Mencetak keuntungan dari pembuatan mesin kardus kemasan



KONTAN.CO.ID - Tren belanja online mendorong permintaan kardus kemasan. Sebab, kemasan memainkan peranan cukup penting dalam bisnis daring. 

Pengemasan yang rapi jali jadi salah satu pertimbangan pembeli untuk kembali bertransaksi di toko online tersebut. Kemasan yang baik menekan risiko kerusakan barang pesanan pembeli.

Maklum, pedagang kebanyakan menyerahkan pengiriman produk mereka pada pihak ketiga. Dan yang jadi kemasan favorit para penjual online untuk mengemas produk mereka adalah kardus.


Permintaan yang tinggi terhadap kardus kemasan siap pakai membuat bisnis mesin pembuat produk itu ikut terdongkrak. Memang, mesin-mesin asal China, Taiwan, dan Jerman, masih merajai pasar.

Tapi, kehadiran mesin buatan lokal mencuri perhatian lantaran harga yang ditawarkan lebih murah.

Dengan kehadiran produk made in dalam negeri, sejumlah produsen kardus kemasan bisa memiliki mesin baru bergaransi plus berharga lebih murah. Alhasil, mereka bisa menekan biaya lumayan besar ketimbang membeli mesin impor

Jaya Setiadi, misalnya, pemilik karduspas.com, menghemat hingga Rp 200 juta dengan menggunakan mesin lokal. “Sudah dua tahun saya pakai, masih bagus,” ungkapnya.

Salah satu produsen mesin kardus kemasan lokal adalah Benny Christiadi. Pemilik PT Kala Revis ini awalnya hanya distributor mesin kardus kemasan impor asal Taiwan. Namun, setelah melihat prospek usaha yang menggiurkan, pria 42 tahun ini memutuskan untuk membuat mesin sendiri sejak awal 2017 lalu.

Enggak gampang memang, butuh waktu hingga tujuh bulan bagi Benny melakukan riset dan menerapkan strategi amati, tiru, dan modifikasi alias ATM. Ia pun berhasil memproduksi satu set mesin kardus kemasan yang dijual dengan harga Rp 110 juta sampai Rp 150 juta.

Satu set berisi masing-masing satu mesin pond, slitter, slotter dan mesin jahit. Jika membeli terpisah, harganya berkisar Rp 5 juta hingga Rp 40 juta.

Dalam sebulan, rata-rata Benny memproduksi 10 set hingga 20 set mesin dengan penjualan minimal tujuh set mesin. Untuk omzet, dia bisa mengantongi sampai Rp 900 juta per bulan. “Margin di kisaran 10% sampai 15%,” ungkapnya yang punya pabrik di daerah Bogor.

Aslam Junaedi yang lebih dulu membuat mesin kardus kemasan sejak 2015 lalu mengungkapkan, dalam setahun terakhir, permintaan melonjak 30%. Sebelumnya, pemilik CV Berdikari Sentosa di Tangerang ini hanya menjual lima set mesin. Sekarang, dia bisa melego minimal tujuh set mesin.

Dengan kisaran harga mesin Rp 80 juta hingga Rp 120 juta per set, maka omzetnya per bulan rata-rata sebesar Rp 600 juta. Sayang, ia enggan membeberkan margin usahanya.

Hanya, Aslam belum memproduksi semua jenis mesin kardus kemasan. Mesin jahit masih ia beli dari produsen lain. Dia punya alasan: produk tersebut masih banyak tersedia di pasaran. Tambah lagi, menurut hitungannya, margin membuat mesin jahit tak seberapa.

Modal gede

Untuk bisa memulai usaha ini, membutuhkan modal yang tidak sedikit plus manajemen yang baik. Aslam menuturkan, modal awal jelas akan habis untuk menyiapkan komponen pembuat mesin produksi.

Sebut saja, besi, aluminium, perlengkapan kelistrikan, dan mesin coil sitter line yang merupakan komponen utama, baik mesin slitter maupun slotter. Untuk mesin coil sitter line, masih harus impor dari Jerman dan China. Harganya mulai Rp 10 juta hingga Rp 30 juta.

Ada juga safety belt untuk mengamankan proses operasi mesin slotter, yang juga masih harus didatangkan dari Taiwan seharga Rp 10 juta-an untuk kapasitas lima mesin. Bisa pakai yang bekas dengan beda harga sekitar 40% lebih murah. “Untuk awal butuh modal minimal Rp 200 juta hingga Rp 500 juta,” ungkap Aslam.

Benny mengatakan, untuk bisa merintis usaha ini, selain modal yang besar juga memerlukan tenaga ahli untuk mengawasi pembuatan mesin. Saat ini, ia mempekerjakan lima teknisi yang memahami betul seluk beluk mesin pembuat kardus kemasan siap pakai.

Dan jelas, usaha ini bukan skala rumahan. Benny bilang, untuk bisa memproduksi mesin kardus kemasan, butuh bengkel kerja alias workshop minimal seluas 100 meter persegi (m²). Semua pengerjaan, mulai proses perakitan, pengelasan, dan finishing, ada di satu lokasi. Ia memiliki pabrik seluas 500 m² di Gunung Putri, Bogor.

Untuk memasarkan mesin kardus kemasan juga butuh upaya tersendiri. Tidak mudah masuk ke pasar lantaran produk luar negeri sudah merajalela. Oleh karena itu, Anda harus bisa meyakinkan calon konsumen bahwa produk Anda tidak kalah secara kualitas.

Caranya, dengan memberikan garansi minimal satu tahun, potongan harga, dan kekuatan pemasaran lewat website. Benny rutin melakukan update video tentang proses produksi mesin kardus kemasan lewat situs resmi miliknya.

Untuk bulan-bulan awal, biaya promosi bisa mencapai Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per bulan. Itu mencakup promosi berbayar via jejaring sosial Facebook maupun Instagram.

Aslam juga menyarankan promosi yang gencar di media sosial dan marketplace. Tidak dipungkiri, konsumen utama mesin ini adalah para produsen kardus kemasan yang lebih banyak menawarkan produknya di dunia maya. “Sekitar 70% konsumen berasal dari pelaku kardus kemasan yang memasarkan produk mereka secara online,” jelas Aslam.

Tidak hanya lewat saluran online, jalur pemasaran offline juga masih Aslam lakukan. Misalnya, mencetak brosur untuk dia bagikan ke produsen-produsen kardus kemasan.

Bicara prospek, Benny yakin, ke depan makin ciamik. Buktinya, dalam setahun belakangan, ia mengalami pertumbuhan penjualan. Plus, masa depan industri perdagangan elektronik (e-commerce) yang kian cemerlang.

Tinggal bagaimana produsen memperbaiki kualitas dan strategi pemasaran. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan