JAKARTA. Peluang bisnis percetakan masih menjanjikan. Peluang itu juga yang ditangkap Office Box, sebuah brand franchise asal Korea yang bergerak di bidang percetakan. Berdiri sejak tahun 1994, Office Box telah memiliki 200 gerai di Korea. Adapun jumlah gerainya di seluruh dunia sudah lebih dari 1.000 unit yang tersebar di sejumlah negara, seperti Turki, Kazakstan, Amerika Serikat, Jepang, Uni Emirat arab, Mongolia dan India. Di Indonesia, Office Box baru masuk sekitar pertengahan tahun 2011. Gerai Office Box di Indonesia sudah ada dua, yakni di Jakarta dan di Surabaya. Semua gerai milik pusat dan belum ada gerai mitra. "Office Box merupakan one stop service printing," kata Asep Eddy, General Manager Office Box Indonesia. Menurutnya, seluruh kebutuhan yang terkait dengan jasa percetakan bisa dilayani di Office Box. Jasa yang disediakan mulai dari fotocopy, fax, pembuatan poster, banner, spanduk, neon box, hingga penyewaan dan isi ulang tinta printer. Harga produk dan jasa di Office box sangat bervariasi mulai dari Rp 15.000 untuk sekotak kartu nama hingga ratusan juta rupiah untuk pembuatan LED Neon Box. Investasi Rp 350 jutaMenurut Asep, Office Box menawarkan kemitraan di Indonesia sejak awal 2013 ini. Harga paket investasinya sebesar Rp 350 juta. Investasi itu sudah termasuk pengadaan peralatan senilai Rp 250 juta, seperti printer untuk segala media, printer kartu nama, lima unit personal computer (PC), satu unit mesin fotocopy, 12 unit printer, satu unit mesin cutting paper, refill tool kit dan bahan-bahan sample.Sisanya sebesar Rp 100 juta merupakan franchise fee selama lima tahun. "Ini sebagai biaya dukungan merek, pelatihan, jaminan ketersediaan bahan baku pengembangan tekhnik dan manajemen," tutur Asep.Untuk lokasi usaha, mitra harus menyediakan tempat seluas 50 meter persegi (m2) hingga 60 m2. Mitra ditargetkan balik modal dalam dua tahun. Dengan asumsi, omzet mitra pada tahun-tahun awal mencapai Rp 30 juta - Rp 40 juta per bulan. Menurut Asep, laba bersih usaha ini mencapai 50% . "Jika dua tahun belum balik modal, uang franchise fee kami kembalikan 50% atau Rp 50 juta," ujar Asep.Pengamat waralaba, Valentino Dinsi menilai, prospek bisnis percetakan masih menjanjikan. Namun demikian, persaingan usaha ini juga sudah sangat ketat. Makanya, setiap pemain bisnis ini harus memiliki kelebihan dari kompetitor.Ia mencontohkan sentra bisnis percetakan di Depok, Jawa Barat. “Ada dua tempat percetakan di Depok yang harganya jauh di atas pasaran, bahkan sampai 40%, tapi tetap laku karena kualitasnya baik,” ujarnya.Lokasi usaha juga turut menentukan. Tempat strategis mendatangkan peluang lebih baik untuk meraih target omzet. Lokasi yang disarankan sekitar kampus, perkantoran, dan perumahan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mencetak laba dari bisnis percetakan ala Korea
JAKARTA. Peluang bisnis percetakan masih menjanjikan. Peluang itu juga yang ditangkap Office Box, sebuah brand franchise asal Korea yang bergerak di bidang percetakan. Berdiri sejak tahun 1994, Office Box telah memiliki 200 gerai di Korea. Adapun jumlah gerainya di seluruh dunia sudah lebih dari 1.000 unit yang tersebar di sejumlah negara, seperti Turki, Kazakstan, Amerika Serikat, Jepang, Uni Emirat arab, Mongolia dan India. Di Indonesia, Office Box baru masuk sekitar pertengahan tahun 2011. Gerai Office Box di Indonesia sudah ada dua, yakni di Jakarta dan di Surabaya. Semua gerai milik pusat dan belum ada gerai mitra. "Office Box merupakan one stop service printing," kata Asep Eddy, General Manager Office Box Indonesia. Menurutnya, seluruh kebutuhan yang terkait dengan jasa percetakan bisa dilayani di Office Box. Jasa yang disediakan mulai dari fotocopy, fax, pembuatan poster, banner, spanduk, neon box, hingga penyewaan dan isi ulang tinta printer. Harga produk dan jasa di Office box sangat bervariasi mulai dari Rp 15.000 untuk sekotak kartu nama hingga ratusan juta rupiah untuk pembuatan LED Neon Box. Investasi Rp 350 jutaMenurut Asep, Office Box menawarkan kemitraan di Indonesia sejak awal 2013 ini. Harga paket investasinya sebesar Rp 350 juta. Investasi itu sudah termasuk pengadaan peralatan senilai Rp 250 juta, seperti printer untuk segala media, printer kartu nama, lima unit personal computer (PC), satu unit mesin fotocopy, 12 unit printer, satu unit mesin cutting paper, refill tool kit dan bahan-bahan sample.Sisanya sebesar Rp 100 juta merupakan franchise fee selama lima tahun. "Ini sebagai biaya dukungan merek, pelatihan, jaminan ketersediaan bahan baku pengembangan tekhnik dan manajemen," tutur Asep.Untuk lokasi usaha, mitra harus menyediakan tempat seluas 50 meter persegi (m2) hingga 60 m2. Mitra ditargetkan balik modal dalam dua tahun. Dengan asumsi, omzet mitra pada tahun-tahun awal mencapai Rp 30 juta - Rp 40 juta per bulan. Menurut Asep, laba bersih usaha ini mencapai 50% . "Jika dua tahun belum balik modal, uang franchise fee kami kembalikan 50% atau Rp 50 juta," ujar Asep.Pengamat waralaba, Valentino Dinsi menilai, prospek bisnis percetakan masih menjanjikan. Namun demikian, persaingan usaha ini juga sudah sangat ketat. Makanya, setiap pemain bisnis ini harus memiliki kelebihan dari kompetitor.Ia mencontohkan sentra bisnis percetakan di Depok, Jawa Barat. “Ada dua tempat percetakan di Depok yang harganya jauh di atas pasaran, bahkan sampai 40%, tapi tetap laku karena kualitasnya baik,” ujarnya.Lokasi usaha juga turut menentukan. Tempat strategis mendatangkan peluang lebih baik untuk meraih target omzet. Lokasi yang disarankan sekitar kampus, perkantoran, dan perumahan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News