JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menelusuri motif dan alasan pemerintah Jepang untuk menyeret Indonesia ke organisasi perdagangan dunia (WTO), terkait kebijakan larangan biji mineral termasuk nikel. Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan mengatakan, pihaknya masih berkomunikasi dengan Jepang dan Kedutaan Besar Indonesia yang ada di WTO. "Kami akan cari tahu latar belakangnya apa, apakah ini karena kebijakan pengenaan bea Keluar (BK) secara umum terhadap mineral atau mineral khusus," kata Gita di Jakarta (13/6). Meski tak merinci, Gita bilang, Jepang merupakan negara penyerap Nikel yang cukup besar. Data dari Kementerian Keuangan Jepang menyebutkan, Jepang mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel tahun 2011. Indonesia memasok 1,95 juta ton, atau 53%, diikuti oleh Kaledonia Baru dengan 27% dan Filipina dengan porsi 19%. Meski rencana Jepang itu dinilai prematur, namun Gita bilang, hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya secara bilateral. Bahkan, bila penyelesaian diajukan ke WTO, Indonesia tidak khawatir, pasalnya ada perwakilan Indonesia yang mengurusnya. Sebelumnya, Takayuki Ueda, direktur umum dari industri manufaktur, Departemen Perdagangan Jepang mengatakan, kebijakan Indonesia tidak sesuai dengan aturan WTO. Menurut Ueda, pemerintah Jepang berusaha menempuh jalan negosiasi sebelum memutuskan untuk menyeret Indonesia ke markas besar WTO di Jenewa, Swiss. Keberatan dari Jepang atas kebijakan Indonesia itu adalah, adanya pengenaan bea keluar sebesar 20%, dan melarang ekspor mineral tambang mentah tahun 2014 mendatang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mendag: Kami pelajari rencana Jepang lapor ke WTO
JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menelusuri motif dan alasan pemerintah Jepang untuk menyeret Indonesia ke organisasi perdagangan dunia (WTO), terkait kebijakan larangan biji mineral termasuk nikel. Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan mengatakan, pihaknya masih berkomunikasi dengan Jepang dan Kedutaan Besar Indonesia yang ada di WTO. "Kami akan cari tahu latar belakangnya apa, apakah ini karena kebijakan pengenaan bea Keluar (BK) secara umum terhadap mineral atau mineral khusus," kata Gita di Jakarta (13/6). Meski tak merinci, Gita bilang, Jepang merupakan negara penyerap Nikel yang cukup besar. Data dari Kementerian Keuangan Jepang menyebutkan, Jepang mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel tahun 2011. Indonesia memasok 1,95 juta ton, atau 53%, diikuti oleh Kaledonia Baru dengan 27% dan Filipina dengan porsi 19%. Meski rencana Jepang itu dinilai prematur, namun Gita bilang, hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya secara bilateral. Bahkan, bila penyelesaian diajukan ke WTO, Indonesia tidak khawatir, pasalnya ada perwakilan Indonesia yang mengurusnya. Sebelumnya, Takayuki Ueda, direktur umum dari industri manufaktur, Departemen Perdagangan Jepang mengatakan, kebijakan Indonesia tidak sesuai dengan aturan WTO. Menurut Ueda, pemerintah Jepang berusaha menempuh jalan negosiasi sebelum memutuskan untuk menyeret Indonesia ke markas besar WTO di Jenewa, Swiss. Keberatan dari Jepang atas kebijakan Indonesia itu adalah, adanya pengenaan bea keluar sebesar 20%, dan melarang ekspor mineral tambang mentah tahun 2014 mendatang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News