Menciptakan keju yang digemari ekspatriat (3)



Sukses menghasilkan tiga jenis keju yang sudah dipasarkan secara ritel, Noviyanto tak berhenti di situ. Ia terus mencoba berinovasi demi menghasilkan varian keju lainnya. Apalagi, ia menargetkan omzet tahun ini bisa dua kali lipat dari tahun lalu.Alhasil, pada 2010, ia berhasil mengembangkan keju terbaru, varian dari keju asal Italia. Ia menamakannya boyobert, singkatan dari boyolali-bert. “Ini rasanya sama dengan keju Italia, camembert," klaim bapak dua anak ini.

Seperti keju lainnya yang sudah lebih dahulu diproduksi Pabrik Keju Indrakila, boyobert mendapat tanggapan positif dari para pelanggan, terutama kalangan ekspatriat.Memang, sejak awal merintis pabrik keju, Noviyanto membidik kalangan ekspatriat. Maklum, ia punya banyak kenalan ekspatriat, setelah menjadi asisten Benjamin Siegl, ahli produksi susu dari lembaga donor pemerintah Jerman, Deutscher Entwicklungsdient (DED), yang ditugaskan di Boyolali  sejak 2007 sampai 2009.Apalagi, kalangan ekspatriat terlihat lebih menyukai keju lokal, karena rasanya lebih segar. Berbeda dengan masyarakat lokal yang lebih menggandrungi keju impor. Noviyanto bercerita, ketika awal memproduksi keju, ia tak segan bertanya kepada beberapa kaum ekspatriat yang ia kenal. Awalnya, ia memberi mereka untuk mencicipi keju buatannya. “Saya tanya ke mereka kurang apa, jadi bisa saya perbaiki. Kemudian, mereka mengenalkan banyak ekspatriat lain ke saya, misalnya pengusaha resto di Bali," kenangnya.Bukan hanya berhasil mendapat rasa keju yang pas, cara tersebut pun membuka jalan bagi pemasaran produknya. Misalnya, ekspatriat di Bali kini menjadi salah satu pelanggan tetapnya.Kata Noviyanto, keju buatan Pabrik Indrakila disukai ekspatriat, karena rasanya setara dengan keju buatan Eropa. Ia mengklaim, rasa yang pas itu didapat lantaran menggunakan bahan baku susu segar. Bahkan, ia menerapkan empat tahapan untuk menyeleksi bahan susu segar. Pertama, susu yang baik untuk keju harus memiliki kandungan nutrisi protein dan lemak yang tinggi. Kedua, kandungan kuman harus rendah. Berikutnya, kandungan cemaran logam harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Terakhir, susu tidak dicampur air. "Makanya, saya bisa menghasilkan keju berkualitas tinggi," tuturnya.Namun, seperti pebisnis lainnya, usaha yang digawangi Noviyanto tak lepas dari persoalan. Selain suplai susu segar berkualitas semakim mahal, ada pula kebijakan pemerintah yang menghimpit usahanya. Ia  menyayangkan kebijakan pemerintah yang mengeluarkan bea masuk 0% bagi keju asal Selandia Baru. Beleid ini memicu produk keju lokal lebih sulit bersaing, karena harga keju asal Selandia Baru semakin murah. "Padahal, kami sulit memangkas harga jual keju lokal, karena harga bahan baku berkualitas bagus kian mahal," ujarnya.Setidaknya, demi mengamankan suplai susu berkualitas bagus, Noviyanto terus memaksimalkan para peternak anggota Koperasi Simpan Usaha (KSU) Keju Boyolali. Ia tak bosan mengingatkan para peternak supaya segera menjual susu, setelah diperah. Pasalnya, susu akan berkualitas buruk, bahkan basi jika tidak diolah dalam waktu 4 jam. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dupla Kartini