Mencermati rencana rights issue emiten



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten tengah bersiap menawarkan saham dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Salah satu emiten yang akan melakukan rights issue adalah PT Bank Mayapada Internasional Tbk.

Bank dengan kode saham MAYA ini berencana menerbitkan 910 juta saham baru dengan target perolehan dana Rp 2 triliun. Jika mengacu target nilai emisi tersebut, harga rights issue MAYA bisa berkisar Rp 2.190 per lembar saham. Sekadar informasi, harga saham MAYA saat ini ada di level Rp 3.500.

Aksi korporasi ini dilakukan untuk memperkuat permodalan perusahaan. Hingga Juni 2018, nilai modal MAYA mencapai Rp 7,53 triliun atau tumbuh 24,66% dari tahun lalu sebesar Rp 6,04 triliun.


Sementara itu, emiten Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), juga berencana menggelar rights issue. Perusahaan ini akan menerbitkan 15 miliar saham baru dan maksimal 3,6 miliar saham hasil eksekusi waran yang menyertai HMETD.

Nantinya, pemegang saham yang tak melaksanakan haknya bisa terdilusi maksimal 59,19% dan 64,27% setelah pelaksanaan waran. ENRG bakal menggunakan seluruh dana rights issue untuk membayar utang, modal kerja, ataupun mendanai ekspansi usahanya. Namun, perusahaan ini belum menetapkan harga saham rights issue tersebut.

Sebelumnya, PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) juga telah menerbitkan saham rights issue. Pembeli siaga atau standby buyer dari aksi korporasi ini adalah Kookmin Bank. Nilai rights issue tersebut Rp 1,55 triliun.

Penuh tantangan

Rights issue memang menjadi salah satu jalan keluar bagi emiten untuk mendapat tambahan dana segar tanpa menambah beban utang. William Hartanto, Analis Panin Sekuritas mengatakan, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam aksi korporasi rights issue.

Selain menilik harga pelaksanaan, investor juga perlu hitung cermat valuasi sahamnya dan rasio rights issue yang ditawarkan. Biasanya, harga saham rights issue didiskon dari harga pasar demi menarik minat pasar.

"Biasanya, jika harga pelaksanaan saham lebih tinggi dari harga saham di pasar, maka tidak akan menarik," ujar William kepada Kontan.co.id, Minggu (5/8). Namun, secara historis, hal ini akan membuat harga saham cenderung menurun mengikuti harga right.

Tak hanya itu, penggunaan dana rights issue pun harus diperhatikan. Hal ini akan menentukan prospek kinerja saham dalam jangka panjang. Tentu saja, penggunaan dana rights issue untuk ekspansi akan lebih menarik ketimbang rights issue yang hanya dilakukan untuk refinancing utang.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, mengatakan, di tengah kondisi pasar saham yang tengah berfluktuasi tinggi, pelaksanaan rights issue saat ini cenderung punya tantangan lebih besar. Dus, ada risiko penyerapan dana tidak akan maksimal. "Biasanya kalau penggunaan dananya untuk ekspansi, harga saham akan cenderung naik," imbuh Hans.

Muhammad Alfatih, Analis Samuel Sekuritas, juga sepakat, hasil penggunaan dana rights issue akan mempengaruhi arah harga saham usai aksi korporasi ini.

Dari beberapa emiten yang akan rights issue, Hans menilai, valuasi price earning ratio (PER) saham MAYA terbilang cukup tinggi, sekitar 20,96 kali dengan rasio price to book value 2,18 kali.

Namun, William menilai, masih ada potensi peningkatan harga saham kedua emiten ini. "Target harga ENRG ada di level Rp 200 dan MAYA Rp 4.000-Rp 4.200 hingga akhir bulan," ujar William.

Sekadar informasi, pada akhir pekan lalu, saham ENRG melemah 4,35% ke harga Rp 154 per saham. Lalu, saham MAYA turun 15,6% menjadi Rp 3.500 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati