga Rp 1.320 per saham. Sementara Andhika menyarankan
buy on weakness saham MIKA di level Rp 2.190-Rp 2.240 (SL 2.080; target harga 2.400), dan buy on
weakness untuk SILO di rentang harga Rp 7.850-Rp 7.950 (SL 7.450; target harga 8.500). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati