KONTAN.CO.ID - Tingginya animo masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di perkotaan untuk membeli kendaraan bermotor roda empat, tidak dibarengi dengan kepemilikan lahan pribadi yang cukup untuk memarkir mobil mereka. Alhasil, tak sedikit pemilik yang sembarangan memarkir mobil di jalan umum sehingga mengganggu pengguna jalan yang lain. Fenomena ini tentu membuka peluang usaha baru bagi yang mempunyai lahan kosong di tengah kota atau dekat pemukiman. Mereka bisa memanfaatkan tanah itu untuk garasi bersama buat disewakan kepada para pemilik mobil. Usaha ini sederhananya adalah jasa menyediakan lahan bagi pemilik mobil yang ingin menitipkan kendaraan mereka.
Lazimnya, pelanggan garasi bersama itu adalah pemilik kendaraan yang tempat tinggalnya di pemukiman dengan kondisi jalan sempit sehingga tidak memungkinkan mobil masuk. Salah satu pemilik lahan kosong yang terjun di bisnis ini adalah Rusman Kasim di daerah Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Memulai usaha sejak 2015 lalu, ia bisa mengantongi omzet hingga Rp 10 juta sebulan. Dengan luas tanah 130 meter persegi (m²), usaha penitipan mobil bertajuk Berdikari milik Rusman mampu menampung sampai 12 kendaraan. Tarif yang dikenakan berbeda untuk tiap pelanggan. Dia membagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah konsumen langganan bulanan. Untuk tipe ini, tarifnya mulai Rp 650.000–Rp 1 juta per mobil. “Lamanya mulai dari 12 jam hingga 18 jam,” katanya. Kelompok kedua yakni bukan pelanggan bulanan. Tarif untuk konsumen ini per jam, mulai Rp 5.000 hingga Rp 15.000. Menurut Rusman, sebanyak 80% konsumennya merupakan kelompok langganan bulanan. Peluang bisnis ini juga dimasuki Hendra Septiadi yang menawarkan lahan parkir di kawasan Cinere, Depok. Membuka usaha semenjak 2016 dengan lahan seluas 200 m², garasi bersama kepunyaannya sanggup menampung hingga 15 mobil. Saban hari, lahan milik Hendra selalu penuh terisi. Margin 20% Setali tiga uang dengan Rusman, Hendra juga membagi penyewa garasi menjadi dua kelompok: langganan bulanan dan harian. Tarif bulanan berkisar Rp 600.000-Rp 900.000 per mobil. Untuk harian Rp 5.000 hingga Rp 12.000. Dalam sebulan, omzet yang masuk ke kantong Hendra mencapai Rp 12 juta. “Marginnya sekitar 20%,” sebut dia. Margin bisa semakin besar jika usaha Anda benar-benar berfungsi sebagai garasi bersama. Sebab, Anda tidak perlu membayar karyawan. Pengamanan garasi cukup berupa gembok di gerbang masuk yang masing-masing penyewa memegang kunci duplikatnya. Menurut Hendra, usaha ini bisa jadi opsi lain bagi Anda yang punya sebidang lahan kosong, namun masih kurang dana untuk membangun properti, semisal kontrakan atau rumah idenkos. Soalnya, untuk memulai bisnis ini, modal yang dibutuhkan tidak begitu besar. Berdasarkan pengalamannya, modal yang Hendra keluarkan tidak lebih dari Rp 20 juta, dengan catatan lahan punya sendiri. Dana itu dia gunakan untuk membangun pagar, atap, pos tempat pembayaran dan administrasi, plang nama, lampu, dan alat perlengkapan lainnya. Sementara pengeluaran rutin, untuk menggaji minimal lima karyawan dan biaya listrik serta operasional yang lain. Rusman menambahkan, garasi bersama bisa Anda desain lebih modern, dengan mengadopsi sistem closed circuit television (CCTV) dan pembayaran elektronik. Memang konsekuensiya, biaya investasi lebih mahal. Namu, bisa menawarkan keamanan dan kenyamanan kepada konsumen. Atau, bisa juga merekrut tenaga keamanan yang bisa Anda percaya. Sebab, sekali saja terjadi pencurian kendaraan, maka citra usaha Anda bakalan hancur di mata masyarakat. Sedang untuk pemasaran, lebih baik tetap melakukan teknik konvensional dengan menyebar brosur ke rumah-rumah di sekitar usaha Anda. Sebab, konsumen utama bisnis garasi bersama adalah tetangga atau pemilik mobil yang letak rumahnya tidak jauh dari lokasi usaha Anda. “Kalau kejauhan, banyak orang yang jadi malas sewa,” imbuh Rusman. Tetap riset pasar Dibanding investasi pembuatan hunian sewa, jelas modal awal usaha garasi bersama jauh lebih terjangkau. Rusman menyebutkan, dengan tanah seluas 200 m², sejatinya dia bisa membangun setidaknya tiga rumah dengan ukuran 60 m². Jika pembangunan satu rumah menghabiskan biaya Rp 150 juta, maka total investasi yang harus Rusman siapkan mencapai Rp 450 juta. Dengan tarif sewa satu unit per bulan di kawasan Jakarta dan sekitarnya sebesar Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta, pendapatan sebulan untuk tiga rumah Rp 7,5 juta. “Namun, semuanya tergantung modal kita,” ungkapnya. Menurut Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesian Property Watch (IPW), pemanfaatan lahan di perkotaan untuk dijadikan bisnis garasi bersama memang sedang tren saat ini. Maklum, pemilik lahan enggak perlu keluar modal besar. Tapi, Ali memberi saran, sebelum memutuskan masuk ke usaha ini, pemilik lahan harus melakukan riset pasar yang matang. Pastikan betul, di daerah itu banyak pemilik mobil yang tidak punya garasi. Dan, Ali tetap mendorong pemilik lahan membangun hunian sewa di lahan itu untuk menambah nilai ekonomisnya. Hitungannya, kalau hanya lahan saja, pertumbuhan harga lahan per tahun cuma berkisar 0,5% hingga 1%.
Tapi, bila ada bangunan, bisa naik 3% setahun. “Cuma, ya, itu, harus ada investasi tambahan,” kata dia. Keuntungan bisnis garasi bersama, tambah Ali, memang bisa lebih maksimal kalau letak lahan selain dekat dengan pemukiman penduduk juga terjangkau dari fasilitas publik. Misalnya, stasiun dan halte bus. Jadi, jangan biarkan lahan kosong Anda menganggur. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan