SEOUL. Kehidupan di Korea Utara (Korut) tak banyak diketahui dunia karena kontrol ketat rejim komunis terhadap media massa dan publik. Tetapi perlahan, suara dari rakyat Korut mulai terdengar. Persis seperti dugaan banyak pihak, kelaparan rupanya mewabah di negeri "Kerajaan Pertapa" tersebut. Perpecahan internal rupanya juga menganga di pemerintahan dan militer Korut. Kesaksian Letnan Kim, 42 tahun, bekas perwira angkatan darat Korut yang lari ke China pada 2011, menguak cerita kekacauan dan kelaparan di Korut. Kim hengkang setelah membunuh komandannya yang hendak menangkap Kim dan tentara lainnya yang membangkang pada pemimpin baru Korut, Kim Jong-un.Menurut Kim, ketika Kim Jong-il, ayah Kim Jong-un meninggal, petinggi pemerintah dan militer Korut terpecah belah, antara pendukung Kim Jong-un dan Kim Yong-nam. Kim Yong-nam adalah Ketua Presidium Majelis Agung Rakyat, yang sehari-hari menjalankan fungsi sebagai kepala pemerintahan. Rupanya, setelah Kim Jong-il wafat, para pendukung Kim Yong-nam di kemiliteran diberangus, beberapa diantaranya ditangkap. Kim termasuk yang hendak ditangkap. Tetapi ia memilh melawan. "Saya membunuh komandan saya. Saya tembak dia, setelah itu saya kabur," kata Kim kepada The Telegraph. Kim berasal dari wilayah Uiju, Dandong, dekat perbatasan Korut-China. Selama dua tahun, dia kabur dan bersembunyi di China. Saat ini, ia mencari kesempatan untuk kabur ke Korea Selatan. Dia mengaku sangat bahagia bisa kabur dari Korut. Menurutnya, dimana-mana terjadi kelaparan dan kesengsaraan rakyat di negara tersebut. Dia bahkan mengaku sangat terharu saat pertama kali memakan nasi di China."Saya dengar Korea Selatan adalah negara demokrasi dan kehidupan mereka baik serta ada banyak makanan. Saya belum pernah makan nasi. Ketika mencium wangi nasi putih yang sedang dimasak di China, saya menangis tersedu-sedu," kata Kim.Kim bilang, situasi di Korut sangat buruk. "Orang-orang kelaparan dimana-mana. Tetapi ada beberapa orang kaya, politisi kaya, yang punya banyak uang dan banyak makanan. Tapi banyak rakyat tidak punya apa-apa. Ayah dan ibu saya mati kelaparan dan kakak saya mati karena sakit," ujarnya.
Mencium wangi nasi, bekas tentara Korut menangis
SEOUL. Kehidupan di Korea Utara (Korut) tak banyak diketahui dunia karena kontrol ketat rejim komunis terhadap media massa dan publik. Tetapi perlahan, suara dari rakyat Korut mulai terdengar. Persis seperti dugaan banyak pihak, kelaparan rupanya mewabah di negeri "Kerajaan Pertapa" tersebut. Perpecahan internal rupanya juga menganga di pemerintahan dan militer Korut. Kesaksian Letnan Kim, 42 tahun, bekas perwira angkatan darat Korut yang lari ke China pada 2011, menguak cerita kekacauan dan kelaparan di Korut. Kim hengkang setelah membunuh komandannya yang hendak menangkap Kim dan tentara lainnya yang membangkang pada pemimpin baru Korut, Kim Jong-un.Menurut Kim, ketika Kim Jong-il, ayah Kim Jong-un meninggal, petinggi pemerintah dan militer Korut terpecah belah, antara pendukung Kim Jong-un dan Kim Yong-nam. Kim Yong-nam adalah Ketua Presidium Majelis Agung Rakyat, yang sehari-hari menjalankan fungsi sebagai kepala pemerintahan. Rupanya, setelah Kim Jong-il wafat, para pendukung Kim Yong-nam di kemiliteran diberangus, beberapa diantaranya ditangkap. Kim termasuk yang hendak ditangkap. Tetapi ia memilh melawan. "Saya membunuh komandan saya. Saya tembak dia, setelah itu saya kabur," kata Kim kepada The Telegraph. Kim berasal dari wilayah Uiju, Dandong, dekat perbatasan Korut-China. Selama dua tahun, dia kabur dan bersembunyi di China. Saat ini, ia mencari kesempatan untuk kabur ke Korea Selatan. Dia mengaku sangat bahagia bisa kabur dari Korut. Menurutnya, dimana-mana terjadi kelaparan dan kesengsaraan rakyat di negara tersebut. Dia bahkan mengaku sangat terharu saat pertama kali memakan nasi di China."Saya dengar Korea Selatan adalah negara demokrasi dan kehidupan mereka baik serta ada banyak makanan. Saya belum pernah makan nasi. Ketika mencium wangi nasi putih yang sedang dimasak di China, saya menangis tersedu-sedu," kata Kim.Kim bilang, situasi di Korut sangat buruk. "Orang-orang kelaparan dimana-mana. Tetapi ada beberapa orang kaya, politisi kaya, yang punya banyak uang dan banyak makanan. Tapi banyak rakyat tidak punya apa-apa. Ayah dan ibu saya mati kelaparan dan kakak saya mati karena sakit," ujarnya.