KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membeberkan alasan mengapa pemerintah mewacanakan impor beras sebesar 1 juta ton. Menurutnya, rencana impor ini bukan dikarenakan pasokan beras yang kurang. Menurut Lutfi, rencana impor beras sebesar 1 juta ton ini merupakan sebuah mekanisme pemerintah untuk menjaga cadangan beras yang dimiliki oleh Bulog. Pasalnya, Bulog diharuskan memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 1 juta ton hingga 1,5 juta ton. Dia juga menerangkan, dirinya yang meminta agar dilakukan rapat koordinasi untuk membicarakan stok beras Bulog. Pasalnya, pihaknya bertanggung jawab mengurusi harga pangan. Sementara, saat ini jumlah stok beras Bulog kurang dari 1 juta ton. Dari stok beras tersebut, terdapat pula beras yang impor tahun 2018 yang diperkirakan sudah turun mutu.
Lutfi memperkirakan, saat ini ada sekitar 270,000 ton beras eks-impor yang sudah turun mutu. Meskipun, dari laporan Direktur Utama Bulog saat ini beras yang turun mutu sebesar 160.000 ton, sehingga masih ada sekitar 120.000 ribu ton beras eks-impor yang berpotensi turun mutu. "Jadi hitungan saya, stok akhir Bulog yang sekitar 800.000 itu dikurangkan dengan stok berasal dari impor itu sekitar 300.000, itu berarti Bulog stoknya mungkin tidak mencapai 500.000. ini adalah salah satu yang paling rendah dalam sejarah Bulog," jelas Lutfi dalam konferensi pers, Jumat (19/3). Lebih lanjut, Lutfi mengatakan bahwa kebijakan impor bersifat dinamis. Dia menilai, bila pengadaan Bulog pada masa panen ini berjalan dengan baik dan stok CBP Bulog bisa dijaga di kisaran 1 juta ton, maka kebijakan impor tak perlu dilakukan.
Baca Juga: Ditargetkan terbentuk tahun ini, Holding BUMN Pangan dinilai terintegrasi hulu-hilir Namun, dari data yang didapatkan di lapangan, Lutfi menyebut bahwa hingga pertengahan Maret ini, serapan gabah/beras Bulog masih berkisar 85.000 ton. "Jadi di sini, pengadaan Bulog pada Maret sampai 2-3 hari yang lalu itu hanya 85.000 ton. Sedangkan bayangan saya, mereka seharusnya menyerap paling tidak mendekati 400.000 atau 500.000 ton hari ini," ujarnya. Lutfi pun tak mau menyalahkan Bulog atas serapan ini. Menurutnya, serapan Bulog yang rendah ini pun lantaran kondisi kadar air gabah yang dimiliki petani tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. "Yang terjadi sekarang adalah hujan tidak berhenti, jadi gabah petani itu basah. Secara peraturan, Bulog tidak bisa menyerap gabah basah tersebut. karena ada aturannya, ketika kekeringannya sekian persen, Bulog membeli sekitar 4.200 sekian," terangnya.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 24/2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras tercantum, harga pembelian gabah kering panen dalam negeri ditetapkan sebesar Rp 4.200 per kilogram di petani dan Rp 4.250 per kg di penggilingan dengan kualitas kadar air paling tinggi 25% dan kadar hampa/kotoran paling tinggi 10%. Meskipun pemerintah sudah menetapkan alokasi impor beras tahun ini sebesar 1 juta ton, terbagi 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog. Lutfi pun menerangkan bahwa angka ini hanya berupa angka taksiran, dimana angka ini akan disesuaikan dengan penyerapan beras yang bisa dilakukan oleh Bulog. "[Impor] Bisa lebih rendah, bisa lebih tinggi, atau bisa sama sekali tidak [tidak ada impor]," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .