BOGOR. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menganggap dana otonomi khusus yang didepositokan sah-sah saja. Sebelumnya seperti diketahui, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan ada dana Otonomi Khusus (otsus) untuk Papua sebesar Rp 1,85 triliun yang seharusnya digunakan untuk program pendidikan dan kesehatan ternyata justru didepositokan. “Asalkan tidak mengganggu program dan kebutuhan pencairan dana,” tambah Gamawan di sela-sela rapat kerja Pemerintah dan pelaku usaha di Istana Bogor, Senin (18/4). Namun, jika pendepositoan tersebut mengganggu target pelaksanaan suatu program atau cash flow. Tentu lain ceritanya. “Kalau itu mengganggu cash flow tidak boleh sama sekali, kita rincian minta ke BPK dan kita sudah diskusikan dengan Dirjen perimbangan daerah,” katanya. Sementara itu, Menteri Pendidikan Muhammad Nuh justru mengaku terkejut dan heran ada dana otsus yang peruntukannya untuk pendidikan dan kesehatan justru didepositokan. "Ah masak sih, saya belum menerima laporan secara rinci," katanya. Lanjut, M Nuh dana otsus seharusnya segera dimanfaatkan dalam sesuai alokasi programnya. "Harusnya tidak diperuntukkan bagi investasi deposit finansial, melainkan SDM. Jadi saya berharap ini dana otsus akan diberikan tiap tahun, bukan hanya tahun yang lalu,” tegasnya. Dalam pasal 73 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan dana negara yang dapat didepositokan hanyalah untuk investasi. Dalam pasal 34 ayat 3 huruf c UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua disebutkan penerimaan khusus dalam pelaksanaan otsus besarnya setara 2% dari plafon dana alokasi umum nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Menurut Anggota BPK Rizal Djalil, BPK menemukan dugaan penyimpangan dana otsus Rp 4,2 triliun dari total Rp 28,8 triliun yang dikucurkan pemerintah pusat selama 2002-2010 kepada Provinsi Papua dan Papua Barat. Dari dana tersebut, antara lain Rp 319 miliar terindikasi kuat sebagai kerugian daerah. BPK juga menemukan pengeluaran dana yang tidak didukung dengan bukti lengkap dan valid Rp 556 miliar. Temuan dana tersebut telah dilaporkan kepada Presiden dan DPR.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mendagri: Dana otsus didepositokan boleh-boleh saja
BOGOR. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menganggap dana otonomi khusus yang didepositokan sah-sah saja. Sebelumnya seperti diketahui, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan ada dana Otonomi Khusus (otsus) untuk Papua sebesar Rp 1,85 triliun yang seharusnya digunakan untuk program pendidikan dan kesehatan ternyata justru didepositokan. “Asalkan tidak mengganggu program dan kebutuhan pencairan dana,” tambah Gamawan di sela-sela rapat kerja Pemerintah dan pelaku usaha di Istana Bogor, Senin (18/4). Namun, jika pendepositoan tersebut mengganggu target pelaksanaan suatu program atau cash flow. Tentu lain ceritanya. “Kalau itu mengganggu cash flow tidak boleh sama sekali, kita rincian minta ke BPK dan kita sudah diskusikan dengan Dirjen perimbangan daerah,” katanya. Sementara itu, Menteri Pendidikan Muhammad Nuh justru mengaku terkejut dan heran ada dana otsus yang peruntukannya untuk pendidikan dan kesehatan justru didepositokan. "Ah masak sih, saya belum menerima laporan secara rinci," katanya. Lanjut, M Nuh dana otsus seharusnya segera dimanfaatkan dalam sesuai alokasi programnya. "Harusnya tidak diperuntukkan bagi investasi deposit finansial, melainkan SDM. Jadi saya berharap ini dana otsus akan diberikan tiap tahun, bukan hanya tahun yang lalu,” tegasnya. Dalam pasal 73 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan dana negara yang dapat didepositokan hanyalah untuk investasi. Dalam pasal 34 ayat 3 huruf c UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua disebutkan penerimaan khusus dalam pelaksanaan otsus besarnya setara 2% dari plafon dana alokasi umum nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Menurut Anggota BPK Rizal Djalil, BPK menemukan dugaan penyimpangan dana otsus Rp 4,2 triliun dari total Rp 28,8 triliun yang dikucurkan pemerintah pusat selama 2002-2010 kepada Provinsi Papua dan Papua Barat. Dari dana tersebut, antara lain Rp 319 miliar terindikasi kuat sebagai kerugian daerah. BPK juga menemukan pengeluaran dana yang tidak didukung dengan bukti lengkap dan valid Rp 556 miliar. Temuan dana tersebut telah dilaporkan kepada Presiden dan DPR.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News