Potensi bisnis jamur di Indonesia belum tergarap optimal. Tanaman parasit yang satu ini banyak disuka karena rasa serta kekenyalannya yang mirip daging. Adalah Nur Cholis Imam H., salah satu pengusaha yang jeli menggarap potensi jamur ini. Bersama temannya Tririan Ariyanto, pengusaha asal Surabaya, Jawa Timur, ini mengolah jamur tiram menjadi camilan ringan. Mereka serius menekuni usaha ini sejak satu setengah tahun lalu.
Untuk berusaha di bidang ini, kedua anak muda ini harus merogoh kantung masing-masing sehingga terkumpul dana Rp 35 juta. Modal patungan tersebut digunakan untuk membeli aneka peralatan masak lengkap, bahan baku, serta sewa stan di Tunjungan Plaza, Surabaya. Mereka sepakat menamakan usaha patungan ini, Mushroom Factory. Keunikan racikan jamur tiram dua pemuda ini adalah jamur yang digoreng garing dengan tepung. Dus, kemeripik bunyinya ketika dimakan. Agar lebih nikmat, gorengan jamur diberi olesan saus dan bumbu khusus. Ada dua pilihan rasa, yakni original dan tasty. Rasa original mengandalkan saus sambal dan mayonaise, sedangkan rasa tasty menggunakan keju, bumbu barbeque, dan sambal tabur. "Ke depan akan ada rasa ultimate yang menggunakan telor," ungkap Cholis. Selain jamur, ada pula ca-milan krispi dari bawang bombai dan brokoli. Semua camilan ini dibanderol dengan harga Rp 10.000 per porsi. Meski baru, peminat camilan olahan Cholis dan Tririan terbilang banyak. Karena itu, kini mereka telah membuka cabang di sembilan pusat perbelanjaan besar di Surabaya. Di antaranya di Maspion Square, Pasar Atom Mall, Giwalk, dan Pakuwon City. Dari sembilan cabang tersebut, tiga di antaranya murni milik Cholis. Sementara yang lain merupakan patungan dengan investor lain. "Dalam sebulan, omzetnya bisa Rp 100 juta," ujar Cholis. Dari penjualan itu, Cholis mengaku bisa meraup keuntungan sebesar 60%. Seiring bertambahnya jumlah cabang, Cholis harus memastikan pasokan bahan bakunya aman. Soalnya, dalam sebulan, ia bisa menghabiskan 1,8 ton jamur tiram segar. Makanya, ia lantas bekerjasama dengan sekitar 30 petani jamur di Surabaya. Memulai waralaba Respon pasar yang positif mendorong Cholis mewaralabakan usahanya sejak November 2009. "Langkah ini saya tempuh setelah empat bulan sebelumnya usaha ini berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT)," ujar lulusan Universitas Airlangga ini. Untuk menjadi terwaralaba, ia mematok biaya sebesar Rp 35 juta. Terwaralaba akan akan mendapatkan stan lengkap peralatan masak dan bahan baku awal. "Ongkos sewa tempat ditanggung terwaralaba," imbuh Cholis. Tak ada franchise fee yang dibebankan kepada terwaralaba. Namun tiap bulan terwaralaba dipungut royalty fee sebesar 5% dari omzet bulanan. "Dalam perhitungan saya, jika terwaralaba bisa menjual minimal 40 porsi sehari, ia akan balik modal dalam waktu 11 bulan," ujarnya.
Menurut Anggota Dewan Pakar Masyarakat Agribisnis F. Rahardi, jamur tiram sebenarnya merupakan jenis jamur yang paling tidak disukai masyarakat kita. Sebab, rasanya relatif paling tidak enak dibandingkan jenis jamur merang, jamur kancing, dan jamur shiitake. Karena itu, permintaan jamur tiram pun lebih rendah ketimbang jenis jamur lain. "Tetapi, jamur tiram unggul dalam kandungan gizinya ketimbang jamur lainnya," imbuh Rahardi. Lantaran permintaan rendah, harga jamur tiram pun relatif murah. Apalagi dibandingkan jamur kancing dan shiitake yang banyak diekspor ke mancanegara. "Jadi, menurut saya, siasat bisnis Mushroom Factory sangat bagus," puji Rahardi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa